MENJADIKAN PESANTREN SEBAGAI PELOPOR KEBANGKITAN ISLAM


Oleh: Salma Lisania
Penulis Lepas

Telah dilaksanakan acara Musabaqah Qira'atil Kutub Internasional (MQKI) 2025 yang berlangsung pada tanggal 1-7 Oktober 2025. Acara ini terdiri dari Musabaqah, Halaqah Ulama Internasional, Expo Kemandirian Pesantren, As'adiyah Bershalawat, Perkemahan Pramuka Santri Nusantara, Fajr Inspiration, Night Inspiration, dan Pesantren Hijau. Menteri Agama RI Nasaruddin Umar berharap acara ini bisa menjadi “anak tangga pertama” menuju kembali “The Golden Age of Islamic Civilization” (Zaman Keemasan Peradaban Islam), dan ini harus dimulai dari pesantren sebagai benteng paling kuat Indonesia.

Menag mencontohkan zaman keemasan peradaban Islam, yaitu yang pernah terjadi di Baghdad pada masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid. Zaman tersebut bisa tercapai karena adanya integrasi ilmu. Ulama pada masa itu tidak hanya mahir dalam kitab kuning (Ilmu Agama) saja, tetapi juga mahir dalam kitab putih (Ilmu Umum). Karena adanya integrasi dan “perkawinan” antara Iqra’ (kitab putih/Ilmu umum) dan Bismirabbik (kitab kuning/kitab turats), maka akan terlahir insan kamil. Selain itu, untuk menuju The Golden Age of Islamic Civilization, hal tersebut dapat dimulai dari Indonesia selama pesantren mempertahankan lima unsur sejatinya: masjid, kiai, santri, kuat membaca kitab turats, dan memelihara habit pesantren. (Kemenag, 02/10/2025)


Hanya Sebatas Harapan Semu

Penetapan tema besar Hari Santri 2025 "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia" sepintas memberikan harapan bagi perkembangan dunia pesantren. Namun, dalam kehidupan sekulerisme liberal seperti saat ini, arah penetapan tema tersebut butuh dicermati dengan kaca mata syariat. Karena jika tema ini tidak direalisasikan dengan cara yang telah diatur oleh syariat, maka tema ini hanya akan menjadi harapan semu.

Saat ini, ada upaya pengokohan sekulerisme di dunia pesantren, dengan mendistorsi posisi strategis pesantren. Yaitu dengan memposisikan pesantren sebagai pusat budaya dan kemandirian ekonomi alih-alih sebagai pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam. Mendistraksi fokus santri dengan memposisikannya sebagai duta budaya dan motor kemandirian ekonomi, yang jelas-jelas kontraproduktif dengan peran strategis santri sebagai calon warosatul anbiya, yaitu sebagai pewaris nabi yang bertugas untuk memelihara dan menyampaikan ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Sunnah.

Sangat jelas bahwa perkembangan pesantren saat ini tidak mengarah pada kebangkitan umat dan the golden age of Islamic civilization. Arah perjuangan santri juga dibelokkan menjadi agen perdamaian dan perubahan sosial versi sekulerisme, serta mengarahkan santri sebagai duta Islam moderat (wasathiyah) yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.

Moderasi beragama dalam penerapannya sangat bertentangan dengan Islam, mereka beranggapan semua agama sama, dan tidak boleh mengklaim agama Islam adalah agama yang benar. Menyebarkan paham toleransi beragama yang keliru, seperti ikut andil dalam perayaan agama lain, berkunjung ke tempat ibadah agama lain untuk bertukar pendapat, dan lain sebagainya. Upaya penyebaran paham di luar Islam sekarang sangat masif di lingkungan pesantren.


Mewujudkan Kembali Peradaban Islam

Mewujudkan kembali peradaban Islam adalah kewajiban atas setiap mukmin, bukan hanya sekadar narasi dan seruan semata. Hal itu berarti bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk membangun kepribadian yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan berkontribusi secara aktif untuk membangun peradaban Islam di berbagai aspek kehidupan. Seperti yang pernah dicapai di masa kejayaan Islam, tidak hanya ilmu agama yang berkembang, tetapi juga ilmu umum seperti sains, ekonomi, sosial.

Pentingnya kita meneliti bagaimana Islam membangun peradaban karena hal itu akan mengungkap fondasi (asas), tolok ukur amal (miqyas amal), konsep kebahagiaan (makna kebahagiaan), dan visi Islam bagi peradaban (gambaran peradaban). Hal ini bisa dipelajari melalui sumber-sumber ajaran Islam seperti al-Quran, sunnah, hadits, dll. Tentu saja dalam mempelajarinya kita perlu Islam kaffah (menyeluruh), bukan Islam perasmanan (hanya mengambil aturan yang menguntungkan).

Pesantren adalah salah satu komponen yang berperan penting dalam mewujudkan kembali peradaban Islam, namun dibutuhkan perjuangan dakwah politik Islam yang terarah sehingga hadirlah peradaban Islam yang hakiki. Institusi pesantren tidak hanya membentuk karakter dan moral santri saja, namun perlu perjuangan yang tidak terbatas pada ranah pendidikan agama saja, tetapi juga mencakup aspek sistem sosial dan politik.

The golden age tidak akan terwujud selama umat masih terikat pada sistem di luar Islam seperti sistem kapitalisme, sekulerisme, nasionalisme, dll. Sistem-sistem di luar Islam ini hanya akan menimbulkan perpecahan dan kerusakan, hal itu sudah terbukti pada saat ini. Oleh karena itu, mengembalikan tatanan kehidupan dengan aturan Allah ï·» perlu dilakukan, karena hanya sang Penciptalah yang tahu apa yang dibutuhkan oleh umat-Nya.

Dengan menegakkan khilafah, aturan-aturan yang telah Allah ï·» turunkan bisa diterapkan di seluruh sendi kehidupan, sehingga fungsi semula pesantren sebagai mercusuar peradaban dapat terpenuhi. Dalam sistem khilafah, pesantren adalah tempat lahirnya para ulama, ilmuwan, dan pemimpin umat yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam ideologi Islam.

Posting Komentar

0 Komentar