
Oleh: Khonsa An-Naura
Penulis Lepas
Publik dibuat resah sekaligus geram oleh ulah anggota DPR. Bagaimana tidak? Pajak yang semakin ditinggikan jelas membuat beban rakyat kian menggunung. Sementara di sisi lain, pendapatan anggota dewan justru ikut naik. Semakin hari, keadaan ini terasa semakin tidak masuk akal. Dilansir dari Tempo (19/08/25), Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyatakan bahwa gaji pokok mereka tidak naik, melainkan komponen tunjangannya.
Dari berbagai jenis tunjangan, jumlah penerimaan penghasilan anggota dewan mencapai sekitar Rp70 juta, belum termasuk kompensasi rumah dinas senilai Rp50 juta. Para pengamat menilai hal ini sangat tidak layak di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit.
Kesenjangan yang nyata ini tak lain adalah akibat dari rusaknya sistem. Bukan semata kesalahan individu yang berkuasa, sebab sudah berkali-kali orang yang duduk di tampuk kekuasaan berganti, namun hasilnya tetap sama. Sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan adanya politik transaksional: politik dijadikan ajang mencari keuntungan, bukan sarana untuk melayani rakyat.
Karena orientasi kapitalisme adalah materi, segala cara pun dihalalkan. Jabatan dijadikan alat memperkaya diri hingga empati terhadap rakyat hilang. Amanah sebagai wakil rakyat pun terabaikan. Katanya wakil rakyat, tetapi suara rakyat tak pernah didengar. Katanya wakil rakyat, namun ketika rakyat ingin menyampaikan aspirasi, pintu justru ditutup rapat-rapat.
Dalam Islam, wakil rakyat memiliki tugas yang sangat berbeda dengan wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Islam berangkat dari asas akidah yang menjadikan syariat Allah sebagai pedoman hidup. Sebab, Islam bukan sekadar agama yang hanya hadir di masjid, melainkan sebuah ideologi, sebuah pemikiran yang melahirkan aturan hidup.
Syariat Islam berasal dari Pencipta alam semesta yang Maha Tahu kelebihan dan kekurangan makhluk-Nya. Layaknya seorang pencipta komputer yang membuat panduan bagi pengguna agar kelebihan komputer dapat dimanfaatkan dan kekurangannya bisa diantisipasi. Pedoman hidup dalam Islam tidak berasal dari akal manusia, sebab akal bersifat terbatas dan tidak mampu menuntaskan seluruh persoalan.
Setiap jabatan dalam Islam akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ï·», termasuk jabatan sebagai anggota majelis umat. Jabatan tidak dimanfaatkan demi kepentingan pribadi, melainkan dijaga oleh benteng keimanan yang mengikatnya pada syariat. Jabatan bukan ajang mencari keuntungan, tetapi jalan mencari ridha Allah melalui penerapan Islam secara menyeluruh.
Karena itu, anggota majelis umat yang berkepribadian Islam akan sangat amanah dalam menunaikan kewajibannya, serta berusaha maksimal untuk melayani umat. Bukan justru memeras rakyat sebagaimana yang terjadi dalam sistem hari ini.
Amarah publik kian memuncak, tetapi ruang pengaduan terus tertutup rapat. Kemarahan itu bisa dibendung, namun tak ada yang benar-benar meredamnya. Jelaslah bahwa persoalan ini bukan sekadar kesalahan individu, melainkan masalah sistemik. Maka, permasalahan sistemik hanya bisa dituntaskan dengan solusi sistemik pula.
Wallahu nashÄ«ru ‘abdah.
0 Komentar