MURID MEROKOK DI SEKOLAH: CERMIN KRISIS MORAL DAN PENDIDIKAN


Oleh: Winda Raya, S.Pd., Gr
Aktivis Muslimah

Mentari pagi memancar terang,
Burung berkicau di dahan jati.
Wibawa guru kini kian berkurang,
Karena disiplin disalaharti.

Pantun di atas seolah menjadi potret nyata dunia pendidikan kita hari ini. Wibawa guru yang dulu begitu dihormati, kini kian memudar di tengah perubahan zaman dan krisis moral yang melanda generasi muda. Banyak siswa tak lagi menaruh rasa segan kepada pendidiknya, bahkan berani melanggar aturan sekolah dengan perilaku yang mencerminkan lemahnya moral dan pengawasan.

Kasus yang melibatkan Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, bernama Dini Fitri, yang dikabarkan menampar seorang siswa karena merokok di area sekolah, akhirnya diselesaikan dengan cara damai. Pihak keluarga siswa telah mencabut laporan kepolisian terhadap Dini. Peristiwa ini berawal ketika Dini memergoki seorang siswa bernama Indra sedang merokok di belakang sekolah. Saat ditegur, Indra sempat mengelak dan mengaku tidak melakukannya. (Detik, 16/10/2025)

Sementara itu, sebuah foto viral menunjukkan siswa SMA di Makassar berinisial AS yang tampak santai merokok sambil menaruh kakinya di dekat gurunya, Ambo. Gambar tersebut cepat menyebar di media sosial dan memunculkan beragam reaksi publik. Kejadian ini tidak sekadar menggambarkan perilaku remaja yang nakal, melainkan memperlihatkan tantangan besar yang kini dihadapi para guru dalam mendidik generasi muda di era modern. (Detik, 14/10/2016)

Menurut laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 15 juta remaja berusia 13–15 tahun di seluruh dunia diketahui menggunakan rokok elektrik atau vape. WHO juga menyoroti bahwa kemungkinan remaja untuk mencoba atau menggunakan vape sembilan kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. (RRI, 07/10/2025)

Posisi guru di masa kini menjadi makin kompleks karena adanya batas yang kabur dalam penegakan disiplin serta menurunnya wibawa pendidik di mata siswa. Kondisi ini menggambarkan situasi di mana banyak pelajar merasa bebas bertindak tanpa mempertimbangkan etika, sementara para guru sering kali berada pada posisi sulit ketika berusaha menegakkan aturan.

Tak jarang, upaya guru untuk mendisiplinkan siswanya justru berujung pada laporan atau ancaman terhadap dirinya. Fenomena ini turut diperparah oleh sistem pendidikan yang cenderung liberal serta lemahnya peran negara dalam pengawasan moral generasi muda.

Akibatnya, banyak remaja menganggap merokok sebagai simbol kedewasaan, jati diri, dan kebanggaan agar terlihat keren. Apalagi, rokok sangat mudah didapat. Meski begitu, tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun dalam rangka menasehatinya tetap tidak bisa dibenarkan. Karena itu, dibutuhkan model pendidikan yang mampu menuntun remaja untuk mengenal jati dirinya, memahami nilai-nilai moral, dan memiliki arah hidup yang jelas.

Dalam sistem pendidikan modern saat ini, posisi guru sering kali berada pada situasi yang serba sulit. Di satu sisi, mereka dituntut menjadi figur pendidik yang mampu menanamkan nilai-nilai moral dan kedisiplinan, namun di sisi lain, tidak ada perlindungan hukum yang kuat bagi mereka ketika menghadapi perilaku siswa yang melanggar aturan.

Akibatnya, banyak guru merasa tertekan dan khawatir ketika berusaha menegakkan disiplin karena takut disalahartikan atau bahkan dilaporkan oleh orang tua siswa.

Dalam ajaran Islam, menegur kesalahan seseorang merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar, yaitu prinsip untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun, hal itu tentu harus dilakukan tanpa kekerasan fisik maupun verbal.

Guru idealnya menempuh jalan tabayun, yaitu mencari kejelasan dan memahami latar belakang mengapa seorang siswa berperilaku menyimpang, sehingga pendekatan yang diberikan menjadi lebih manusiawi dan mendidik.

Dalam pandangan Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia. Guru bukan hanya orang yang mentransfer ilmu, tetapi juga pembentuk kepribadian dan moralitas generasi muda. Ia berperan sebagai pilar utama peradaban yang bertugas membimbing manusia agar menjadi individu yang beriman, berakhlak, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam sejarah peradaban Islam, guru dihormati layaknya orang tua kedua setelah orang tua kandung, karena darinya lahir ilmu, hikmah, dan keteladanan. Maka, ketika wibawa guru runtuh, sesungguhnya yang terancam bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga masa depan moral bangsa.

Terkait perilaku merokok di kalangan remaja, ketika merokok terbukti membawa dampak buruk bagi kesehatan dan menimbulkan pemborosan harta, maka hukumnya dapat berubah menjadi makruh bahkan haram.

Perilaku merokok di usia remaja sering kali dianggap sebagai simbol kedewasaan atau cara untuk terlihat keren, padahal sejatinya menunjukkan krisis identitas dan lemahnya pengendalian diri. Hal ini menjadi cerminan betapa pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan kesadaran spiritual dan moral.

Sistem pendidikan Islam menawarkan solusi komprehensif terhadap berbagai permasalahan ini. Pendidikan dalam Islam menekankan pembentukan pola pikir (aqliyah Islamiyah) dan pola sikap (nafsiyah Islamiyah) yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.

Siswa diajarkan untuk memahami bahwa tujuan hidup manusia bukan sekadar mencari kesenangan duniawi, melainkan untuk beribadah kepada Allah ﷻ dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya kelak di akhirat.

Dari kesadaran inilah diharapkan lahir generasi muda yang berprinsip kuat, berakhlak luhur, serta mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara moral dan spiritual.

Dengan demikian, pendidikan Islam bukan sekadar proses belajar, melainkan jalan untuk membentuk manusia seutuhnya, manusia yang sadar akan jati dirinya, menghormati gurunya, dan berperan sebagai pembangun peradaban, bukan perusak moral generasi.

Wallahua'lam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar