
Oleh: Cici Herdiana
Muslimah Peduli Umat
Ungkapan "anak muda Indonesia takut miskin karena menikah" sering digunakan untuk menggambarkan fenomena sosial dan cara berpikir generasi muda saat ini. Dalam diri mereka terselip kekhawatiran terbesar soal ekonomi jika melakukan pernikahan. Hal ini (mungkin) disebabkan oleh tingginya biaya hidup, harga rumah, pendidikan, dan kebutuhan dasar yang semakin mahal, yang membuat mereka merasa bahwa menikah akan menambah beban finansial dan menciptakan kondisi yang rumit setelah menikah.
Pemahaman pemuda atau pemudi saat ini tentang pernikahan tidak lagi dianggap sebagai keharusan yang harus disegerakan. Banyak di antara mereka yang lebih fokus berkarier untuk mencapai kestabilan finansial, dan mereka pun berpikir bahwa tidak menikah bukanlah kegagalan. Kenyataannya, realitas kehidupan modern memang lebih menekan dibandingkan norma sosial yang ada.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa masyarakat, terutama generasi muda sekarang, sedang menghadapi ketidakpastian pekerjaan disebabkan oleh persaingan tenaga kerja yang tinggi serta biaya dan gaya hidup yang mahal. Akibatnya, generasi muda merasakan tantangan hidup yang kuat dan sulit, sehingga ada ketakutan dan keraguan untuk menikah. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran nilai, di mana anak muda lebih memikirkan kemandirian, keamanan finansial, dan kesejahteraan sosial.
Ketakutan menjadi miskin karena menikah adalah kekhawatiran yang manusiawi. Namun, Islam memberikan pandangan dan bimbingan yang cukup jelas agar rasa takut tersebut tidak menjadi penghalang untuk kebaikan, termasuk dalam hal pernikahan.
Islam memandang setiap masalah dengan bijak, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Rezeki adalah tanggung jawab Allah, bukan ditentukan oleh status menikah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 32 yang artinya:
اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ
"Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya."
Ayat ini turun khusus tentang anjuran menikah, dan Allah langsung memberikan jaminan bahwa kemiskinan bukanlah alasan untuk menghindari pernikahan.
Kedua: Takut miskin karena su'uzhan (buruk sangka) kepada Allah, dengan pemikiran bahwa Allah tidak mampu mencukupi rezeki atau akan berkurangnya rezeki setelah menikah. Padahal, menikah adalah salah satu sebab datangnya rezeki.
Sejatinya, rezeki bukan hanya uang, tetapi juga keberkahan, kesehatan, kedewasaan, keluarga, dan ketenangan.
Ketiga: Islam mengajarkan kesiapan seseorang untuk menikah, yaitu siap fisik, siap mental, siap komitmen, siap tanggung jawab, dan yang sangat penting, niat menikah hanya untuk meraih keridhaan Allah ﷻ.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits Bukhari dan Muslim:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah, maka hendaklah segera menikah."
Keempat: Islam memang memberi keringanan untuk menunda atau tidak menikah jika ada keadaan yang sangat krusial, misalnya ada trauma dalam keluarga, kondisi emosional atau psikologis tertentu, atau merasa belum siap secara finansial.
Maka, belum menikah atau tidak menikah bukanlah dosa, selama tidak menjurus kepada kemaksiatan dan harus bisa menjaga pandangan dan kehormatan.
Kelima: Pernikahan adalah suatu kerja sama, bukan beban finansial sepihak. Dalam pernikahan, akan terwujud kerja sama antara suami dan istri, saling mendukung dalam berbagai hal, saling mengisi, dan saling menguatkan dalam situasi apapun.
Sungguh, aturan Islam sangatlah indah dan sempurna. Maka, sudah saatnya kita memperjuangkan penerapan aturan Islam secara sempurna, tentunya di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bissawab.

0 Komentar