
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Saran saya, Fahri Hamzah (FH), Anggota DPR RI, Presiden Jokowi, dan siapapun yang terlibat atau mendukung perubahan UU KPK, tak perlulah berkomentar tentang SP3 Kasus BLBI. Sebab, KPK tak mungkin bisa mengeluarkan SP3 kasus BLBI tanpa diberi senjata oleh Pemerintah dan DPR. Senjata itu, adalah wewenang SP3 yang diberikan Pemerintah dan DPR, melalui revisi UU KPK.
Dalam pasal 40 UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, DPR secara telanjang mempersenjatai KPK dengan kewenangan SP3. Jadi, soal kasus BLBI, Century, dan borok rezim penguasa lainnya akan ditutup KPK, itu semua sudah disadari DPR. Bukankah, DPR selama ini mitra kinerja koruptor?
Fahri Hamzah (FH) juga tak punya hak, kehilangan hak untuk mengkritisi KPK. Karena dirinya, yang dahulu kenceng merevisi UU KPK, sebelum gelar 'Yang Terhormat' tanggal darinya. Dimasa injury time, anggota DPR periode 2014-2019 merevisi UU KPK, dan memberi senjata kewenangan SP3 kepada KPK.
Jadi, soal kasus mana yang di SP3, suka-suka KPK lah. Tentu saja yang 'Setor Besar' kasusnya akan didahulukan dan menjadi prioritas. Untuk kasus yang lain, silahkan mengantri, sabar dan tunggu 2 tahun. Setelah 2 tahun, KPK bisa terbitkan SP3. Sementara, tiarap dulu, maintenance media agar tidak berisik terhadap kasusnya, hingga 2 tahun, dan akhirnya : SP3.
Jadi, soal kenapa KPK SP3 kasus BLBI dan bukan kasus kecil lainnya, itu terserah KPK. Dosa politik FH, pemerintah dan DPR periode 2014-2019, adalah memberikan senjata SP3 kepada KPK.
Bagaimana dengan DPR periode ini? sama saja, mayoritas anggota DPR periode sebelumnya, menjadi anggota DPR periode ini. FH terlempar saja dari PKS, kalau tidak, dia juga jadi anggota DPR saat ini.
Jadi, yang punya dosa politik terkait terbitnya revisi UU KPK, sementara diam dulu, tak usah berkomentar tentang SP3 kasus BLBI. Biar kami saja, yang konsisten memerangi korupsi yang bicara.
Saat ini, memang pemberantasan korupsi hanyalah agenda sinetron. Yang kakap akan di lindungi dan dibebaskan, sementara yang receh akan dipamerkan sebagai parodi kinerja KPK.
Koruptor akan terus berkolaborasi dengan penguasa, untuk meminta kebijakan yang pro bagi bisnisnya. Setelah itu, mereka korup dengan memberikan bagian yang sedikit kepada pejabat. Akhirnya, rakyat yang menanggung kerugian dengan membayar pajak.
Hal inilah, yang semestinya menyadarkan umat Islam agar segera mencampakkan sistem sekuler demokrasi. Sudah terlalu banyak, kerusakan yang ditimbulkan.
Sudah saatnya, Umat Islam kembali kepada syari'at Islam, dengan menegakkan sistem Islam, yakni sistem Khilafah. Hanya Khilafah, satu-satunya institusi penegak Syariah. [].
0 Komentar