UNDANG UNDANG KDRT TIDAK MENYENTUH AKAR MASALAH


Oleh: Ela Laelasari
Muslimah Peduli Umat

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali mencuat. Kali ini terjadi di Malang, ketika pertengkaran suami-istri akibat persoalan ekonomi berakhir tragis. Sang suami tega menganiaya dan membakar istrinya hingga meninggal dunia. Peristiwa memilukan ini bukanlah yang pertama. Ia hanyalah satu dari sekian banyak kasus serupa yang terus berulang di tengah masyarakat.

Fenomena ini menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga. Padahal, keluarga seharusnya menjadi tempat teraman bagi setiap anggotanya, tempat bernaung, belajar, dan bertumbuh dalam nilai ketakwaan. Namun kenyataannya, banyak keluarga kini kehilangan fungsi dasarnya sebagai pusat pembinaan akhlak dan penanaman nilai agama.

Akar persoalannya tidak lepas dari pengaruh paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama seolah hanya diposisikan di tempat ibadah, bukan sebagai pedoman moral dalam keseharian. Akibatnya, banyak keluarga kehilangan arah dan kendali. Tanpa tuntunan agama, mereka mudah terjebak dalam kemarahan, ego, bahkan kekerasan, karena tak lagi tahu batas antara benar dan salah.

Pemerintah memang telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun, dua dekade setelah diberlakukan, kasus KDRT bukannya menurun, justru menunjukkan tren peningkatan. Ini menjadi bukti bahwa penanganan yang ada belum menyentuh akar masalah. Sanksi hukum yang lemah dan tidak memberi efek jera membuat undang-undang tersebut kehilangan daya cegah dan daya didik.

Islam memandang persoalan keluarga dengan cara yang jauh lebih mendasar. Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki seperangkat aturan yang menata seluruh aspek kehidupan, termasuk rumah tangga. Dalam pandangan Islam, keluarga adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anak, tempat menanamkan akidah, membentuk kepribadian, serta menumbuhkan ketakwaan.

Keluarga dalam Islam harus memiliki visi akhirat. Artinya, setiap tindakan di dalam rumah tangga selalu dikaitkan dengan tanggung jawab di hadapan Allah. Akidah Islam menjadi fondasi, sedangkan syariat menjadi panduan dalam bersikap dan berperilaku. Dari sinilah lahir keluarga yang beriman, berakhlak mulia, dan kokoh menghadapi ujian hidup.

Selain itu, Islam juga mewajibkan negara menyelenggarakan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam dibangun dengan kurikulum, metode, dan tujuan yang jelas, yaitu:
  • Kurikulum dan metode yang disusun berdasarkan akidah Islam.
  • Strategi pendidikan untuk membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami.
  • Tujuan pendidikan agar lahir pribadi berkepribadian Islam yang memahami ilmu kehidupan dengan benar.
  • Materi pendidikan diarahkan pada pembentukan akhlak sejak usia dini hingga balig.
  • Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab negara secara gratis, tanpa diskriminasi.

Melalui sistem pendidikan Islam yang utuh, mulai dari keluarga hingga pendidikan formal yang disiapkan oleh negara, akan lahir generasi bertakwa, berakhlak luhur, dan jauh dari perilaku menyimpang serta kekerasan.

Inilah bukti bahwa solusi hakiki terhadap maraknya KDRT bukan sekadar memperkuat hukum buatan manusia, tetapi dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah. Hanya dengan sistem Islam, ketenangan dan kemaslahatan sejati dapat terwujud bagi seluruh umat.

Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Posting Komentar

0 Komentar