SEBAIKNYA GUS NUR SEGERA DITUNTUT BEBAS


[Catatan Pengantar Sidang Gus Nur, Edisi Selasa 9 Maret 2021]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur

Hari ini (Selasa, 9/3) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ada dua agenda penting.

Pertama, sidang Gus Nur dengan agenda pemanggilan saksi Gus Yaqut dan SAS yang sudah empat kali panggilan tidak hadir.

Kedua, sidang vonis kepada Aktivis Islam Ali Baharsyah. Semoga, Ali atau Alimudin Baharsyah divonis bebas oleh Majelis Hakim, Amien.

Adapun untuk Kasus Gus Nur, sidang sudah ditunda sebanyak 4 kali masa sidang tanpa ada kejelasan tentang kehadiran saksi. Itu artinya, ada satu bulan penuh Gus Nur menambah waktu di sel Tahanan Bareskrim, sementara tidak ada update dari persidangan kasusnya.

Sidang seperti ini baru penulis alami selama 10 tahun lebih meniti profesi sebagai advokat. Biasanya, paling banyak tiga kali panggilan sidang, jika saksi tidak hadir maka ditinggal dan agenda dilanjutkan pada tahapan selanjutnya. Penulis merasa, ada kedudukan yang spesial terhadap Menag Yaqut Cholil Choumas yang masih saja di panggil-panggil meskipun telah empat kali panggilan tidak hadir. Begitu juga terhadap Saudara Said Aqil Siradj (SAS).

Semestinya, sebagai warga negara yang baik, sebagai warga negara yang taat hukum, sebagai NKRI sejati sekaligus seorang yang Pancasilais, Yaqut Cholil Choumas dan Saudara SAS hadir memenuhi panggilan persidangan. Jangan hanya komitmen dalam kata, tapi tidak gentleman dalam tindakan.

Dan bagi Jaksa Penuntut Umum, memanggil-manggil Saksi padahal ini merupakan Saksi korban, kemudian diacuhkan, semestinya tak perlu lagi memperhatikan kepentingan saksi Korban. Jaksa hadir itu karena ada keluhan dari Saksi Korban yakni Saudara Yaqut dan Saudara SAS. Kalau keduanya meremehkan panggilan Jaksa untuk diambil keterangannya di pengadilan, kenapa harus repot-repot terus kirim surat panggilan? Itu sama saja merendahkan wibawa Kejaksaan.

Lebih baik, Jaksa ambil inisiatif melanjutkan proses persidangan langsung dengan agenda tuntutan dengan menuntut bebas Gus Nur. Kenapa Jaksa perlu menuntut Gus Nur dengan tuntutan bebas?

Pertama, ketentuan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU ITE itu delik aduan. Jika korban yang merasa dicemarkan tidak mau hadir di pengadilan, sama saja dirinya tidak bisa membuktikan aspek apa yang dicemarkan. Demi hukum perkara ini harus dituntut bebas, karena Jaksa tak lagi memiliki wewenang menuntut perkara.

Lha wong yang dicemarkan saja tak mau hadir sidang. Sudah empat kali dipanggil tidak hadir. Ngapain Jaksa repot-repot memproses perkaranya?

Kedua, ketentuan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (3) UU ITE itu harus ada korban yang merasa dikenakan ujaran kebencian dan permusuhan. Ini korban yang mengaku dirinya menjadi korban ujaran kebencian dan permusuhan Gus Nur tidak hadir di persidangan.

Dengan demikian unsur 'Kebencian dan Permusuhan' dalam kasus ini tidak dapat dibuktikan. Itu artinya, dakwaan tidak dapat dibuktikan.

Ketiga, segera memproses kasus dengan menuntut bebas, berarti segera menghentikan kezaliman atas Gus Nur. Jaksa juga punya kepentingan untuk menegakkan hukum, bukan sekedar menjadi juru dakwa dari perkara kepolisian.

Jaksa juga punya wewenang, untuk mengoreksi hasil penyidikan kepolisian jika ternyata korban tidak dapat dihadirkan di persidangan. Tak perlulah menjadi Jaksa itu merasa berprestasi kalau bisa menuntut dan membui Terdakwa. Sebab, tidak semua orang yang dihadirkan di muka persidangan bersalah secara hukum.

Keempat, hakim dengan tuntutan Bebas dari Jaksa, juga akan segera memutus bebas Gus Nur. Itu artinya, tanpa memberikan penanguhan penahanan, hakim yang menangani perkara Gus Nur dapat segera melepaskan Gus Nur dari belenggu kezaliman.

Hakim dapat menjadi pintu keadilan terakhir, yang mengoreksi proses pidana oleh kepolisian yang sering tidak taat prosedur, asal tangkap, asal sidik, asal lempar perkara ke Jaksa, dan mau tak mau perkaranya di sidang oleh hakim di pengadilan.

Lagipula, semangat mengadili perkara itu untuk menegakkan keadilan, bukan untuk menghukum terdakwa. Kalaupun ada kekeliruan, masa tahanan Terdakwa yang sudah lebih dari lima bulan, cukuplah sebagai penebus kesalahan.

Terlebih lagi, Presiden belum lama ini mewanti-wanti aparat penegak hukum selektif menangani perkara ITE. Kapolri, bahkan telah mengeluarkan surat edaran khusus.

Kalaupun tidak diputus bebas, hakim setidak-tidaknya memutus Gus Nur lepas dari segala tuntutan. Karena perbuatan Gus Nur memang terjadi, tapi itu bukan perbuatan pidana. Melainkan, perbuatan yang sedang melaksanakan aktivitas dakwah, menjalankan hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di ruang publik. [].

Posting Komentar

0 Komentar