THE OTORITERIAN STATE TANDA BANGKITNYA THE NEW CHALIPHATE?


[Catatan Diskusi Pusat Kajian dan Analisis Data]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Tak kenal, makanya tak sayang. Tak sayang, makanya tak cinta. Begitu, pepatah lama mengajarkan. Dalam versi filosofi Jawa dikatakan : Witing Tresno Jalaran Soko Kulino (Jawa : Ala Cinta Karena Terbiasa). 

Pendekatan sederhana berbasis falsafah kuno ini, penulis terapkan dalam rangka memperkenalkan, menjelaskan, memahamkan, hingga menyakinkan publik atas diskursus Khilafah. Hingga suatu saat, publik khususnya umat Islam merindukan agar segera diterapkan sistem Islam Khilafah.

Sekedar info, penulis memiliki pengalaman pada mulanya ketika mendapat CV Calon istri memang ada ketertarikan. Namun, ketertarikan itu semakin membuncah pasca pertemuan, dan akhirnya mengunggah maksud hati untuk menikahinya. Namun, perasaan kenal, sayang hingga cinta yang makin mendalam, semakin mengental setelah menikah dan hidup bersama. Sampai akhirnya, 4 (empat) anak menghiasi rumah tangga kami.

Maksud penulis, diskursus Khilafah juga demikian. Untuk menghadirkan rasa tahu, paham, hingga gandrung terhadap Khilafah dan rindu untuk segera menerapkannya, diantaranya dengan seringkali mendiskusikannya. Itu pula, yang selama ini penulis lakukan. 

Penulis, baik melalui forum diskusi, seminar, Tabligh Akbar, termasuk via artikel-artikel lepas, sering mendiskusikan Khilafah. Dengan tujuan, agar umat kenal, tahu, paham, hingga merindukan Khilafah. Jangan sampai, umat terbawa fitnah atas Khilafah dengan sejumlah stigma negatif. Misalnya, menuding Khilafah itu ISIS, Khilafah memecahbelah NKRI, Khilafah akan membunuh non muslim, Khilafah diskriminatif, Khilafah otoriter, Khilafah teroris, dan sejumlah stigma jahat lainnya.

Ada beberapa orang menyarankan, agar penulis jangan bicara Khilafah, belum waktunya, kalau sudah saatnya nanti juga tegak sendiri. Tentu saja, pemikiran yang demikian adalah pemikiran fatalis, tidak diajarkan oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Rasulullah Muhammad Saw dahulu, juga yakin akan ditolong, akan mendapatkan kemenangan. Tetapi, Rasulullah Saw juga berjuang, berdakwah, bukan berdiam diri.

Andaikan, tidak ada orang yang bicara dan mendakwahkan Khilafah, mungkin hingga hari ini kaum muslimin masih asing dengan istilah Khilafah. Tetapi, karena dakwah Khilafah dilakukan secara berulang-ulang, perlahan-lahan umat Islam mengetahui, memahami, dan diam-diam merindukan kembalinya Khilafah.

Pada diskusi Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), yang diselenggarakan pada Ahad (16/01/21), penulis juga menyampaikan materi terkait Khilafah. Penulis, selain memaparkan ciri Negara diktator, ciri Korupsi Politik dan realitas kekuasaan saat ini yang korup dan diktator, juga menyampaikan konsepsi Khilafah sebagai alternatif solusi.

Alternatif, bagi siapapun yang buntu dengan keadaan, buntu dengan peta perubahan. Namun, bagi kaum muslimin hal ini tentu bukan alternatif, tetapi satu-satunya solusi, sebagai kewajiban yang telah ditetapkan Syara'.

Kondisi Negara yang diktator, yakni kekuasaan yang dikuasai oleh segelintir orang dalam lingkaran oligarki, mengabaikan norma hukum atau menerapkan hukum suka-suka, hingga mengabaikan kehendak, aspirasi dan kritikan rakyat, menjadi ciri sekaligus pemandangan yang lazim di sejumlah negara yang mengadopsi sistem politik demokrasi, tak terkecuali di negeri ini. 

Secara apik, Fajar Kurniawan selaku Analis Senior PKAD menjelaskan bagaimana Demokrasi sekarat dan nyaris menuju ajalnya termasuk hal itu juga terjadi di negeri ini dengan mengutip parameter yang ditetapkan oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya 'How Democracies Die'. 

Selanjutnya, Dr. Syahrir Nuhun Lc. M.Th.I (Pakar Hadits) menjelaskan secara gamblang periodesasi zaman berdasarkan hadits Rasulullah Saw, sejak era Nubuwah, era Khulafaur Rasyidin, Era Mulkan Adzon, Era Mulkan Jabariyah, hingga zaman umat manusia ini akan kembali pada era Khilafah ala Minhajin Nubuwah. Beliau, juga menjelaskan bahwa janji Kekhilafahan bagi umat Islam menurut kajian hadits adalah sebuah keyakinan yang pasti.

Berikutnya, Saudara Victor Santoso Tandiasa S.H., M.H. (Kuasa Hukum Uji Perda Covid), menjelaskan ihwal sengkarut Uji Materi di Mahkamah Konstitusi. Tak lupa, dikritisi pula Perda yang ditetapkan DKI Jakarta yang memuat sanksi bagi warga yang menolak vaksinasi, padahal masyarakat memiliki hak untuk memilih fasilitas dan jenis layanan kesehatan. 

Aura negara yang mulai diktator, bisa diindera dengan kecenderungan ditolaknya sejumlah Judicial Review rakyat terhadap sejumlah UU dan/atau Perppu yang ditetapkan secara melawan kehendak dan aspirasi rakyat. Sejak proses, terlihat ada semacam 'keberpihakan' MK yang terbaca melalui sejumlah kebijakan teknis, termasuk lambannya pengujian Perppu atau uji Formil UU yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi.

Drs. Wahyudi Al Maroky M.Si. (Direktur Pamong Institute) menegaskan bahwa tak konsepsi bernegara yang harga mati. NKRI sendiri sejak asasnya yakni Pancasila, pernah berubah ubah versi dari Pancasila 1 Juni, Pancasila 22 Juni hingga pemenggalan sepihak tujuh kata dalam Piagam Jakarta melalui adopsi Pancasila 18 Agustus. Indonesia sendiri, pernah mengalami bentuk serikat, yakni saat diberlakukannya konstitusi RIS. 

Konstitusi RIS adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27 Desember 1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS) hingga diubahnya kembali bentuk awal berbentuk kesatuan berdasarkan UUD 45.

Budi Mulyana S.IP., M.Si. - (Pengamat Politik Internasional), melihat kecenderungan kerusakan demokrasi diberbagai penjuru dunia. Menurutnya, umat Islam termasuk di negeri ini perlu membuka diri untuk mendiskusikan Khilafah karena Khilafah saat ini bisa dijadikan alternatif agar negeri ini menjadi negara yang kuat dan mampu memiliki pengaruh secara global.

Terus terang, Penulis memang terbuka dalam forum tersebut menawarkan solusi Khilafah. Penulis, juga mewanti wanti agar umat ini tak terjebak dalam agenda mitos perubahan, dengan sibuk menyandarkan perubahan melalui Pemilu, Pilpres maupun Pilkada. Sudah saatnya, Umat bersatu memperjuangkan tegaknya Khilafah.

Dalam forum tersebut juga penulis tegaskan, bahwa memperjuangkan Khilafah tidak bisa dan tidak boleh ditempuh dengan menjatuhkan kekuasaan melalui gerakan massa (people power), haram dilakukan dengan pemberontakan dengan membentuk milisi bersenjata, tak boleh pula dilakukan dengan merebut kekuasaan melalui jalan kudeta berdarah.

Satu-satunya jalan untuk memperjuangkan Khilafah adalah dengan dakwah. Yakni dakwah yang mencontoh Rasulullah Saw, yang fokus menjelaskan Islam secara utuh, dakwah dengan pemikiran, dakwah secara politik, hingga umat ini kenal, tahu, paham dan rindu diterapkan sistem Islam Khilafah. Hingga sampai pada titik, para pemilik kekuatan juga paham dan rindu diterapkan sistem Islam Khilafah. 

Jika umat dan pemilik kekuatan mendukung Khilafah, dan menyerahkan kekuasaan secara ridho untuk ditegakkan Khilafah, itulah saat dimana kaum muslimin dapat memba'iat seorang lelaki, yang muslim, yang dewasa (baligh), yang merdeka, yang berakal, yang adil, dan yang mampu mengemban amanah kekhilafahan. Sejak Khalifah dibai'at, demi hukum berdirilah daulah Khilafah. 

Penulis kira, semakin negara zalim, semakin penguasa otoriter, semakin pula umat Islam merindukan Khilafah. Karena itu, Khilafah adalah perjuangan yang penting untuk dilakukan dalam rangka menghentikan kezaliman di negeri ini, juga diberbagai belahan negeri kaum muslimin lainnya. [].

Posting Komentar

0 Komentar