KECURANGAN SAAT UTBK: SISTEM PENDIDIKAN GAGAL MENCETAK GENERASI EMAS


Oleh: Suryani, S.AP
Penulis Lepas

Kecurangan dalam pelaksanaan UTBK tengah menjadi perhatian publik. Hal ini membuktikan bahwa kejujuran akademik saat ini masih menjadi problem di dunia pendidikan Indonesia. Dalam 2 hari pertama ujian, panitia menemukan total ada 14 kasus kecurangan yang dilakukan oleh peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Sedangkan terkait isu soal bocor di sosial media, panitia SNPMB menegaskan bahwa hal tersebut bukan kebocoran melainkan ulah peserta yang merekam soal saat ujian sesi pertama.

Panitia SNPMB juga memastikan bahwa setiap sesi memiliki soal yang berbeda, meskipun dilaksanakan pada hari yang sama. Berbagai modus dilakukan oleh peserta UTBK diantaranya seperti menyembunyikan kamera kecil dibehel gigi, kuku, ikat pinggang, atau kancing baju yang tidak terdeteksi metal detektor. Panitia menegaskan bahwa kasus ini sedang dalam proses verifikasi dan investigasi lebih lanjut dengan melibatkan berbagai pihak guna menjaga integritas seleksi nasional.

Ketua umum penanggung jawab SNPMB, Prof Eduart Wolok mengatakan jika dilihat dari total peserta yang hadir pada sesi 1 hingga 4 yaitu sebesar 196.328 ada temuan kecurangan sebanyak 0,0071 persen kasus. (kompas.com, 25/2025). Berdasarkan temuan kasus yang ada sangatlah kecil, namun kecurangan sekecil apapun tidaklah bisa ditolerir. Pasalnya orang-orang akan beranggapan tindakan semacam ini hal yang biasa apabila dilakukan. Dalam hal ini Panitia SNPMB menyatakan kekecewaannya dan mengecam kecurangan tersebut karena dianggap mencederai nilai keadilan dan kejujuran dalam integritas pada seleksi nasional.

Dadan Wardana, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merilis laporan survey penilaian integritas (SPI) pendidikan 2024. Laporan tersebut bertajuk indeks integritas pendidikan 2024. Dalam survey tersebut KPK menelusuri tingkat kejujuran akademik pelajar di sekolah dan di kampus. KPK menemukan bahwa masih banyak kasus menyontek dan ketidakjujuran akademik oleh pelajar yang terlibat dalam survey. Ditemukan sekitar 78% sekolah dan 98% kampus. (detik.com, 25/04/ 2025)

Survey dari KPK memperkuat kondisi ini, dimana banyak siswa dan mahasiswa mengakui pernah melakukan kecurangan seperti menyontek. Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan hari ini gagal mencetak generasi yang jujur, bertakwa dan berkepribadian mulia. Berbagai cara dihalalkan demi mendapatkan nilai bagus saat ujian agar bisa masuk ke universitas impian. Hal ini tentu tidak terlepas dari sistem pendidikan hari ini yang cenderung materialistis dan sekuler. Sehingga menghasilkan mental generasi yang hanya fokus pada capaian materi dan nilai ujian, bukan pada halal dan haram atau ridho Allah ï·».

Inilah output sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Materi agama Islam pada kurikulum pendidikan sekuler hanya memiliki porsi yang sedikit. Itupun berjalan sesuai arus moderasi pendidikan. Materi Islam yang disampaikan sering kali tidak membekas apalagi diamalkan sebab materi tersebut hanyalah sebagai hafalan untuk mengerjakan ujian agar dapat nilai bagus. Hal ini terjadi akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Maka dari itu butuh perubahan sistemik agar tidak ada lagi praktik kecurangan dalam pendidikan.

Islam memiliki pandangan yang paripurna. Dalam Islam, standar keberhasilan sesorang adalah karena takwa dan keridhoan Allah ï·» serta kepatuhan terhadap syariat bukan mengejar materi. Dalam Islam, aqidah Islam dijadikan sebagai dasar pendidikan, sedangkan tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah mencetak pelajar berkepribadian Islam serta mantap dalam penguasaan ilmu dan keterampilan. Sejak dini pelajar telah ditanamkan nilai amanah dan kejujuran,. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan adil untuk menjaga integritas masyarakat agar bisa mencegah tindakan kecurangan.

Negara Islam atau Khilafah membangun masyarakat dengan aqidah yang kokoh dimana standar. benar dan salah sepenuhnya bersumber dari wahyu Allah ï·» bukan dari akal manusia atau manfaat semata. Jadi tidak heran dalam naungan khilafah Islamiyyah, sistem pendidikan Islam berhasil mencetak generasi unggul, berakhlak mulia, terikat pada hukum Allah juga menguasai teknologi dan menjadikannya alat untuk meinggikan kalimat Allah ï·». Bukan sebaliknya melakukan kecurangan dengan memanfaatkan teknologi untuk mencapai nilai dan materi, karena hal itu adalah tindakan menyalahgunakan fungsi dari teknologi. Sebab teknologi itu ibarat pisau bermat. Akan bermanfaat jika berada pada orang yang takwa dan akan membawa mudharat pada orang yang nafsunya dunia semata.

Dengan kepribadian Islam yang kokoh dan kurikulum yang berlandaskan aqidah Islam maka teknologi akan dimanfaatkan sebaik mungkin sesui dengan tuntunan Allah ï·» sehingga mendukung terwujudnya generasi yang jujur dan amanah. Peradaban Islam yang mulia telah terbukti nyata melahirkan banyak sekali para ilmuwan yang berkontribusi besar dalam kebangkitan peradaban dunia, peradaban Islam yang mulia yang mampu berdiri kokoh selama 13 abad lamanya.

Wallahu a'lam bi ash shawab.

Posting Komentar

0 Komentar