
Oleh: Irohima
Penulis Lepas
Kehadiran berbagai platform media sosial yang semakin ramai memanjakan kita dengan fitur-fitur menarik yang memudahkan berbagi, menggali informasi, hingga berinteraksi. Namun, terkadang kita malah lupa untuk bersosialisasi di kehidupan nyata. Ironisnya, meskipun aktif di media sosial, kita bisa merasa tidak bahagia dan kesepian. Inilah yang dikenal sebagai fenomena Lonely In The Crowd, aktif di dunia maya, tapi minim interaksi sosial di dunia nyata, yang akhirnya menumbuhkan rasa sepi dan hampa.
Sebuah riset yang dilakukan oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang berjudul Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual. Riset yang menggunakan metode kualitatif untuk menggali pengalaman para pengguna TikTok ini menemukan keterkaitan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan rasa kesepian, insecure, bahkan masalah kesehatan mental.
Teori Hiperrealistis, representasi digital kerap dianggap lebih 'nyata' daripada realitas itu sendiri, hingga emosi yang dibentuk media dapat mempengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang. Riset ini berhasil lolos seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025 dan didanai oleh Kemendikbudristek (Detik, 18/09/2025).
Media sosial adalah platform digital yang memfasilitasi para penggunanya untuk saling berbagi konten berupa video, tulisan, foto, dan lain sebagainya. Media sosial juga merupakan sarana untuk bersosialisasi secara daring tanpa dibatasi ruang dan waktu. Konsep dan awal bentuk media sosial mulai muncul pada akhir abad ke-20. Dimulai dari Bulletin Board System di tahun 1970-1980an yang menggunakan komputer dan modem, lalu Usenet, Prodigy, dan Compuserve hingga muncul Friendster pada tahun 2002 yang amat populer kala itu. Saat ini, era Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok tengah menguasai dunia maya.
Berinteraksi di media sosial memang menyenangkan, tetapi berbagai risiko yang ditimbulkan juga harus kita perhatikan. Fakta menyebutkan bahwa bermain media sosial bisa menyebabkan kecanduan, gangguan kesehatan mental (stres, kecemasan, depresi), penurunan interaksi tatap muka, penyebaran hoaks, privasi yang tidak aman, perbandingan sosial yang bisa menimbulkan rasa insecure (rendah diri), serta standar hidup yang tidak realistis. Meskipun bisa terhubung secara luas dalam media sosial, tetap saja kebutuhan akan koneksi nyata yang mendalam tak dapat tergantikan oleh interaksi daring yang dangkal.
Tak bisa disangkal, masyarakat di era digital saat ini banyak yang terkena fenomena Lonely in the Crowd, terutama Gen Z. Betapa industri kapitalisme telah membuat arus di media sosial yang menimbulkan dampak buruk seperti sikap asosial dan perasaan kesepian. Karena dalam keseharian lebih sibuk menggulir layar ponsel, masyarakat menjadi sulit bergaul di dunia nyata, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, bahkan pola hubungan di antara keluarga juga semakin jauh.
Interaksi di media sosial yang hanya terbatas pada ‘like’ dan komentar singkat tidak memberikan kedalaman emosional seperti percakapan secara tatap muka, melihat postingan orang lain yang menunjukkan kehidupan sosial dan acara yang menyenangkan bahkan terkadang flexing membuat kita merasa terasing dan kesepian jika tidak disertakan. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan merugikan dan menjadikan generasi sebagai korban digital.
Kemajuan teknologi, terutama dalam bidang digital, sebenarnya bukanlah sesuatu yang buruk. Di era sekarang, internet dan aktivitas di media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, bahkan seringkali menjadi kebutuhan. Namun, seperti pisau bermata dua, teknologi, khususnya media sosial, memiliki dampak yang bisa menguntungkan namun juga bisa merusak, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya.
Sayangnya, di bawah pengaruh kapitalisme, yang sering kali mengejar keuntungan tanpa memperhatikan dampaknya, media sosial justru sering disalahgunakan. Alih-alih menjadi alat untuk memudahkan komunikasi, berbagi informasi, atau bahkan berdakwah untuk menyebarkan kebaikan, media sosial sering digunakan untuk membuat konten yang tidak bermanfaat, kampanye gaya hidup hedonis, menyebarkan ideologi liberal sekuler, hingga aktivitas kejahatan seperti penipuan, judi online, pinjaman online (pinjol), dan sebagainya.
Semua ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi, yang sering kali mengarahkan tujuan hidup manusia ke arah yang merugikan banyak orang. Sistem kapitalisme yang masih ada saat ini justru mendorong tumbuhnya platform media sosial yang dipenuhi dengan konten-konten dari pemikiran sekuler liberal. Mengingat sebagian besar pengguna media sosial adalah generasi muda, wajar jika timbul kekhawatiran bahwa mereka akan terpengaruh oleh hal-hal negatif yang bisa memengaruhi cara mereka berpikir.
Media sosial merupakan produk hasil dari kemajuan teknologi. Dalam Islam, teknologi dibolehkan untuk dimanfaatkan dalam kebaikan untuk kemaslahatan umat. Sebenarnya, media sosial dapat bermanfaat dalam banyak hal asal digunakan dengan bijak dan masih dalam koridor syariat. Jika Islam selalu dipakai sebagai paradigma, maka apa pun teknologi yang dipakai akan memberikan dampak yang positif.
Negara dalam Islam juga akan berperan penting dalam pengendalian pemanfaatan produk digital, negara akan memberikan dukungan dalam bidang pendidikan dan finansial demi tercapainya kemaslahatan bagi umat manusia. Selain memberi dukungan, negara juga akan mendorong para ahli dan cendekiawan untuk menciptakan teknologi ataupun platform media sosial yang mengedukasi seluruh lapisan masyarakat, serta akan menutup akses bagi konten-konten nirfaidah dan konten-konten berbau maksiat yang berkeliaran di medsos.
Para pelaku dalam produksi dan distribusi konten-konten yang berpotensi merusak generasi akan ditindak tegas. Media sosial dalam Islam benar-benar akan digunakan untuk menyebarkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar serta menebar kebaikan.
Islam adalah satu-satunya solusi mengatasi seluruh persoalan kehidupan, termasuk mengatasi kasus Lonely in the Crowd. Dengan Islam, menggunakan media sosial tak akan lagi khawatir akan dirundung kesepian dan kejenuhan, namun akan selalu diliputi kebahagiaan karena telah menebar kebaikan yang bermanfaat bagi banyak orang.
Wallahu a'lam bishshawab.
0 Komentar