
Oleh: Sayuti
Penulis Lepas
Pengangguran dan kemiskinan adalah masalah besar yang terjadi di negeri ini. Pemerintah berusaha mengatasinya dengan membuat program-program, di antaranya Program Magang Nasional dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kedua program ini sering dipromosikan untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah berargumen bahwa magang nasional dapat memberi pengalaman kerja bagi anak muda, sementara BLT membantu masyarakat miskin menghadapi tekanan ekonomi jangka pendek. Namun, kedua pendekatan ini hanya bersifat tambal sulam, bahkan tidak mampu mengatasi dua masalah besar tersebut.
Magang Nasional: Eksploitasi Terselubung
Dalam praktiknya, magang nasional kerap disalahgunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja murah. Kenapa? Karena banyak peserta magang tidak memperoleh upah yang layak, jaminan sosial, atau pelatihan yang sebenarnya untuk membekali mereka dalam dunia kerja. Jangankan menjadi batu loncatan menuju pekerjaan tetap, magang nasional justru bisa memperparah ketimpangan, memperkuat fleksibilitas tenaga kerja yang merugikan buruh muda, dan menggantikan pekerja tetap dengan status magang.
BLT adalah Bantuan Sementara
Meskipun BLT memang bisa memberi sedikit perpanjangan napas bagi masyarakat miskin, namun, karena sifatnya yang temporer dan tidak disertai transformasi ekonomi, program ini tidak menyentuh akar permasalahan. Ketimpangan penguasaan sumber daya, rendahnya akses terhadap lapangan kerja produktif, serta sistem ekonomi yang kapitalistik dan eksploitatif tetap tidak tersentuh. Sejatinya, BLT hanya memperpanjang penderitaan dengan memberi ilusi solusi, padahal faktor struktural yang menciptakan kemiskinan tetap dibiarkan.
Islam dan Solusi Ekonomi Sistemik
Jika negara kapitalis melakukan pendekatan pragmatis, Islam berbeda. Islam memandang ekonomi sebagai bagian dari sistem hidup yang terintegrasi. Dalam ekonomi Islam, hal yang paling penting adalah masalah distribusi kekayaan. Zakat, infak, sedekah, dan wakaf menjadi mekanisme konkret untuk mengalirkan harta dari yang kaya kepada yang membutuhkan, dengan cara terhormat dan sistemik, bukan sekadar bantuan sementara.
Bahkan Islam juga mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat: sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Negara bertindak sebagai pengelola dan pelindung, bukan sekadar regulator. Negara mengamankan dan mengelola aset-aset strategis seperti tambang, air, dan energi untuk kepentingan umum, bukan menyerahkannya kepada swasta, bahkan asing.
Praktik ribawi dan spekulatif yang mendistorsi ekonomi riil juga dilarang dalam Islam. Fokusnya adalah pada perdagangan yang adil, investasi yang produktif, dan kepemilikan yang jelas.
Penutup
BLT dan magang nasional hanyalah sebagian dari program tambal sulam, bukan solusi sejati bagi permasalahan ekonomi. Masyarakat sudah saatnya menyadari hal itu. Maka yang dibutuhkan adalah perubahan sistemik yang menyentuh akar permasalahan.
Islam, dengan sistem ekonomi yang adil dan menyeluruh, menawarkan alternatif yang layak dipertimbangkan. Sejarah juga telah membuktikan, penerapan sistem ekonomi Islam dan penerapan Islam secara kaffah mampu membangun ekonomi yang kuat, mandiri, dan menyejahterakan seluruh rakyat.

0 Komentar