
[Catatan Hukum Sejumlah Kriminalisasi Menggunakan Pasal-Pasal Karet, Berbasis UU ITE, KUHP dan UU No 1/1946]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini," [Presiden Jokowi, 15/2/2021]
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara soal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang banyak dikeluhkan publik. Presiden berjanji bakal mengajukan revisi UU ITE ke DPR jika UU tersebut dinilai tak bisa memberi keadilan.
Hal itu disampaikan Jokowi saat pengarahan kepada Peserta Rapim TNI-Polri. Dia mengatakan revisi bakal diajukan untuk menghapuskan pasal-pasal yang dianggap sebagai 'pasal karet'.
"Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini, revisi, terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucapnya (15/2).
Sebagai satu komitmen yang disampaikan oleh seorang kepala negara dihadapan pejabat tinggi TNI Polri, tentu publik perlu mengapresiasi. Sebaiknya, publik tak perlu langsung apatis meskipun Presiden selama ini sudah terlalu sering ingkar janji. Yang terpenting, publik mengawal pernyataan Presiden ini agar kedepan tak lagi ada kriminalisasi.
Mengenai pernyataan Presiden tersebut, penting untuk disampaikan kepada Presiden hal-hal sebagai berikut :
Pertama, yang publik persoalkan bukanlah semata soal sejumlah pasal dalam UU ITE yang karet dan rawan ditafsirkan sepihak, yang berujung ketidakadilan. Namun, adanya kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian mengunakan sarana UU ITE (UU No 19/2016 Jo 11/2008).
UU ITE sendiri, sejatinya sudah hadir sejak tahun 2008 dan kemudian pertama kali diubah tahun 2016. Selama pemerintahan SBY, UU ITE ini tidak menimbulkan persoalan publik, karena tidak di gunakan sebagai sarana untuk mengkriminalisasi para pengkritik penguasa.
Jadi, Presiden Jokowi bukan saja menginisiasi perubahan UU ITE dengan menghapus sejumlah pasal karet didalamnya, tapi memimpin proses penegakan hukum yang Promoter tanpa ada kriminalisasi. Bagaimanapun, institusi Polri berada dibawah kendali Presiden sehingga kebijakan hukum Polri tidak lepas dari kebijakan hukum Presiden.
Kedua, karena persoalannya bukan sekedar norma pasal tapi juga problem penerapan pasal yang digunakan untuk sarana kriminalisasi, maka jika Presiden serius sebelum UU ITE direvisi, Presiden memerintahkan kepada Kapolda Listyo Sigit agar tidak memproses seluruh laporan berdasarkan UU ITE, darimana pun laporan itu datangnya. Dengan tindakan ini, pernyataan Presiden dapat memiliki nilai kepercayaan tinggi karena konsisten dengan meminta penangguhan penggunaan UU ITE untuk sementara waktu.
Ketiga, memang benar sejumlah pasal UU ITE khususnya pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) tentang Pencemaran, Kebencian dan Permusuhan berdasarkan SARA, seringkali digunakan untuk mengkriminalisasi para aktivis dan ulama yang berseberangan dengan rezim. Namun, kepolisian tidak hanya melakukan tindakan kriminalisasi menggunakan pasal dimaksud.
Kepolisian juga sering mengkriminalisasi dengan pasal hoax yang berbasis pasal 14 dan 15 UU No 1/1946 tentang peraturan pidana seperti terjadi pada kasus Ali Baharsyah dan Syahganda Nainggolan. Pasal 9 UU No 1/1946 tentang peraturan pidana, pada kasus Zaim Saidi. Pasal 160 KUHP pada kasus HRS dan petinggi FPI. Dan sejumlah pasal UU Kekarantinaan Kesehatan lainnya.
Substansi persoalan bukanlah pada norma pasal, bukan pula hanya pada soal UU ITE. Tetapi adanya penyalahgunaan norma pasal untuk melakukan sejumlah kriminalisasi.
Jadi, sebenarnya masalah utamanya bukan hanya soal UU ITE. Tetapi, komitmen Presiden Jokowi untuk tidak mengkriminalisasi para pengkritiknya. Dan hal ini, bukanlah diluar kendali Presiden, dimana Presiden berdalih tidak bisa mengintervensi proses hukum.
Sebagai catatan, UU No 1 tahun 1946 tidak pernah digunakan untuk melakukan sejumlah penangkapan dan kriminalisasi, selain pada era presiden Jokowi. Karena itu, penulis meminta Presiden Jokowi selain merevisi UU ITE sesuai janjinya, juga segera mengubah politik hukum yang diadopsi. Jangan lagi ada aktivis dan ulama yang dipersoalkan secara hukum hanya karena memiliki aspirasi politik yang berbeda atau karena melakukan kritik pada penguasa. [].
0 Komentar