POTRET BURAM KAPITALISME, TEKANAN EKONOMI BERUJUNG BUNUH DIRI


Oleh: Sani Sun1453
Aktivis Remaja

Awal September lalu, media sosial dihebohkan dengan kabar yang sangat memilukan, yakni seorang ibu dan dua anak laki-lakinya yang ditemukan tewas diduga bunuh diri. Korban adalah EN (34 tahun), AA (9 tahun), dan AAP (11 bulan). Jasad ketiganya ditemukan di kamar kontrakan di Kampung Cae, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. (JPNN, 05/09/2025)

Kasus bunuh diri dengan latar belakang ekonomi acapkali terjadi saat ini. Hal tersebut wajar saja, karena kita hidup di negara yang berlandaskan asas kapitalisme. Kebutuhan pokok rakyat semakin mahal, sementara penghasilan rakyat tetap, atau bahkan menurun. Pemerintah abai terhadap masyarakatnya. Rakyat dibiarkan bertarung dengan kerasnya beban hidup, ditambah harus membayar pajak yang semakin hari semakin melambung naik.

Pemerintah hanya bisa menuntut rakyat untuk membayar pajak, tanpa memberikan solusi pasti bagaimana ekonomi di negeri ini bisa membaik. Wajar saja jika solusi yang dipilih masyarakat sekarang adalah solusi instan. Yang terpenting bagaimana caranya mendapatkan uang dengan cara cepat, salah satunya berutang. Lebih parah lagi, masyarakat umumnya berutang ke aplikasi pinjaman online (pinjol) maupun bank mingguan yang jelas-jelas mengandung riba dan memberatkan.

Solusi semacam itu wajar saja jika diadopsi oleh masyarakat sekarang, karena dalam sistem kapitalis ditancapkan pemahaman untuk memisahkan agama dari kehidupan. Penerapan kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan dalam negeri ini menjadikan rakyat sengsara hingga mengganggu kesehatan mentalnya. Ketika sudah berada di titik jenuh hidupnya, mati dianggap sebagai solusi untuk mengakhiri penderitaan.

Dalam sistem kapitalis, masyarakat difokuskan pada pencapaian materi atau keuntungan semata tanpa mengikuti aturan agama. Inilah yang menjadi asas sistem batil, yakni memisahkan antara agama dengan kehidupan. Semua problematika kehidupan saat ini diselesaikan dengan dasar prinsip kapitalis. Tak heran jika rakyat tak kuat menanggung beban. Akhirnya, bunuh diri dianggap sebagai solusi dan menjadi jalan pintas. Di satu sisi, keimanan masyarakat lemah sehingga mereka tak mempunyai pegangan kuat dan jauh dari nilai spiritual.

Sejatinya, untuk mengakhiri semua problematika kehidupan ini, sudah saatnya kembali pada sistem Islam. Di mana Islam pernah berjaya selama 13 abad lamanya dan menguasai 2/3 dunia serta menjadi mercusuar peradaban. Dalam sistem Islam, kepala negara atau Khalifah bertanggung jawab atas seluruh masyarakat yang tergabung dalam negara/Daulah.

Khalifah tidak akan membiarkan masyarakatnya sengsara karena tekanan ekonomi. Sebab, khalifah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Khalifah juga akan mendorong atau memudahkan setiap rakyat dalam memenuhi kebutuhannya, baik primer, sekunder, bahkan tersier.

Daulah Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak mungkin bagi rakyatnya yang tidak mempunyai pekerjaan dan memberikan bekal atau modal, baik berupa ilmu, peralatan, maupun dana. Daulah juga akan mengupah semua pekerjaan sesuai dengan jasa dan usaha yang dikeluarkan.

Islam juga mengatur terkait kepemilikan. Dalam Islam, sistem kepemilikan dibagi menjadi tiga bagian, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Dalam setiap kepemilikan umum, seperti tambang minyak bumi dan batu bara, tidak boleh ada privatisasi oleh individu maupun kelompok, karena itu milik umum yang akan dikelola negara untuk kepentingan masyarakat secara luas. Hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, seperti akses kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum yang tidak berbayar.

Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, setiap malam beliau berkeliling untuk melihat bagaimana keadaan rakyatnya. Pada suatu malam saat sedang berkeliling di sebuah perkampungan, beliau mendengar suara tangisan anak kecil. Karena penasaran, beliau pun mengetok pintu dan menanyakan mengapa si anak menangis. Si ibu pun menceritakan bahwa anaknya kelaparan dan si ibu tidak mempunyai bahan makanan untuk dimasak. Mendengar itu, Umar bin Khattab segera mengambil gandum di Baitul Mal dan langsung membawanya sendiri tanpa bantuan siapa pun kepada si ibu. Begitulah gambaran pemimpin yang bertanggung jawab di dalam Daulah Islam.

Sedangkan untuk pajak, jelas jauh berbeda dengan pajak yang dipungut dalam sistem kapitalis saat ini. Di mana pajak dalam negara kapitalis merupakan sumber pendapatan utama, dipungut kepada seluruh rakyat, baik kaya maupun miskin. Hal itu jelas memberatkan rakyat yang sudah berat menanggung beban kehidupan.

Pajak dalam Islam disebut dharibah, hanya dipungut ketika kas negara dalam Baitul Mal kosong dan akan berhenti ketika sudah terpenuhi dan Baitul Mal sudah stabil. Dharibah hanya dibebankan kepada laki-laki Muslim yang kaya saja, itupun diambil dari harta sisa pemenuhan kebutuhan pokoknya. Dharibah juga bukan merupakan pendapatan Daulah, karena hanya dipungut dalam kondisi darurat saja. Dengan begitu, rakyat tidak akan terbebani dalam kehidupannya.

Begitulah Daulah Khilafah mengurus urusan rakyat dengan sangat detail demi menjamin kesejahteraan mereka. Sungguh, hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh di bawah naungan Daulah Khilafah yang aturannya berasal dari Sang Pencipta dan Sang Pengatur, akan tercapai keberkahan bagi seluruh umat manusia.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 7, Ayat 96)

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar