NATION STATE ATAU KHILAFAH STATE?


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Ada kekeliruan fatal jika menganggap konsepsi negara kebangsaan (Nation State) sebagai bentuk akhir dari konsepsi bernegara yang ideal. Jika ditinjau dari sejarah, konsepsi nation state justru merupakan bentuk konsep bernegara yang paling mundur.

Dahulu, sebelum ada konsep negara bangsa, dunia justru diatur dengan konsepsi negara global yang diemban oleh dua imperium besar : Romawi dan Persia. Saat Islam datang, Islam juga tidak mengadopsi konsepsi nation state, tetapi negara Islam global yang wilayahnya disatukan dengan akidah Islam.

Daulah Islam yang pertama dibangun Rasulullah Saw, dilanjutkan para Khalifah setelah beliau, juga tidak mengadopsi konsepsi nation state. Melainkan, Negara Islam global yang wilayahnya meliputi hampir dua pertiga dunia.

Adapun konsepsi nation state, itu berdiri pada dua ciri utama. Pertama, diikat dengan ikatan kebangsaan. kedua, memiliki wilayah perbatasan teritorial yang fixd.

Sementara, daulah Islam yang dibangun Rasulullah Saw dan diteruskan para sahabat, termasuk dua inperium dunia sebelum datangnya Islam ketika itu (Romawi dan Persia), tidak mengadopsi konsepsi nation state. Daulah Khilafah diikat dengan ikatan akidah Islam dan Wilayah negaranya sangat luas dan meliputi banyak suku bangsa.

Kecenderungan ditinggalkannya konsepsi nation state dewasa ini, secara substansi dapat kita saksikan pada fakta bersatunya Eropa menjadi Uni Eropa. Meski memiliki wilayah dan negara sendiri, Uni Eropa -dalam pengertian tertentu- telah menghilangkan hambatan dan batasan interaksi karena faktor nation state, dan berusaha meleburkan diri menjadi satu kesatuan masyarakat Eropa.

Jadi, aneh jika Umat Islam tidak mau dipersatukan dengan akidah Islam dan dalam satu naungan institusi negara Islam global yakni Khilafah, padahal Eropa sendiri telah mulai melakukan penghapusan batasan-batasan nation state. Apalagi, di era teknologi informasi dan transportasi yang kian canggih, batasan-batasan teritorial berdasarkan konsepsi nation state menjadi imaginer, tak ada realitasnya di alam nyata. Hari ini orang bisa berinteraksi dengan siapapun didunia ini tanpa memperhatikan lagi batasan-batasan teritorial.

Karena itu janji akan kembalinya Daulah Khilafah ala Minhajin Nubuwah juga sejalan dengan trend perkembangan zaman. Yakni, menyatunya dunia dan mengglobalnya interaksi yang tak dapat lagi diwadahi melalui ide dan konsepsi nation state.

Bagi umat Islam, akidahnya akan meyakini bersatunya Umat Islam dalam satu naungan Daulah Khilafah adalah keniscayaan. Tinggal, umat Islam mengambil posisi memperjuangkan kabar ini dengan mengambil bagian penuh sebagai pejuang Islam yang berorientasi pada penegakan syariat Islam melalui institusi Khilafah. Sementara, berjuang melalui demokrasi dan tujuan kekuasaan dalam demokrasi akan menggelincirkan Umat Islam.

Eksperimen petualang politisi Islam melalui sistem Demokrasi juga tak pernah mengantarkan Islam berkuasa, kecuali hanya menjadikan para politisi berkuasa. Saat berkuasa, mereka juga lupa pada visi perjuangan Islam dan kadang juga ikut rusak seiring rusaknya para penguasa dalam sistem demokrasi. Nyaris tak ada bedanya, politisi Islam dan sekuler dalam sistem demokrasi. akhirnya, semuanya juga terinfeksi virus korupsi.

Intinya, perjuangan menegakkan Khilafah bukan soal mimpi yang diperkenankan siapapun tidur dan mendapatkannya dalam lelapnya dengkuran. Tetapi, justru mendorong umat Islam segera terjaga, berjuang menegakkan khilafah, dan segera mencampakkan demokrasi yang hanya menjanjikan mimpi. [].

Posting Komentar

0 Komentar