SAAT KAPITALISME MEMBATASI, ISLAM MENAWARKAN JALAN DISTRIBUSI


Oleh: Tazkiya Nur Kamila
Santriwati PPTQ Darul Bayan, Sumedang

Indonesia termasuk negara dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Bank Dunia mengungkapkan bahwa satu dari tujuh anak muda di Indonesia menganggur. Menurut data dari BPS, pengangguran banyak berasal dari lulusan SMA dan perguruan tinggi.

Untuk mengurangi angka pengangguran pada lulusan baru atau fresh graduate, pemerintah meluncurkan program magang berbayar yang dimulai pada tanggal 15 Oktober lalu. Tujuan program ini, di antaranya, adalah untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan keterampilan, dan menambah pengalaman kerja. Keuntungan dari program ini, para fresh graduate akan mendapatkan gaji sesuai UMP, pengalaman kerja, dan menjadi jembatan agar lebih mudah diserap oleh perusahaan.

Namun, bila dianalisis lebih lanjut, muncul pertanyaan: apa sebenarnya penyebab tingginya angka pengangguran di Indonesia? Dengan adanya program ini, bagaimana nasib pengangguran lain yang tidak termasuk dalam kategori kualifikasi pekerja?

Hampir seluruh negara di dunia saat ini menganut sistem ekonomi kapitalisme, di mana pemilik modal menjadi pemegang kekuasaan tertinggi. Sistem ini membuat manusia terus berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dan melahirkan sifat individualistis. Akibatnya, terjadi penimbunan harta yang menghambat perputaran ekonomi. Kekayaan hanya beredar di segelintir orang atau kelompok, dan akhirnya angka kemiskinan meningkat.

Lapangan pekerjaan menjadi sulit didapat, kesenjangan antara kaya dan miskin semakin jauh. Mustahil mengharapkan keadilan dari sistem kapitalis yang lahir dari akal manusia. Untuk memperbaiki aktivitas ekonomi yang melambat, dibutuhkan kebijakan politik yang mampu mendistribusikan harta secara adil kepada seluruh rakyat.

Sekitar seratus tahun lalu, pernah berdiri sebuah institusi yang memiliki politik ekonomi berfokus pada distribusi harta, yakni Negara Khilafah (lebih dikenal sebagai Kekaisaran Ottoman). Institusi ini menerapkan sistem ekonomi Islam, yang di dalamnya terdapat aturan kepemilikan yang dibagi menjadi tiga kelompok: milik individu, umum, dan negara. Dengan konsep ini, privatisasi sumber daya strategis dapat dicegah. Sumber daya seperti air, listrik, dan tambang dikelola negara untuk dikembalikan dalam bentuk pelayanan publik.

Distribusi harta dalam Islam adalah tujuan yang selalu melekat pada setiap kebijakan ekonomi. Islam juga melarang penimbunan harta dan mendorong agar setiap harta diputar melalui berbagai muamalah dan investasi riil. Negara Islam pun berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan, misalnya dengan mengelola tanah terlantar dan menyerahkannya kepada masyarakat yang mampu mengelolanya.

Karena sistem Islam bersumber dari Tuhan semesta alam, yaitu Allah ﷻ, sudah pasti penerapannya akan mendatangkan kesejahteraan dan keberkahan. Allah ﷻ berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 96:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96)

Untuk meraih kembali kehidupan yang sejahtera dan diridhai Allah, sudah saatnya kita kembali kepada aturan-Nya.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar