MEMBANDINGKAN PARPOL SAAT INI DAN PARPOL DALAM PANDANGAN ISLAM


Oleh: Al-Fatih
Kaffah Media

Setelah Pilpres 2024, persaingan partai politik di Indonesia masih berlanjut, kali ini dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung pada November. Sebanyak 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota akan menyelenggarakan Pilkada. Parpol yang semula saling bersaing kini membentuk koalisi demi memenangkan jabatan kepala daerah. Bahkan, ada calon tunggal di 42 daerah karena koalisi besar yang terbentuk.

Dalam situasi ini, umat perlu bertanya: Apakah partai-partai politik ini benar-benar memperjuangkan kepentingan umat, atau hanya mencari kekuasaan?


Kepentingan Parpol

Dalam sistem demokrasi, parpol berperan memilih wakil rakyat dan calon pemimpin untuk dipilih masyarakat. Namun, sering kali mereka malah membuat kebijakan yang merugikan rakyat. Parpol lebih memperjuangkan kepentingan kelompok mereka dan para pemilik modal.

Contoh kebijakan yang merugikan rakyat adalah pengesahan UU Cipta Kerja yang merugikan buruh dan petani, serta UU Minerba yang menguntungkan pengusaha besar. Di sisi lain, rancangan undang-undang penting seperti RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi tidak kunjung disahkan.

Parpol hanya membutuhkan suara rakyat saat pemilu, namun setelah mereka terpilih, rakyat sering kali diabaikan.


Parpol Oportunis

Banyak parpol yang mudah berubah sikap dan tak konsisten dalam perjuangan. Mereka bisa mendukung penolakan pemimpin non-Muslim di satu Pilkada, namun di Pilkada lain justru berkoalisi dengan parpol pendukung calon non-Muslim. Perubahan sikap ini hanya menunjukkan bahwa mereka lebih mementingkan kekuasaan daripada memperjuangkan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung.

Sistem demokrasi membuat parpol Islam takut memperjuangkan Islam secara penuh, khawatir ditinggalkan pemilih atau dianggap radikal.


Dikuasai Oligarki

Sistem demokrasi yang membutuhkan biaya besar membuat parpol bergantung pada dukungan finansial dari para kapitalis. Menurut KPK, biaya Pilkada untuk tingkat gubernur bisa mencapai Rp 60-100 miliar. Akibatnya, banyak calon kepala daerah yang didanai oleh cukong politik, sehingga setelah terpilih, mereka harus melayani kepentingan para penyumbang dana, bukan rakyat.

Ini menyebabkan kekuasaan di Indonesia lebih berpihak pada oligarki dan kapitalis asing daripada rakyat. Banyak kebijakan yang dihasilkan hanya menguntungkan para pengusaha besar, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan.

Tragisnya, banyak kepala daerah dan anggota DPR/DPRD yang terjerat kasus korupsi karena mahalnya biaya politik. Meski sudah terbukti banyak masalah, para pemimpin politik masih saja mengklaim bahwa semua yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan bangsa.


Parpol dalam Islam

Islam mengajarkan bahwa partai politik harus didirikan untuk menyerukan kebaikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Hal ini merupakan kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Berdasarkan Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 104, parpol Islam harus bergerak berdasarkan aqidah Islam dengan dua fungsi utama: mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Politik dalam Islam berarti mengatur urusan umat sesuai dengan hukum-hukum Islam. Parpol Islam harus berperan memastikan urusan umat diatur berdasarkan syariah. Mereka juga harus membongkar kebatilan ideologi selain Islam dan memperingatkan umat tentang ancaman dari negara-negara adidaya yang mengincar kekayaan dan kedaulatan negeri kaum Muslim.

Aktivitas dakwah ini harus dilakukan terus-menerus oleh parpol Islam agar umat semakin sadar dan bergerak menuntut penegakan kehidupan Islam melalui penerapan syariah dalam naungan pemerintahan Islam (Khilafah).

Gerakan parpol Islam pastilah berat dan juga akan mengalami banyak rintangan sebagaimana pesan Nabi ï·º:

Akan datang suatu zaman di mana orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti menggenggam bara api (HR at-Tirmidzi).

Saat ini umat membutuhkan parpol Islam sejati yang konsisten memperjuangkan Islam dan mengutamakan kepentingan umat bukan parpol berbalut demokrasi.

Posting Komentar

0 Komentar