DAMPAK FATHERLESS BAGI ANAK


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Data survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) Maret 2024 menyebutkan bahwa 15,9 juta anak berusia kurang dari 18 tahun berpotensi fatherless, di antaranya 4,4 juta tidak tinggal bersama ayah, sedangkan 11,5 juta ada ayah tapi sibuk bekerja. Padahal, peran ayah sangat penting dalam pembentukan generasi di masa depan. (Kompas, 10/10/2025)

Dalam mengasuh anak, perlu peran kedua orang tua. Jika salah satu tidak hadir, hal ini akan memberikan dampak pada anak. Menurut psikolog, akan muncul anak yang kurang percaya diri, mudah emosi atau mental yang labil, sulit berinteraksi sosial, berpotensi kenakalan remaja, dan motivasi akademik yang rendah.

Generasi yang tumbuh tanpa sosok ayah bukanlah fenomena yang terjadi secara kebetulan, melainkan akibat dari sistem kapitalisme sekuler. Dalam kondisi ekonomi yang semakin menekan, banyak ayah yang terpaksa bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibatnya, ketidakhadiran mereka sebagai figur ayah yang mendidik pun semakin nyata, sehingga memperburuk kondisi generasi yang tumbuh tanpa bimbingan ayah.

Padahal, pengasuhan anak membutuhkan kehadiran emosional, teladan moral, dan interaksi sehari-hari yang membangun kelekatan antara anak dan ayah. Sungguh berat kondisi hari ini bagi seorang ayah, karena fatherless lahir dari sistem hidup kapitalistik. Peran ayah tersita waktunya untuk memenuhi kebutuhan nafkah, sehingga waktu untuk bersama anak sangat minim, bahkan kurang. Ditambah hilangnya qawwam dalam diri ayah, baik sebagai pemberi nafkah maupun pemberi rasa aman bagi anak.

Dalam Islam, ayah dan ibu sama-sama memiliki fungsi penting. Ayah sebagai pemberi nafkah dan teladan dalam pendidikan anak, seperti kisah Luqman dalam mendidik putranya, yang diabadikan Allah dalam Al-Qur'an.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Al-Luqman:13)

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًۭا عَلَىٰ وَهْنٍۢ وَفِصَـٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku kembalimu. (QS. Al-Luqman:14)

Ibu juga memiliki peran penting dalam hal mengasuh, menyusui, mendidik, dan mengatur rumah tangga. Negara akan memberikan perhatian dan dukungan peran ayah dengan membuka lapangan kerja dengan upah yang layak, serta memberikan jaminan kehidupan, sehingga ayah bisa memiliki waktu yang cukup bersama anak. Sistem perwalian dalam Islam akan menjamin setiap anak akan tetap memiliki figur ayah.

Fatherless bisa hilang selama di tengah-tengah masyarakat diterapkan sistem Islam, yang akan mengkondisikan keseimbangan peran ayah dan ibu sesuai fitrah penciptaannya, sehingga generasi masa depan akan menjadi tonggak perjuangan menyongsong kemenangan peradaban Islam yang akan memimpin dunia.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًۭا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًۭا
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa:65)

Posting Komentar

0 Komentar