
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Bu Risma, selamat ya, ibu di angkat menjadi Menteri Sosial. Itu artinya, Ibu akan mengemban amanah yang lebih besar lagi. Ibu akan menghadapi masalah se Indonesia, bukan cuma se Kota Surabaya.
Ingat Bu, Jakarta itu kejam. Ada yang bilang jahatnya ibu tiri tak sejahat ibukota. Bu Risma akan menghadapi beragam orang dengan berbagai karakter se Indonesia, yang tumpah ruah di ibukota.
Saran saya, kalau sudah di Jakarta jangan baperan. Di Jakarta, semua harus dihadapi sendiri, tak bisa 'wadul' ke kanan atau ke kiri. Politik di Jakarta lebih 'sadis', hati-hati saja bukan hanya terhadap lawan politik tetapi juga mitra se partai. Sebab, politik itu hanya bersaudara dengan kepentingan, bukan persahabatan.
Bu Risma, nanti kalau sudah di Jakarta jangan 'nangis' lagi ya. Meskipun dunia ini panggung sandiwara, tapi Jakarta itu sandiwaranya lebih sadis. Meleng sedikit, bisa berbahaya.
Lagipula, orang Jakarta tak berselera dengan sinteron tangisan ala Tersanjung. Jakarta suka film action. Siapkan saja baju karate dari Surabaya.
Kementrian sosial itu mewariskan legacy korupsi di era Presiden Jokowi. Idrus Marham dan Juliari Peter Batubara, diangkut KPK saat jabatannya Mensos. Orang bilang, kementrian sosial itu lahan gemuk, maka banyak lemak. Kalo tidak hati hati kena stroke.
Idrus dulu kena kasus korupsi saat menjabat Mensos, Juliari Peter Batubara juga sama. Bahkan, Peter lebih parah. Kader PDIP yang juga kolega Anda ini, korupsi dana sosial rakyat saat musibah pandemi. Kejam bukan?
Sudah Bu, meski kejam, di Jakarta tak boleh nangis lagi. Nanti akan dianggap air mata buaya. Hasto Kristiyanto saat menangis untuk bupati Anas, itu juga dianggap air mata buaya saja.
Saya tidak titip pesan apapun, terkait amanah Bu Risma. Cuma satu saja, di Jakarta, saat melayani seluruh rakyat Indonesia, tolong jangan nangis lagi. hadapi semua masalah dengan tegar, setegar foto Anda saat mengatur lalulintas atau menangani keruwetan macet di Surabaya.
Indonesia butuh pelayanan, bukan tangisan. Rakyat sudah terlalu banyak ditipu pejabat, bahkan dana sosial mereka juga disantap pejabat.
Jakarta tak butuh air mata, jika butuh cukup air mata rakyat yang menderita karena salah urus pemimpinnya. Para pejabat, tak usah ikut ikutan nangis. Tangisan itu sungguh sangat menyebalkan. [].
0 Komentar