
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai wajah baru pendidikan Islam. Kurikulum ini merupakan bentuk pengayaan terhadap kurikulum yang sudah ada. Dalam narasi resminya, KBC disebut lebih humanis, inklusif, dan spiritual.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut KBC sebagai langkah transformasi besar dalam ekosistem pendidikan nasional. Kurikulum ini hadir sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan, praktik pendidikan agama yang selama ini dinilai terlalu menekankan aspek doktrinal dan rutinitas, serta tumbuhnya sikap intoleransi. Karena itu, menurutnya, pendidikan Islam perlu dikembalikan ke fitrahnya, yakni menumbuhkan cinta sebagai nilai dasar.
Uji coba kurikulum ini rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025/2026.
Sekilas, Kurikulum Berbasis Cinta ini tampak menawarkan gagasan yang menarik dan bernilai positif. Namun, di baliknya tersimpan bahaya laten yang mengancam akidah dan jati diri generasi Muslim. Salah satunya adalah agenda deradikalisasi sejak usia dini, dengan segala bentuk dan caranya. Kurikulum ini juga secara halus membentuk pola pikir yang mengajarkan generasi Muslim untuk bersikap keras kepada saudara seimannya dan justru lembut terhadap non-Muslim.
Muslim yang berusaha menerapkan syariat Islam secara kaffah akan dilabeli sebagai radikal dan ekstremis, bahkan dimusuhi dan dipersekusi. Sebaliknya, non-Muslim diperlakukan dengan sangat hormat, penuh kelembutan, dan santun.
Tampak jelas bahwa kurikulum ini berasaskan sekularisme, karena menjauhkan generasi dari aturan agama dan menjadikan akal sebagai tolok ukur dalam menentukan segala sesuatu.
Padahal, dalam pandangan Islam, sekularisme adalah ide yang salah dan batil. Islam menetapkan bahwa kurikulum pendidikan harus berbasis pada akidah Islam, karena akidah adalah asas kehidupan setiap Muslim, termasuk asas negara dalam sistem Islam. Negara memiliki kewajiban untuk menjaga akidah rakyatnya dari segala bentuk penyimpangan.
Terlebih lagi, pendidikan adalah sektor strategis yang menentukan masa depan umat. Jika akidah umat kuat, mereka akan tunduk dan taat secara sempurna kepada seluruh syariat Allah ï·». Ketaatan inilah yang akan mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia, baik di ranah individu, masyarakat, maupun negara.
Oleh karena itu, aturan Islam harus diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini hanya dapat terwujud melalui sebuah institusi politik yang menjalankan Islam secara menyeluruh, yakni negara Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
0 Komentar