KASUS VINA VIRAL, BENARKAH HUKUM TUMPUL?


Oleh: Desi Anggraeni
Penulis Lepas

Ku tahu rumus dunia
Semua harus berpisah
Tetapi kumohon
Tangguhkan, tangguhkanlah

Bukan aku mengingkari
Apa yang harus terjadi
Tetapi kumohon
Kuatkan, kuatkanlah

Ketika lagu dari penyanyi dangdut Roma Irama ini diputar, kemungkinan besar hati ibu dan keluarga Vina ikut larut dalam kesedihan. Mengingat Vina sudah tidak lagi bersama mereka. Kesedihan mereka tidak sekedar luka karena kehilangan, tetapi hati tersayat atas penyebab hilangnya nyawa Vina.

Sungguh tragis nasib Vina. Gadis 16 tahun asal Cirebon ini menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan oleh sejumlah anggota geng motor 2016 silam. Kini, kasusnya kembali mencuat dan viral setelah kisahnya diangkat ke layar lebar dengan judul, Vina: Sebelum 7 Hari.

Film yang sedang ramai dibicarakan publik ini, merupakan kisah nyata dari tragedi melayangnya nyawa Vina beserta kekasihnya yang bernama Muhammad Rizky atau Eky. Jasad keduanya ditemukan tergeletak di jalan layang di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pada 27 Agustus 2016, pukul 22.00 WIB.

Pada awalnya, polisi mengira sejoli itu korban kecelakaan lalu lintas. Tetapi, banyak luka mencurigakan di tubuh kedua korban. Hingga terungkap bahwa keduanya merupakan korban kebengisan geng motor yang sudah direncanakan. Mereka berjumlah 11 orang, 8 di antaranya sudah ditangkap dan dipidana. Sedangkan 3 pelaku lagi masih buron. Termasuk Egy yang disinyalir menyukai Vina. (tempo.co, Jum'at, 17/5/2024).


Sekuler-Kapitalis Biang Segala Masalah

Kasus penganiayaan disertai pembunuhan, bukanlah perkara baru di negri ini. Tetapi, kasus-kasus yang terus saja berulang tanpa bisa diredam. Dengan motif yang beragam, berita semacam ini masih saja berseliweran di layar kaca. Mirisnya, pembunuhan terjadi seringkali dipicu oleh masalah sepele. Seperti pada kasus di atas, terdengar santer bahwa motif dari tindak kejahatan tersebut disebabkan sakit hati. Cinta dari salah satu pelaku ditolak dan tersinggung sebab diludahi oleh korban.

Pada era hari ini, siapa saja sangat berpotensi menjadi pelaku kejahatan. Dunia kriminal pernah datang dari berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. Ironisnya, para pelaku tega membunuh korbannya sekalipun masih ada hubungan darah ataupun orang dekat. Seolah nyawa tidak ada harganya sama sekali.

Dengan maraknya kasus kekerasan disertai pembunuhan, membuktikan bahwa sesungguhnya payung hukum yang berlaku di sistem kapitalisme hari ini tidak mampu melindungi nyawa manusia. Serta tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan kejahatan yang ada.

Pemerintah sebenarnya telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada masyarakat dan memberi saksi pada pelaku kejahatan dan banyak penjara yang disediakan di setiap wilayah. Seperti pada kasus Vina, dilansir dari laman tempo, bahwa tujuh pelaku dijatuhi pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana dan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak terbukti dilakukan oleh para terdakwa dengan hukuman penjara seumur hidup pada 26 Mei 2017 dengan ketua Majelis Hakim, Suharso. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut mereka dengan hukuman mati. Sedangkan satu pelaku lainnya dituntut delapan tahun. Dan tiga pelaku lainnya masih buron hingga sekarang.

Namun realitasnya, tindak kejahatan kriminal bukannya berkurang malah semakin menjadi-jadi. Seolah menghilangkan nyawa manusia adalah hal lumrah. Mirisnya lagi, banyak kasus kekejian dilakukan oleh mereka yang dekat dengan si korban.

Hari ini, di manapun manusia berada, tidak lepas dari kemungkinan dirinya menjadi korban kejahatan seseorang. Keamanan benar-benar menjadi barang langka. Masyarakat tentu berharap mata rantai seluruh kejahatan bisa terputus. Namun, harapan itu seperti isapan jempol belaka. Mengapa demikian?

Sebab, landasan demokrasi yang dipakai negeri ini, mengacu pada asas kebebasan atau liberal. Siapapun bisa berbuat sesuai keinginannya. Ia juga bebas bersuara atau mengeluarkan pendapat sesuai kata hati dan pikirannya. Ia pun bebas menentukan seberapa banyak harta kepemilikannya. Seseorang juga bebas beragama atau berpindah agama sesuka hati. Dengan kata lain, negeri ini telah menganut akidah sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya diberi hak mengatur pernikahan, salat, zakat, haji dan kematian. Di luar itu, agama dilarang ikut campur.

Indonesia berpenduduk mayoritas muslim. Tetapi, belum bisa disebut sebagai negara muslim. Sebab, negeri ini mengadopsi aturan dari Barat untuk menjalankan roda pemerintahan. Di mana dalam sistem Barat, tidak ada standar jelas tentang halal haram, baik buruk, ataupun benar salah. Selama perbuatan itu membawa manfaat dan kepuasan, maka akan dilakukan tanpa peduli aturan agama ataupun akibatnya.

Bisa kita perhatikan, berapa banyak kasus-kasus kejahatan tidak menemukan titik terang meski ada aturan yang berlaku. Manakala pemerintahan berada di lingkaran oligarki, maka akan tersandung hak asasi manusia (HAM). Hukum menjadi tak bernyali, mandul, dan tumpul. Akibatnya, manusia makin berani melakukan tindak kriminal dan mengabaikan norma-norma yang berlaku. Sehingga, kasus semakin menumpuk bahkan banyak kasus yang hilang dari permukaan alias kasus ditutup. Belum lagi pemberian remisi bagi napi di hari-hari besar atau pada momen-momen tertentu. Jelas ini menciderai rasa keadilan bagi keluarga korban.


Islam Mencegah Terjadinya Kejahatan

Penyelesaian kasus kejahatan masih lemah dan hanya sebatas solusi pragmatis. Tidak sampai menyentuh pada akar masalah yang sebenarnya. Berbeda dengan aturan Islam yang mampu mencegah terjadinya kejahatan dan menuntaskan dengan memberi efek jera pada pelaku juga pada masyarakat umum.

Rakyat dalam naungan Islam, akan dididik berdasarkan akidah Islam. Tsaqofah Islam akan berpengaruh pada pola pikir dan pola sikapnya. Sehingga segala perbuatan, orientasinya akan jauh hingga akhirat. Tindak tanduknya akan dipikirkan terlebih dahulu tentang boleh tidaknya dalam agama, berpahala atau berdosa, apakah merugikan dirinya atau orang lain.

Kemiskinan juga sering kali menjadi pemicu terjadinya tindak kriminal. Dalam hal ini, Islam sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Penguasa dalam Islam, akan berusaha menstabilkan harga pasar agar harga terjangkau dan membuka lapangan pekerjaan yang diperuntukkan untuk kepala keluarga agar dalam keluarga bisa berperan maksimal sesuai tugas masing-masing. Sehingga rakyat tidak akan mengalami himpitan ekonomi yang menyulitkannya bernafas bebas.

Peran masyarakat juga sangat diperlukan untuk memberi contoh baik dan bersedia saling mengingatkan. Dengan adanya banyak figur baik di lingkungan masyarakat dan menjalankan amar makruf nahi mungkar, bisa dipastikan akan menekan angka kejahatan atau bahkan menghilangkannya. Hal ini tentu tidak lepas dari adanya pengurusan negara di dalamnya.


Sanksi Menghilangkan Nyawa Dalam Islam

Islam sangat melindungi nyawa manusia. Tidak diperkenankan siapapun membunuh tanpa hak.

"Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim tanpa hak." (HR. Tirmidzi dan Nasai)

Dari hadits di atas, sangat jelas bahwa Allah ï·» sangat menghargai nyawa manusia. Pelaku berdosa besar dan Allah sangat murka padanya. Sedangkan dalam surat An-Nisa ayat 93, Allah ï·» mengancam kepada pelaku pembunuhan berencana atau dengan sengaja, akan kekal di dalam neraka.

"Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahanam. Ia akan kekal di dalamnya. Allah sangat murka kepadanya, mengutuknya, serta memberi azab yang besar."

Adapun sanksi bagi pelaku pembunuhan dalam Islam akan dijatuhi hukuman qishas. Sesuai dengan firman Allah ï·» dalam surat Al-Baqarah ayat 178 yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan mereka yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita."

Sanksi qishas merupakan tuntutan hukuman mati atas pembunuhan karena permintaan keluarga korban. Tetapi, jika keluarga korban mengampuni perbuatan pelaku dan tidak dilakukan qishas, maka bisa menggantinya dengan tuntutan diyat atau ganti rugi. Rasulullah ï·º telah menentukan diyat berupa 100 ekor unta, 40 di antaranya dalam keadaan bunting. Betapa adilnya hukuman dalam Islam. Dengan sanksi semacam itu, tentu akan memberi efek jera bagi pelaku dan calon pelaku baru. Bagi keluarga korban yang kehilangan anggota keluarganya, rasa keadilannya akan terpuaskan dengan hukuman seperti itu kepada pelaku.

Persoalannya sekarang, siapa yang akan menjalankan sanksi qhisas? Apakah bisa diterapkan pada sistem demokrasi hari ini? Demokrasi tidak akan mampu menjalankan hukum Allah semisal qishas karena terganjal HAM dan sarat akan kepentingan lainnya.

Satu-satunya harapan yang bisa memberlakukan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan, hanya Daulah Islam atau Khilafah. Sebab, di dalamnya akan ditegakkan syariat Islam di seluruh aspek, termasuk aspek hukum. Hukumannya tidak hanya memberi rasa keadilan, tetapi memutus mata rantai seluruh kejahatan. Negara dalam Islam juga akan memberikan rasa aman, menjaga akidah umat, dan mengontrol lingkungan agar terbebas dari tindak kejahatan.

Pemimpin dalam Islam sangat memperhatikan keadaan masyarakatnya. Dalam hadist riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah ï·º bersabda:

"Sesungguhnya imam adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan berlaku adil, baginya pahala dan apabila ia memerintahkan yang selainnya, maka ia harus bertanggungjawab atasnya."

Di tangan negaralah kehormatan, nyawa, harta serta keturunan akan terjaga dan terlindungi dari berbagai kejahatan. Harapan ini hanya akan terwujud apabila Islam diterapkan sampai pada level negara.

Jika aturan Islam diterapkan dalam kehidupan, maka akan mampu memberikan solusi tuntas dan komprehensif dalam mengatasi segala problematika hidup yang ada. Penyelesaiannya tidak pragmatis dan parsial. Tetapi menyeluruh secara totalitas. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam bersatu untuk merealisasikan tegaknya kembali Daulah Islamiyah.

Wallahu'alam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar