
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Ijtihad adalah upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala daya upaya untuk menggali hukum pada dalil yang bersifat dzani, sampai dirinya tidak bisa menemukan hukum lainnya kecuali apa yang ada pada dirinya. Ijtihad tidak mungkin dilakukan, kecuali pada dalil yang dzan, baik dari sisi sumber (tsubut) maupun penunjukannya (dilalah).
Ijtihad tidak terjadi pada sumber hukum (dalil) yang qot'i seperti Al Qur'an, dan makna ayat yang Qot'i seperti perintah potong tangan bagi pencuri. Ijtihad, hanya terjadi pada ranah dzanni (ijtihad) baik terkait dalil maupun penunjukan makna dari Nas Syara'.
Ijtihad politik tidak dimaksudkan untuk hal yang seperti diterangkan di atas. Ijtihad politik yang dipahami umum, adalah upaya untuk mencari jalan lain pada ranah politik. Yakni, berusaha keluar dari mekanisme yang telah disediakan oleh sistem politik demokrasi, via Pemilu, Pilpres maupun Pilkada.
Siapapun yang memiliki pandangan, perjuangan politik umat Islam melalui sistem demokrasi, baik Pemilu, Pilpres maupun Pilkada, adalah ikhtiar yang sia-sia, adalah pandangan yang dapat dibenarkan. Mengingat, sejak negeri ini merdeka belum pernah Umat Islam yang direpresentasikan oleh partai Islam menang dan menguasai politik.
Apalagi, jika ukurannya tegaknya syariat Islam. Nyaris sia-sia. Karena, sistem politik demokrasi bukan ditujukan untuk menerapkan UU syariah. Melainkan UU rakyat.
Karena itu, jika ada yang ingin menempuh jalan diluar demokrasi, tidak boleh menempuh jalan sebagai berikut :
Pertama, jalan kudeta. Karena kudeta bukanlah jalan untuk menerapkan syariat Islam, tetapi hanyalah jalan untuk merebut kekuasaan melalui tangan militer.
Kedua, people power. Karena people power bukanlah jalan untuk menerapkan syariat Islam, tetapi hanyalah jalan untuk menggulingkan kekuasaan melalui gerakan rakyat.
Ketiga, pemberontakan bersenjata melalui pembentukan milisi sipil bersenjata. Karena, pemberontakan bukanlah jalan untuk menerapkan syariat Islam, tetapi hanyalah pembangkangan terhadap kekuasaan yang ada untuk menegakkan kekuasaan baru diatasnya.
Jalan untuk menegakkan syariat Islam bukan dengan demokrasi, Pemilu, Pilpres maupun Pilkada. Tidak juga dengan people power, kudeta atau pemberontakan.
Jalan yang sahih untuk menegakkan syariat Islam adalah dengan dakwah. Dakwah yang bagaimana? Dakwah yang menjelaskan tentang kewajiban Khilafah. Kenapa khilafah? Karena hanya khilafah, institusi Islam yang berfungsi menerapkan syariat Islam.
Bagaimana dakwah menegakan khilafah? Atau dakwah menegakkan Daulah Islam?
Tentu dakwah Khilafah adalah dakwah politik. Yakni, dakwah menjelaskan sistem Khilafah secara terperinci, sehingga Umat dan para pemangku kebijakan memahami Khilafah, hingga umat dan pemangku kebijakan setuju dengan khilafah, hingga umat dan pemangku kebijakan menuntut ditegakkan Khilafah, hingga umat dan pemangku kebijakan menyerahkan kekuasaan untuk ditegakkan Khilafah dengan membaiat seorang Khalifah.
Dakwah seperti ini, tentu membutuhkan kesabaran, keikhlasan, kecerdasan, kemampuan komunitas khususnya untuk merinci fakta kekinian dan bagaimana Khilafah menyelesaikan problem dari fakta kekinian.
Misalnya, fakta kekinian sumber APBN adalah pajak. Sementara Islam mengharamkan pajak. Lalu, disampaikan dakwah tentang rincian sumber APBN Khilafah, dari jenis harta milik umum, harta milik negara, kharaj, ghanimah, usyur, hinggap pos dari zakat yang didistribusikan kepada 8 asnaf tertentu.
Bagaimana lagi? Yang masih banyak, tidak cukup dengan artikel ini. Prinsipnya, umat Islam harus segera meninggalkan demokrasi, dan segera meniti jalan dakwah Khilafah, sampai Khilafah tegak dan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Dakwah seperti ini, jelas hanya bertujuan untuk Islam. Sebab, para petualang kekuasaan tidak akan bisa membonceng misi berkuasa melalui dakwah Khilafah. [].
0 Komentar