
Oleh: Umi Kultsum
Aktivis Dakwah
Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan janji kampanye Presiden Prabowo kepada rakyat Indonesia guna mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak dan ibu hamil. Dengan begitu, pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Akan tetapi, belum lama program ini direalisasikan, terdapat laporan bahwa ada sekitar 365 pelajar dan guru di sejumlah sekolah di Kecamatan Gemolong, Sragen, mengalami mual, muntah, demam, pusing, dan diare. Mereka ditengarai mengalami keracunan usai menyantap makanan MBG. Menu yang mereka makan berupa nasi kuning, telur dadar, tempe orek, dan susu. Dari ratusan korban, 11 di antaranya sempat dilarikan ke UGD RSUD Gemalang dan enam di antaranya hingga rawat inap (RRI, 26/8/2025).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Hariyanto menyatakan bahwa hasil laboratorium terkait kejadian keracunan disebabkan oleh buruknya sanitasi dan higienitas di lokasi. Oleh karena itu, akan segera dilakukan inovasi dan perbaikan terhadap fasilitas di SPPG Gemalang.
Terjadinya keracunan berulang akibat MBG tidak boleh disepelekan. Bahkan, hal ini adalah bentuk kelalaian dan ketidakseriusan pemerintah terhadap rakyat, khususnya dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG. Seharusnya, pemerintah bisa lebih serius dan hati-hati dalam penyelenggaraannya karena nyawa siswa dapat terancam.
Program MBG juga bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah. Jika kita tarik ulur ke belakang, akar persoalan ini adalah tidak terpenuhinya gizi pada pertumbuhan anak, karena ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan yang layak.
Melambungnya harga pangan membuat rakyat sudah tidak lagi berpikir untuk makan makanan bergizi, yang terpenting mengisi perut dengan makanan yang ada. Sebab, uang mereka habis ditukar untuk membeli berbagai kebutuhan. Hanya orang-orang yang cukup secara finansial yang mampu memenuhi gizinya.
Oleh karena itu, tidak ada gunanya lagi percaya kepada janji pemerintah. Rakyat menunggu untuk dipenuhi, sedangkan pemerintah bagaikan kura-kura tuli yang lupa terhadap ucapannya.
Seperti itulah jika sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis sekuler, para penguasa hanya mencari manfaat belaka dari kebijakan-kebijakan yang ada, dan berupaya memisahkan agama dari kehidupan dengan meninggalkan peran pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam menetapkan negara sebagai raa'in (penjaga umat). Ia bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Negara Islam menjamin keadaan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pastinya, masyarakat dapat dengan mudah dan murah memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Dengan kesempurnaan sistem Islam, berhasil mencegah terjadinya stunting dan malnutrisi pada anak dan ibu hamil.
0 Komentar