DOA YANG TERLUPAKAN: SENJATA UMAT MELAWAN PENGUASA ZHALIM


Oleh: Zaid Abu Fatih
Penulis Lepas

Di tengah malam yang sunyi, ketika sebagian besar manusia terlelap, ada sekelompok hamba yang bangkit dari tidurnya. Mereka menegakkan shalat malam, lalu menengadahkan tangan, berbisik lirih dalam doa. Namun kali ini, doa mereka bukan sekadar permohonan rezeki atau kesehatan, melainkan doa yang lebih berat: doa kebinasaan bagi penguasa yang menindas umat.

Bagi banyak orang di era sekarang beranggapan doa seperti ini seolah bukan sesuatu yang biasa terdengar. Bahkan tak jarang, ada yang menuduhnya sebagai sikap khawarij, ekstrem, atau keluar dari jalan lurus. Namun benarkah demikian?

Al-Qur’an menegaskan:

لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَ
Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan secara terang-terangan, kecuali oleh orang yang dizhalimi.” (QS. An-Nisa: 148)

Ayat ini adalah pengingat, bahwa doa orang yang terzalimi memiliki kedudukan khusus. Lidah mereka boleh berucap keras, tangan mereka boleh menengadah penuh dendam suci, dan Allah sendiri menjanjikan pengabulan tanpa keraguan.


Jejak Para Nabi dan Salaf

Sejarah membuktikan, doa keburukan kepada penguasa zhalim bukanlah hal baru. Musa ‘Alaihissalam sendiri pernah menengadahkan doa agar Fir’aun dan para pembesarnya binasa:

رَبَّنَا اطْمِسْ عَلٰٓى اَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتّٰى يَرَوُا الْعَذَابَ الْاَلِيْمَ
Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kuncilah hati mereka, hingga mereka tak beriman sampai mereka melihat siksa yang pedih.” (QS. Yunus: 88)

Doa itu bukan sekadar ucapan putus asa, melainkan senjata spiritual yang menjadi bagian dari perjuangan membela kebenaran.

Rasulullah ﷺ pun memberikan teladan. Beliau berdoa:

اللَّهُمَّ، مَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتي شيئًا فَشَقَّ عليهم، فَاشْقُقْ عليه، وَمَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتي شيئًا فَرَفَقَ بهِمْ، فَارْفُقْ بهِ
Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim)

Doa keburukan atas penguasa zhalim ternyata bukan hal tabu, melainkan bagian dari sunnah para Nabi.

Di kalangan tabi’in, Imam Hasan Al-Bashri pernah mendoakan kehancuran Hajjaj bin Yusuf, gubernur kejam yang menumpahkan darah kaum Muslimin. Doa itu pun dikabulkan, hingga ajal Hajjaj datang dengan cara hina: tubuhnya digerogoti cacing dari dalam.


Sunnah yang Terlupakan

Namun, entah sejak kapan, doa keburukan bagi penguasa zalim justru dituding sebagai sikap salah arah. Padahal Imam Nawawi rahimahullah menegaskan:

وَقَدْ تَظَاهَرَ عَلىَ جَوَازِهِ نُصُوْصُ الْكِتَابِ وَالسُنَةِ وَأَفْعَالُ سَلَفِ الْأُمَةِ وَخَلَفِهَا
Telah jelas kebolehan mendoakan keburukan kepada orang zalim, berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, serta teladan Salaf maupun Khalaf.

Maka, yang perlu dipertanyakan adalah: siapa yang diuntungkan dari hilangnya sunnah ini? Tidakkah kita menyadari, bahwa diamnya umat terhadap kezhaliman hanya akan melahirkan generasi yang bebal, hati yang keras, dan masyarakat yang jinak di hadapan penindasan?

Rasulullah ﷺ telah mengingatkan bahwa kelak akan ada pemimpin yang berdusta dan menzalimi rakyat. Beliau bersabda:

فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ
Siapa yang masuk kepada mereka, membenarkan kedustaan mereka, dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, dan aku bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Hakim)

Sebuah ancaman keras, bahwa siapa pun yang bersekutu dengan penguasa zalim akan terhalang dari telaga Nabi di hari kiamat. Betapa berat hukuman itu.


Doa sebagai Benteng Iman

Doa keburukan atas penguasa zalim bukan sekadar ungkapan amarah, melainkan benteng iman. Doa itu menguatkan hati umat agar tidak luluh di hadapan kezaliman, meski belum mampu menentangnya dengan tangan maupun ucapan. Mengingkari dalam hati adalah selemah-lemahnya iman, dan doa menjadi bentuk nyata dari pengingkaran tersebut.

Dari doa lahirlah kesadaran. Dari kesadaran lahirlah amar ma’ruf nahi munkar. Melalui amar ma’ruf nahi munkar, umat kembali menyadari jati dirinya sebagai rahmatan lil ‘alamin: Islam yang hadir untuk melindungi yang lemah, menentang kezaliman, dan menegakkan keadilan.


Waktu-Waktu Mustajab

Rasulullah ﷺ pun telah menunjukkan waktu-waktu emas untuk berdoa: sepertiga malam terakhir, antara adzan dan iqamah, saat hujan turun, atau dalam sujud yang khusyu’. Pada saat-saat itu, doa keburukan bagi penguasa zalim akan menembus langit, meninggalkan bekas, dan menunggu saatnya dikabulkan oleh Rabb semesta alam.

Maka, doa kebinasaan bagi penguasa zalim bukanlah sekadar kata-kata keras, tetapi bagian dari sunnah, sejarah, dan janji Allah.

Wahai umat, jangan pernah berhenti membenci kezaliman. Jangan pernah berdamai dengannya. Karena kebencian terhadap kezaliman adalah bahan bakar menuju keselamatan.

اللَّهُمَّ دَمِّرِ الْحُكَّامَ الظَّالِمِينَ الَّذِينَ يَظْلِمُونَ عِبَادَكَ، وَأَنْزِلْ عَلَيْهِمْ بَلَاءَكَ. وَاحْفَظْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِعَدْلِكَ، وَثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى بُغْضِ الظُّلْمِ دَائِمًا
Ya Allah, hancurkanlah para penguasa zalim yang menindas hamba-hamba-Mu, dan turunkanlah bala-Mu kepada mereka. Lindungilah umat ini dengan keadilan-Mu, dan kokohkanlah hati kami untuk selalu membenci kezhaliman.

Posting Komentar

0 Komentar