PARA PENCARI PANGGUNG POLITIK, ABSEN PADA KEZALIMAN, IKUT BERSORAK ATAS KEMENANGAN


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Terlepas belum maksimal, terlepas banyak hal yang masih wajib dituntut dari rezim ini, namun pengumuman pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021, adalah bentuk kekalahan telak rezim pada kaum 'pemberisik', kaum penentang kezaliman, kaum 'cerewet', kaum 'bawel' baik dari tokoh, ulama, cendekiawan, akademisi, praktisi, Hinga Netizen biasa. Ribut-ribut di sosial media, ternyata tak bisa dianggap remeh.

Benar bahwa statement politik Jokowi wajib dikawal, benar bahwa perlu diwaspadai ada legalisasi ulang dalam keheningan, dan wajib waspada karena banyaknya pernyataan Presiden yang ingkar, tetapi sekali lagi pengumuman pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021, adalah bentuk kekalahan telak rezim pada kaum 'pemberisik', kaum penentang kezaliman. Dalam konteks itulah, publik wajib menaruh perhatian besar pada dakwah via sosmed, amar ma'ruf nahi Munkar via sosmed.

Adapun, pihak-pihak yang berusaha mencari 'Gain Politik' melalui proses pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021, yang bertindak sok pahlawan, seolah-olah mereka berperan dan perlu diapresiasi atas pencabutan ini, cukuplah untuk dikesampingkan. Mereka ini, kaum bisu pada kezaliman, dan berusaha mencari panggung atas kemenangan dakwah.

Siapa saja mereka itu?

Pertama, orang yang mendeklarasikan diri 'mendadak kaget', seolah sebelumnya tak tahu apa-apa, dan kemudian mencari ikhtiar dibalik nomenklatur 'pertemuan empat mata', padahal sebelumnya dia bungkam pada rencana legalisasi miras yang menghebohkan publik se-tanah air. Siapakah yang bisa mempercayai, suatu ikhtiar dibalik nomenklatur 'pertemuan empat mata' sementara dua mata yang diajak bertemu terkenal dusta dan khianat? Siapa yang bisa membuktikan 'pertemuan empat mata', benar-benar terjadi, padahal tidak ada saksi diantara keduanya?

Sikap seperti ini, yang mendadak kaget, mendadak heboh, berusaha mengklaim pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 sebagai hasil ikhtiar 'pertemuan empat matanya' tidak lebih hanyalah ingin cari panggung, ingin mengklaim kemenangan ribut ribut sosial media sebagai hasil jerih payahnya.

Kedua, orang yang mendadak tampil dalam kapasitasnya sebagai ahli hukum tata negara, dan memberikan masukan bahwa Perpres No. 10 Tahun 2021 harus ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Perpres baru. Tak perlu menjadi ahli hukum tata negara, merevisi Perpres baik sebagian atau keseluruhannya itu hanyalah terjadi oleh dua sebab : pertama, perintah putusan pengadilan. Kedua, revisi dari pejabat publik yang mengeluarkan Perpres.

Karena itu, statement Jokowi tentang pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 barulah kehendak politik, statement politik, bukan produk hukum. Tindaklanjutnya, Presiden wajib menerbitkan Perpres tentang Perubahan Perpres No. 10 Tahun 2021 yang dalam materi muatannya telah dikeluarkan lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021.

Sebenarnya, orang ini seharusnya juga bicara tentang penolakan legalisasi miras pada saat belum ada pengumuman pencabutan lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 dalam perspektif hukum ketatanegaraan. Setali tiga uang dengan orang yang pertama, orang model kedua ini dapat dikategorikan ingin merasa memiliki andil kemenangan ribut ribut sosial media sebagai hasil jerih payahnya melalui analisis hukum penerbitan Perpres baru untuk merevisi Perpres No. 10 Tahun 2021.

Ketiga, dan ini yang paling norak, yakni pihak-pihak yang meminta bersyukur dan berterima kasih pada Jokowi, karena mencabut Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021. Ini benar-benar cebong tulen, entah orang biasa atau mengklaim sebagai ustadz, orang-orang model ketiga ini cebong tulen.

Darimana logikanya harus berterima kasih pada Jokowi, wong sebelumnya dia yang melegalisasi miras? Produk yang dibatalkan Jokowi itu Perpres, produk Presiden bukan UU produk DPR. Darimana alasannya, publik wajib berterima kasih kepada Jokowi?

Kalau yang dibatalkan UU Omnibus Law, yang merupakan produk DPR, kemudian dibatalkan Presiden melalui penerbitan Perppu, barulah masuk akal bertemaksih kepada Presiden. Itupun, tak perlu heboh karena UU Cipta Kerja juga awalnya usulan Presiden.

Pencabutan Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 juga dilakukan bukan karena keinsyafan Presiden, tapi karena desakan publik. Kalau tak ada ribut ribut sosial media, niscaya Perpres legalisasi miras ini lanjut.

Karena itu, tiga model orang diatas patutlah diwaspadai, pernyataannya tak perlu diapresiasi, karena selama ini ketiganya bungkam pada rencana legalisasi miras. Tiga model orang ini, akan selalu nimbrung pada setiap ikhtiar perlawanan pada kezaliman dengan mode diam saat berjuang, ikut bersuara ketika menang. [].

Posting Komentar

0 Komentar