
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
"Perluasan lapangan kerja berkelanjutan adalah dari pelaku usaha, dari dunia usaha, kuncinya di situ bukan dari pemerintah," [Presiden Jokowi, 20/2]
Saya tidak tahu, harus tertawa atau prihatin dengan statement tuan Presiden yang menyebut kunci penyediaan lapangan kerja dan usaha berkelanjutan adalah pengusaha (swasta) bukan pemerintah. Tertawa, karena pernyataan ini tergolong 'ajaib', yang tidak mungkin keluar kecuali dari orang bodoh. Prihatin dan sedih, karena ternyata pemerintah, penguasa yang diangkat untuk mengurusi urusan rakyat kerjaannya hanya melempar masalah, buang badan, melepaskan tanggung jawab.
Pengusaha, swasta, itu tak punya hak dan kewenangan eksklusif seperti Negara. Pengusaha tak berhak menarik pajak, mengatur pengelolaan hutan dan sumberdaya alam, tak punya kewenangan memaksa suatu kebijakan, tak punya hak anggaran, tak bisa mengontrol kebijakan fiskal dan moneter, tak bisa menutup atau membuka keran import, dll. Semua hak eksklusif yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi ekonomi, itu ada pada penguasa (baca : pemerintah). Lalu, kenapa Presiden melempar tanggung jawab urusan penyediaan lapangan kerja, menghilangkan atau setidaknya mengurangi pengangguran kepada swasta?
Masak, saya harus ajari lagi tuan Presiden? Untuk pelajaran 'Makro Ekonomi' yang sangat basic? Bahwa, pertumbuhan ekonomi akan berkorelasi positif pada penciptaan lapangan kerja.
Dan, pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal pada produk tertentu, akan menghambat pertumbuhan produk tertentu. Stimulus pajak pada sektor tertentu, akan menumbuhkan ekonomi pada sektor tersebut dan dengan demikian menciptakan lapangan kerja.
Sederhananya demikian, kalau pemerintah menerapkan pajak tinggi pada produk import garmen, akan menumbuhkan industri garmen didalam negeri. Karena _demand_ garmen akan di _Supplay_ oleh industri dalam negeri. Yang punya kewenangan untuk menerapkan pajak tinggi atas import garmen, bahkan menyetop total import garmen, itu ada pada pemerintah. Bukan swasta atau pengusaha.
Saat keran import dibuka luas, produk import bersaing dengan produk dalam negeri. Karena keunggulan produk import baik dari sisi kualitas maupun harga, karena biaya produksi lebih rendah, karena dilakukan dengan produksi yang masif dan didukung oleh negara, tentu produk import ini akan menguasai pasar garmen dalam negeri. Akibatnya, produksi garmen lokal tidak laku karena kalah bersaing.
Berikutnya terjadi penutupan industri garmen dalam negeri karena tidak ada permintaan pasar akibat kalah bersaing dengan produk import. Berikutnya terjadi PHK massal, berikutnya terjadi migrasi dari pengusaha produsen garmen menjadi importir garmen, dan akhirnya terjadi pengangguran dimana-mana.
Apa sebab hilangnya lapangan kerjas? Apa karena pengusaha lokal kurang tangguh? Tak mampu berproduksi? Kualitas dan kuantitas barang tak layak, sehingga dihukum pasar? Dan itu, menyebabkan PHK dan pengangguran merajalela?
Semua itu pangkalnya dari kebijakan fiskal Negara, kebijakan pengenaan pajak lunak bagi barang import, kebijakan meliberalisasi import produk garmen. Sehingga, pasar domestik dibanjiri produk garmen dari China, yang tentu akan lebih murah dan berkualitas karena diproduksi secara masif dan industri di China di back up oleh Negara.
Berbeda dengan industri dalam negeri, tak ada subsidi negara, dan jumlah (kapasitas) produksi juga terbatas. Sehingga, tak mungkin mengambil margin tipis, karena total produksi tidak seberapa.
Ini sama saja, pelaku usaha dalam negeri itu seperti petinju kelas bulu, dipaksa bertinju dalam ring bebas melawan petinju kelas berat dari China. Mustahil menang, yang ada pengusaha dalam negeri keluar dari ring bisnis dan mengelola bisnis recehan yang belum dirambah produk import. Itupun, sangat jarang ada yang bisa bertahan.
Yang paling praktis, bekerjasama dengan China menjadi reseller, atau importir. Imbasnya, tenaga kerja tak lagi butuh banyak, PHK menjadi konsekuensinya.
Industri Konveksi di sekitar pasar Tanah Abang, banyak yang gulung tikar, berubah jadi importir, atau minggir ke daerah Garut dan sekitarnya, itu terjadi sejak pasar Tanah Abang dibangkitkan produk import dari China. Itu semua, bukanlah kesalahan pengusaha yang terpaksa melakukan PHK, tapi salah negara yang membuka lebar keran import.
Saya ragu, apakah menteri ekonomi telah memberikan pemahaman sederhana ini kepada tuan Presiden Jokowi? Kalau sudah, rasanya Presiden perlu mengevaluasi dan menginsyafi kesalahan tata kelola ekonomi oleh pemerintah. Jangan melempar tanggung jawab penciptaan usaha dan lapangan kerja kepada swasta. [].
0 Komentar