
Oleh: Zunairoh
Penulis Lepas
Sidak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akrab dipanggil KDM, menjadi sorotan publik saat mengunjungi pabrik Aqua di Subang pada 21 Oktober lalu. Pasalnya, KDM menemukan fakta bahwa sumber air yang digunakan ternyata berasal dari pengeboran sumur dalam. Artinya, air yang digunakan berasal dari bawah tanah, bukan dari mata air pegunungan seperti yang tercantum dalam iklannya.
Menurut Founder Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, dugaan penggunaan air sumur dalam pada air minum dalam kemasan (AMDK) merek Aqua berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum serius. Apabila produsen Aqua terbukti mengganti bahan baku air yang tidak sesuai dengan sampel yang diajukan ketika mengurus Izin Edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu, atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) saat ini, maka langkah hukum dapat diberlakukan. (Media Indonesia, 25/10/2025)
Pihak Aqua/Danone mengklarifikasi bahwa air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Air yang digunakan berasal dari akuifer dalam di kawasan pegunungan, bukan air permukaan atau air tanah dangkal. Akuifer dalam yang digunakan berasal dari kedalaman 60-140 meter. Air ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia. (Tempo, 24/10/2025)
Pakar hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Lambok M. Hutasoit, meluruskan bahwa air pegunungan yang digunakan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu bukanlah langsung dari mata air yang muncul di permukaan daerah pegunungan. Namun, air tersebut berada dalam sistem akuifer yang dihasilkan dari proses alami di pegunungan, yaitu hujan yang meresap ke dalam tanah, lalu mengalir ke sumber air dan diambil dari akuifer bawah tanah di pegunungan. (Media Indonesia, 23/10/2025)
KDM juga menyinggung keuntungan besar yang diperoleh perusahaan Aqua karena bahan bakunya gratis, tinggal diambil lalu dikemas. Belum lagi jika berbicara tentang bisnis air lainnya, misalnya perpipaan yang sumber airnya berasal dari sungai, waduk, danau, sumur bor, hingga mata air.
Pengambilan akuifer dalam secara besar-besaran (kapitalisasi air) menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan, antara lain penurunan muka air tanah, hilangnya mata air di sekitar, potensi amblesan tanah, pencemaran, dan kerusakan ekologis. Saat ini, Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) belum mampu menghentikan kapitalisasi air.
Hal ini merupakan praktik bisnis ala kapitalis yang meniscayakan manipulasi produk demi keuntungan perusahaan tanpa memperhatikan dampaknya. Selain itu, lemahnya regulasi terkait batas penggunaan SDA dalam sistem saat ini dapat memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam.
Berbeda dengan Islam, yang memiliki tata kelola air yang berpihak pada kemaslahatan umum di bawah tanggung jawab negara. Kepala negara bertanggung jawab dalam menyediakan air bagi masyarakat karena air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Air termasuk kategori kepemilikan umum karena merupakan kebutuhan vital masyarakat dan akan menyebabkan krisis jika hilang. Rasulullah ﷺ bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Air adalah milik publik yang tidak boleh dimiliki individu maupun korporasi. Air akan dikelola oleh negara dan hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Sumber air yang melimpah, sungai, laut, selat, teluk, dan danau, seluruhnya termasuk kepemilikan umum yang haram diprivatisasi dan dikomersialisasi. Pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh negara dengan pembiayaan dari Baitulmal. Pihak swasta tidak boleh terlibat, kecuali dalam urusan teknis, itu pun harus berada di bawah kendali negara.
Didukung oleh teknologi yang canggih, negara dengan mudah mendirikan industri air bersih perpipaan yang menjangkau seluruh pelosok negeri, atau mengemas air agar praktis dibawa ke mana-mana. Sehingga seluruh rakyat dapat menikmatinya secara gratis dan meminimalkan kerusakan alam. Kerusakan alam akan terus terjadi jika air terus dikapitalisasi. Saatnya, umat di seluruh dunia meninggalkan sistem kapitalis sekuler dan beralih ke sistem Islam yang mampu menjamin seluruh kebutuhan hidupnya, termasuk air.

0 Komentar