
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Bismillah,
Saya dapat merasakan suasana kebatinan Partai Demokrat secara umum, kemarahan dan rasa direndahkan, keinginan kader untuk melawan, dan tentu saja 'Rasa Yang Menghinggapi Kalbu' seorang AHY Ketum Partai Demokrat, lebih khusus lagi apa yang dirasakan oleh seorang SBY. Saya kira, semua yang terjadi tidak dalam konteks yang membuat Demokrat Terkejut. Rencana Kudeta Partai Demokrat ini telah lama tercium, telah lama pula dilawan.
Saya juga sama, berharap rencana itu batal. Rencana kudeta partai yang belum pernah terjadi sepanjang Republik ini berdiri. Tapi perlu diingat, penguasa saat ini wajahnya saja yang merakyat. Tapi hatinya, berdarah dingin yang siap untuk 'memenggal leher' siapapun dengan mimik muka masih tersenyum.
Jangankan Partai Demokrat, nyawa rakyat saja tidak dianggap. Jadi, saya kira bukan merupakan aib, cela, atau sesuatu yang menghilangkan kehormatan. Bagi mereka, kekuasaan adalah segalanya.
Dan sekarang...
Narasi tuduhan kudeta Partai Demokrat yang sebelumnya dibantah KSP Moeldoko, ditelan mentah, diuntal malang. Jadi, ini bukan soal tak ada etika atau norma, inian sich soal bagaimana berkuasa, baik dengan mencarinya atau mempertahankannya.
Dulu, mungkin Partai Demokrat berharap KSP Moeldoko mundur. Atau Presiden Jokowi memecatnya. Ternyata? KSP Moeldoko justru maju, melumat apa yang dahulu pernah dibantahnya, dan secara terbuka mengambil alih Tahta Partai Demokrat.
Pak SBY,
Mohon maaf ini bukan soal AD AR Partai Demokrat baik tentang keabsahan KLB atau legalitas perubahan AD ART. Ini An sich soal cara praktis mengambil alih Partai Demokrat dengan mendompleng Kekuasaan. Bahkan, saya ingin tegaskan Kekuasaanlah yang ada di balik kudeta Partai Demokrat.
Soal AD ART, Keabsahan KLB, keabsahan perubahan AD ART itu domain pengadilan. Sementara kekuasaan, melalui wewenang Beshicking mampu mengeluarkan SK Pengesahan bagi Kepengurusan PD-KLB pimpinan KSP Moeldoko. Dan Pak SBY juga tahu, sifat dari Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat langsung dieksekusi, meskipun kelak PD-SBY menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Bagaimana jika SK itu dikeluarkan menjelang Pemilu ? Bagaimana, jika saat ini KSP Moeldoko beserta pengurus PD-KLB bergerilya membentuk Pengurus ditingkat Wilayah, Daerah dan Cabang se Indonesia ? Bagaimana, SK PD-KLB disahkan sebulan sebelum pendaftaran Partai Peserta Pemilu 2024, bagaimana dengan nasib PD-SBY?
Saat itu, KPU hanya menerima pendaftaran Partai Peserta Pemilu yang mendapat legalitas dari Kemenkumhan. Dan itu, direncanakan diberikan kepada PD-KLB Pimpinan KSP Moeldoko. Saat itu, PD-SBY bisa protes, bisa menggugat ke PTUN, tapi SK Kemenkumham untuk PD-KLB efektif berlaku sebelum ada putusan pengadilan yang membatalkan. Padahal, putusan itu harus berkekuatan hukum tetap (kasasi).
PD-SBY akan kehilangan momentum ikut Pemilu dan Pilpres, dan hanya akan sibuk dengan proses pengadilan yang kalaupun menang tidak lagi relevan. Karena proses sudah kadung jalan jauh, dan Menkumham beserta KSP Moeldoko dapat menyiapkan manuver baru untuk mendapatkan SK pengesahan baru untuk mempertahankan posisi, untuk menegasikan keputusan pengadilan.
Pak SBY,
Yang paling menyedihkan, saat proses gugatan, saat Pemilu sudah didepan mata, PD-KLB akan menawarkan kepada seluruh kader Anda untuk berhimpun di PD-KLB dengan kompensasi bisa ikut nyaleg, ikut Pemilu, ikut menikmati kue kekuasaan. Akankah kader PD-SBY pada situasi itu akan tetap loyal? Atau akan bersikap Pragmatis, bedol deso ke kubu PD-KLB dan melanjutkan menikmati suksesi dan kue kekuasaan?
Saya kira, seluruh kader Demokrat berhimpun di Partai Demokrat untuk tujuan kekuasaan. Bukan untuk 'Pejah nderek Pak SBY'. Pilihan bedol deso itu sangat realistis, dan Pak SBY tidak bisa menghalangi, kecuali mampu memberikan garansi melalui PD-SBY kader tetap bisa nyaleg dan berkuasa.
Tidak ada pilihan lain Pak SBY,
Anda harus Full Power melawan. Ini bukan soal Partai Demokrat, ini juga Soal Reputasi Pribadi Anda dan nasib kelangsungan Generasi Anda (AHY). Saat ini pilihannya Anda hanya bisa berkoalisi dengan Rakyat, bukan dengan Partai Politik.
Lihatlah,
Tak ada satupun Partai Politik yang berempati, dengan mengunggah keprihatinan apalagi kecaman terhadap kelakuan KSP Moeldoko. Padahal, seluruh Partai juga berpotensi dikudeta dengan model yang sama.
Tinggal rakyat, yang bisa Anda ajak koalisi. Dengan syarat, Anda juga ikut bersuara membela masalah rakyat. Jika Anda, mengajak melawan hanya dalam isu Partai Demokrat, sudah pasti rakyat enggan bersama Anda karena perlawanan itu bisa disimpulkan untuk dan atas nama kepentingan Partai Demokrat saja, bukan untuk Rakyat.
Saat ini, saya terbuka menjembatani perlawanan, asal Demokrat juga habis-habisan melawan dan membela semua isu yang berkaitan dengan hajat rakyat. Sudah tak ada waktu, menyesali masa lalu, dimana Anda pernah mengangkat KSP Moeldoko menjadi Panglima TNI. [].

0 Komentar