MARAKNYA BERAS OPLOSAN, DIMANA PERAN NEGARA?


Oleh: Aslan La Asamu
Penulis Lepas

Beberapa hari yang lalu publik dibuat heboh dengan adanya beras oplosan yang dijual bebas di pasaran. Seperti halnya di Pasar Induk Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara, terdapat beberapa jenis beras yang di duga beras oplosan.

Menurut laporan situs kaltara.tribunnews.com pada Jumat, 25 Juli 2025, Tim Satgas Pengawasan Pangan melakukan inspeksi mendadak di Pasar Induk Tanjung Selor, Bulungan, menyusul dugaan peredaran beras oplosan. Dalam sidak yang dilakukan sepekan sebelumnya, tim masih menemukan sejumlah merek beras yang diduga telah dicampur beredar di pasar. Bahkan hampir seluruh pedagang eceran belum mengetahui terkait kasus adanya dugaan beras oplosan yang kini telah dilaporkan ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri

Tersebarnya beras oplosan di pasaran membuktikan bahwa kecurangan dalam distribusi beras dari timbangan, kualitas dan jenis, mencerminkan wajah buram sistem ekonomi saat ini yang sarat kepentingan korporasi dan minim ketundukan terhadap nilai-nilai agama. meski negara telah berusaha, namun kecurangan ini terus terjadi bahkan melibatkan perusahaan besar yang seharusnya menjadi teladan dalam etika bisnis.

Ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme sekuler, tindakan curang demi meraih keuntungan dianggap hal yang biasa, bahkan dibenarkan, meskipun harus melanggar aturan dan menghalalkan yang haram.

Ini konsekuensi logis dari sistem yang melepaskan agama dari kehidupan, standar halal dan haram terpinggirkan oleh logika untung dan rugi. Berlarutnya persoalan ini, menegaskan bahwa pengawasan negara lemah, serta sistem sanksi yang tidak menimbulkan efek jera.

Dalam kasus ini, produsen yang terbukti melanggar tidak dikenai sanksi, melainkan hanya diberikan kesempatan untuk memperbaiki produk beras yang mereka hasilkan. Padahal tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali melakukan hal yang sama diwaktu yang lain.

Lebih dalam lagi, ini bukti kegagalan sistem pendidikan yang membentuk individu amanah dan bertakwa karena output sistem sekuler tidak menjadikan ketakwaan sebagai pondasi moral. Ironisnya, negara kehilangan kendali karena seluruh rantai sektor pangan (dari hulu hingga hilir) telah dikuasai oleh kepentingan korporasi besar dan orientasi bisnis semata.

Negara hanya menguasai kurang dari 10 persen pasokan pangan nasional, sehingga tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap korporasi. Ketergantungan ini berimbas besar pada lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi, serta semakin menyingkirkan peran negara dalam menjamin ketersediaan dan keadilan distribusi pangan bagi rakyat.

Dalam Islam, penguasa atau pemimpin berperan sebagai pelindung (junnah), dia akan melindungi dan menjamin atas ketersediaan pangan terutama beras kepada rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah ï·º bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
Imam (penguasa) adalah raa’in (penggembala/pelayan) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia pimpin” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini menunjukan bahwa jabatan dalam Islam adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah ï·». Sehingga seharusnya seorang pemimpin memiliki sikap tunduk dan takut kepada Allah ï·».

Dalam sistem saat ini keadilan susah didapat, sedangkan dalam Islam, keadilan sangat mudah didapat, karena didukung oleh tiga pilar, yang pertama adalah ketakwaan Individu, kedua kontrol masyarakat yang aktif dalam mengoreksi penguasa dan yang ketiga negara menegakkan aturan Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan, serta didukung oleh sanksi yang tegas dan menjerakan.

Islam juga mewajibkan negara untuk terlibat langsung dalam urusan pangan. Tidak sekadar menjamin ketersediaan pasokan, Islam mengatur agar negara mengelola seluruh mata rantai produksi hingga distribusinya. Urusan penting seperti pangan tidak boleh diserahkan kepada korporasi atau pihak swasta yang hanya mengejar keuntungan.

Oleh karena itu sudah saatnya kita meninggalkan sistem Kapitalisme saat ini dan mengganti dengan sistem yang di ridhoi oleh Allah ï·» yakni Islam kaffah.

Posting Komentar

0 Komentar