KERACUNAN BERULANG, APAKAH MBG MENJADI SOLUSI?


Oleh: Fatimah
Pegiat Literasi

Lagi dan lagi, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menelan korban, murid maupun guru mengalami keracunan makanan setelah mengonsumsi MBG. Ini menunjukkan berbagai kelalaian yang terjadi di balik program Makan Bergizi Gratis yang telah dijalankan akhir-akhir ini.

Fakta mengatakan, keracunan MBG kembali terjadi di berbagai daerah, antara lain di Kabupaten Lebong, Bengkulu sebanyak 427 anak, Lampung Timur sebanyak 20 anak, dan di SMP 3 Berbah Sleman sebanyak 135 siswa, dan masih banyak lagi.

Adapun di Sragen, sekitar 365 pelajar dan guru di sejumlah sekolah di Kecamatan Gemolong mengalami mual, muntah, pusing, diare, dan demam. Mereka diduga mengalami keracunan usai menyantap makanan MBG. Hasil laboratorium yang disampaikan Pemkab Sragen menunjukkan bahwa sanitasi lingkungan tersebut menjadi permasalahan utama.

Sebagai salah satu contoh bagaimana kelalaian yang terjadi pada program MBG ini, terlihat di Kabupaten Sleman. Tepatnya pada hari Kamis (28/08/25), ditemukan bahwa MBG di SMPN 3 Berbah mengalami jeda antara selesai memasak dan dikonsumsi. Menu MBG baru dikonsumsi 5,5 jam setelah makanan selesai dimasak. Jeda yang cukup panjang ini diduga memunculkan potensi perubahan kandungan dalam makanan sehingga bersifat racun. Padahal seharusnya negara harus bisa memperketat pengawasan terhadap berjalannya program MBG ini, dengan SOP yang jelas.

Seperti yang kita semua tahu, program MBG ini adalah hasil dari kampanye presiden untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil di Indonesia. Program ini resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025 dengan harapan dapat menjadi solusi dan berperan aktif untuk mewujudkan anak-anak yang mempunyai gizi tinggi dan bisa menjadi generasi emas. Tetapi setelah semua yang terjadi di tengah-tengah kita saat ini, apakah MBG bisa menjadi solusi?

Setelah terjadi keracunan berulang dari program MBG ini, menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakseriusan negara serta tidak bertanggung jawabnya negara atas kesehatan rakyat, terutama anak-anak yang terdampak akibat kelalaian dalam menyikapi hal ini. Entah itu lalai dalam hal pemilihan bahan baku makanan, sampai dengan tidak memperketat pengawasan terhadap penyaluran dana, yang dampaknya bisa membahayakan nyawa anak-anak.

Dengan adanya fakta yang bisa kita lihat dengan jelas, menunjukkan bahwa program MBG bukanlah solusi atas semua masalah yang terjadi. Program seperti ini malah hanya melahirkan masalah baru yang berkelanjutan. Kualitas generasi, jika dilihat dari sisi nutrisi dan gizi, sebenarnya bukan masalah program makan bergizi gratisnya, melainkan masalah kemiskinan yang menghalangi terbentuknya generasi sehat dan kuat. Oleh karena itu, masalah utama yang harus dituntaskan adalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang terjadi akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme.

Hadirnya generasi berkualitas tentu menjadi syarat utama membangun peradaban manusia yang unggul. Jika kita berkaca pada kacamata Islam, negara mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menyikapi masalah kesehatan rakyat, bukan hanya kesehatan, tetapi dalam seluruh hal yang menyangkut kepentingan hidup rakyatnya.

Dalam Islam, setiap individu rakyat berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya untuk orang miskin. Negara bertanggung jawab penuh dalam mempermudah rakyat mendapatkan akses makanan bergizi, seperti harga pangan yang terjangkau dan distribusi pangan yang merata ke seluruh wilayah, sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di salah satu wilayah.

Oleh karena itu, negara Khilafah akan memperhatikan setiap kebijakan agar hak dan kebutuhan generasi benar-benar terjamin.

Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah oleh Khilafah, stunting bisa diatasi secara serius dan sistematis karena ditinjau dari berbagai aspek. Tidak seperti keberadaan program MBG yang sekadar "mengenyangkan" pada satu aspek saja, itu pun diwarnai berbagai polemik di sana-sini.

Wallahu a'lam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar