
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur
"lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah, ketimbang menghukum satu orang yang tidak bersalah"
Adagium terkenal diatas, kembali disampaikan oleh Dr. Ardiansyah, SH MH, Pakar Hukum Universitas Lancang Kuning (UNLAK) Riau, saat hadir memberikan tanggapan pada pembacaan Nota Pembelaan (pledoi) secara online yang diadakan oleh Tim Advokasi Gus Nur, Ahad (28/3). Menurutnya, sejak proses hingga materi perkara persidangan, semuanya tidak layak dijadikan dasar untuk menghukum Gus Nur.
Gus Nur tidak melakukan perbuatan, sebagaimana didakwa dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum. Dr Ardiansyah juga mengingatkan, agar Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang adil, dengan membebaskan Gus Nur.
Selanjutnya, hal senada juga disampaikan oleh Supriansyah Darham, SH MH, Advokat dari Banjarmasin yang juga melihat ketidakadilan dalam proses hukum terhadap Gus Nur. Dengan tegas, beliau mendukung Gus Nur dan menuntut agar Gus Nur dibebaskan.
Ada pula KH Mustari Ago, Ulama Makasar yang hadir dan memberikan Tausiyah. Dalam tausiyahnya, beliau mengutip ayat al Qur'an dan berwasiat kepada Majelis Hakim agar bertindak adil. Jangan sampai, karena kebencian pada suatu kaum menjadikan hakim bertindak tidak adil.
Dr Muhammad Sjaiful, SH MH, bersama ulama Sulawesi Tenggara di Kendari, membacakan pernyataan dukungan LBH Pelita Umat Sulawesi Tenggara kepada Gus Nur. Bahkan, dalam pernyataannya beliau tegas meminta Gus Nur dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan.
Adapun Prof Suteki, Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro secara khusus menyampaikan pentingnya Hakim bersikap progresif. Tidak semata melihat pasal pasal dan fakta persidangan, tetapi juga menyelami tuntutan keadilan yang berkembang di masyarakat.
Murid Begawan Hukum Satjipto Rahardjo pendiri Mahzab Hukum Progresif Undip ini, secara khusus menyampaikan solusi penyelesaian perkara Gus Nur dengan pendekatan 'Policy Non Enforcement of Law'. Suatu penyelesaian yang dilakukan tidak an sich menghubungi pendekatan hukum, namun juga diluar hukum yang dapat memenuhi tuntutan rasa keadilan, bukan hanya keadilan bagi terdakwa tetapi juga memenuhi rasa keadilan yang ada ditengah masyarakat.
Dr Muhammad Taufik, SH MH selaku ahli pidana dari Solo yang hadir, tegas menyatakan Gus Nur harus dibebaskan. Apalagi, ketidakhadiran saksi korban yakni Gus Yaqut dan Kiyai SAS setelah dipanggil lima kali, membuat konstruksi hukum pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak dapat dibuktikan. Terlebih lagi, karena sifatnya delik aduan, maka ketidakhadiran korban untuk memberikan keterangan di pengadilan menjadikan perkara gugur, mengingat keterangan saksi sebagimana diatur dalam pasal 185 KUHAP hanya bernilai jika disampaikan di pengadilan.
Kami dari Tim Advokasi Gus Nur secara khusus menyampaikan terimakasih, penghargaan dan rasa hormat kepada Dr. Ardiansyah, SH MH, Supriansyah, SH MH, Dr Muhammad Sjaiful, SH MH dan LBH Pelita Umat Sulawesi Tenggara beserta Ulama Kendari, KH Mustari Ago, Prof Suteki dan Dr Muhammad Taufik, SH MH, yang telah berkenan memberikan tanggapan, dukungan, dan pembelaan terhadap Gus Nur dalam acara pembacaan Nota Pembelaan yang kami adakan. Semoga, Allah SWT memberikan rahmatnya, rezeki yang halal, umur yang panjang dan berkah, serta pahala yang berlimpah.
Didalam risalah pembelaan yang kami bacakan, kami juga berkesimpulan Gus Nur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) UU ITE. Karena itu, sudah selayaknya Majelis hakim membebaskan Gus Nur atau setidak-tidaknya melepaskan Gus Nur dari segala tuntutan.
Selanjutnya, kami mohon doa agar Gus Nur hari ini Senin (29/3), dapat membacakan Pledoi pribadinya dalam persidangan secara online. Semoga, kasus ini adalah kasus terakhir, kriminalisasi terhadap acara diskusi ilmiah yang semestinya dihormati karena dijamin konstitusi. [].

0 Komentar