KEBANGKITAN ISLAM DI PESANTREN


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Dalam acara pembukaan Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) tingkat nasional dan internasional, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa MQK dapat menjadi anak tangga pertama menuju kembalinya The Golden Age of Islamic Civilization (zaman keemasan peradaban Islam). Menurutnya, hal ini dapat dimulai dari pesantren sebagai benteng terkuat pendidikan dan keislaman di Indonesia.

Karena itu, pesantren perlu mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum, sebab di situlah kunci lahirnya insan kamil, manusia paripurna. Untuk menuju The Golden Age of Islamic Civilization, langkah ini bisa dimulai dari Indonesia selama pesantren mampu mempertahankan lima unsur sejatinya: masjid, kiai, santri, kemampuan membaca kitab turats, serta menjaga kebiasaan dan tradisi pesantren.

Sekilas, penetapan tema besar Hari Santri 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia,” tampak memberi harapan. Namun, dalam realitas kehidupan yang dikuasai oleh sekularisme liberal saat ini, arah penetapan tema tersebut perlu dicermati dengan kacamata syariat.

Ada indikasi upaya pengokohan sekularisme di lingkungan pesantren dengan mendistorsi posisi strategis pesantren sebagai pusat pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam. Fokus santri pun mulai dialihkan dengan menjadikan mereka sebagai duta budaya dan motor kemandirian ekonomi, peran yang justru kontraproduktif dengan posisi strategis mereka sebagai warosatul anbiya (pewaris nabi).

Lebih jauh, muncul pula upaya membelokkan arah perjuangan santri menjadi agen perdamaian dan perubahan sosial versi sekularisme, serta mengarahkan mereka sebagai duta Islam moderat, yang sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam.

Padahal, mewujudkan kembali peradaban Islam merupakan kewajiban setiap mukmin, bukan hanya tugas pesantren. Apalagi jika hal itu hanya berhenti pada tataran narasi atau seruan semata.

Untuk membangun peradaban Islam, dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul, dimulai dengan membina umat agar memiliki akidah yang kokoh serta kepribadian Islam yang kuat. Upaya ini harus didukung oleh masyarakat yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, dan oleh negara yang menegakkan hukum Allah ﷻ serta aktif mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Pesantren hanyalah salah satu komponen penting dalam mewujudkan kembali peradaban Islam. Namun, perjuangan ini menuntut adanya dakwah politik Islam yang terarah menuju terwujudnya peradaban Islam yang hakiki. Sebab, peradaban Islam sejati hanya dapat diwujudkan melalui sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyyah.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra‘d: 11)

Posting Komentar

0 Komentar