
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan ke PT Tinindo Internusa didampingi Menteri ESDM. Dalam kunjungan tersebut, Presiden mengungkapkan ada enam perusahaan smelter swasta yang melanggar hukum dan merugikan negara sebesar 300 triliun. Presiden meminta kepada Menteri ESDM untuk menertibkan tambang ilegal di kawasan hutan lindung dan tambang ilegal lainnya untuk mencegah kerusakan serta kerugian negara. Data jumlah tambang yang bermasalah dan ilegal mencapai ribuan.
Melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 14 Tahun 2025, pemerintah akan memberi izin kepada koperasi, UMKM, dan BUMD untuk mengelola tambang (termasuk sumur minyak) guna menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian daerah. Namun, peraturan ini menuai kritik, seperti yang disampaikan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), yang berpendapat bahwa koperasi diberikan hak mengelola meskipun tidak memiliki kapasitas, sehingga berisiko melibatkan pihak ketiga.
Banyak pengelolaan tambang yang merugikan negara selama ini dibiarkan begitu saja, karena swastanisasi tambang telah merampas hak kepemilikan umum dan melanggar syariat. Koperasi dan UMKM, yang tidak memiliki kapasitas untuk mengelola tambang, berisiko besar mencari pihak ketiga untuk mengelolanya. Hal ini bahkan bisa mengarah pada pengabaian standar kelayakan dasar, termasuk dampak kerusakan lingkungan.
Kesalahan dalam tata kelola tambang ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek daripada kesejahteraan rakyat. Dalam sistem ini, negara cenderung lepas tangan, baik dalam mengelola tambang maupun dalam menangani risiko kerusakan lingkungan. Akibatnya, banyak masalah seperti eksploitasi berlebihan dan kerusakan alam yang dibiarkan begitu saja, tanpa ada upaya serius untuk memperbaikinya.
Dalam Islam, tambang adalah kepemilikan umum. Rasulullah ﷺ bersabda:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالْكَلَإِ، وَالنَّارِ
“Manusia berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Syariat Islam melarang pengelolaan tambang yang diswastanisasi, karena dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam (SDA) adalah hak negara untuk kesejahteraan rakyat. Negara berperan sebagai pengurus yang bertanggung jawab memastikan bahwa SDA dikelola dengan adil dan sesuai dengan prinsip syariat, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau korporasi. Dengan demikian, pengelolaan tambang tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta yang hanya berorientasi pada keuntungan pribadi.
Sistem politik dan ekonomi Islam menjamin bahwa SDA dikelola berdasarkan syariat, dengan tujuan utama untuk memberikan keadilan bagi seluruh umat manusia. Dalam sistem ini, negara tidak hanya bertanggung jawab dalam mengelola SDA, tetapi juga mengawasi dan mengatur dampaknya terhadap lingkungan. Tambang besar harus dikelola oleh negara, sementara tambang kecil dapat dikelola oleh rakyat, namun tetap dalam pengawasan negara agar tidak menimbulkan kerusakan atau ketimpangan.
Dengan penerapan sistem ini, pemerataan ekonomi dan perputaran ekonomi yang adil dapat tercapai. Keadilan akan tercipta bagi seluruh rakyat tanpa meninggalkan ketimpangan sosial atau ekonomi. Sudah saatnya kita kembali kepada hukum Allah ﷻ dan menerapkannya dalam kehidupan kita, baik di level individu, masyarakat, maupun negara. Allah ﷻ berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha:124)
Referensi:
- https://www.tempo.co/politik/bahlil-colek-rosan-saat-prabowo-bicara-tambang-ilegal-dan-kerugian-rp-300-triliun-2077284
- https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/menteri-esdm-presiden-minta-tertibkan-kegiatan-pertambangan
- https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kebijakan-untuk-rakyat-pemerintah-pastikan-45-ribu-sumur-minyak-akan-dikelola-rakyat
- https://tirto.id/koperasi-umkm-urus-tambang-awas-risiko-lingkungan-tata-kelola-hjku
0 Komentar