MEMBANDINGKAN ANTARA KHILAFAH DAN KEBIJAKAN SDGs


Oleh: Nasrudin Joha
Sastrawan Politik

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah agenda pembangunan PBB untuk keamanan manusia dan planet, yang terdiri dari 17 tujuan dan 169 pencapaian dan tenggat waktu yang terukur. [1]

Tujuan ini dideklarasikan bersama oleh negara antar negara dalam resolusi PBB yang dikeluarkan pada 21 Oktober 2015, sebagai tujuan pembangunan bersama pada tahun 2030. [2]

Tujuan ini merupakan kelanjutan atau pengganti dari Millennium Development Goals, yaitu Deklarasi Milenium yang ditandatangani oleh para pemimpin bangsa sebanyak 189 negara di Markas Besar PBB pada tahun 2000 yang tidak berlaku lagi sejak akhir tahun 2015.

Agenda Pembangunan Berkelanjutan ini dikembangkan sebagai tanggapan atas tuntutan dari para pemimpin dunia akan tindakan nyata untuk memerangi kemiskinan, ketidaksetaraan, dan perubahan iklim.

Konsep tujuan pembangunan berkelanjutan lahir di Rio+20, United Nations Conference on Sustainable Development tahun 2012, yang menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diterapkan dan terukur secara universal untuk menyeimbangkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan; (1)lingkungan, (2)masyarakat, dan (3)ekonomi. [3]

Ada tiga isu utama dalam rencana SDGs, yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan perubahan iklim. Ketiga masalah ini sebenarnya adalah efek dari sistem kapitalis yang serakah dan eksploitatif yang tidak memuliakan peradaban manusia, melainkan sebuah ideologi yang melegitimasi ekstraksi sumber daya dunia ketiga dan menciptakan kemiskinan, ketimpangan dan Dampak perubahan iklim.

Gagasan kebebasan kepemilikan adalah akar penyebab dari eksploitasi serakah atas sumber daya dunia, dampak lingkungan yang menghancurkan, dan dampak sosial dari kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Di tahun 2017, kesenjangan antara orang yang sangat kaya di dunia dengan populasi lainnya semakin melebar. Ini konsisten dengan kekayaan yang terus mengalir ke segelintir orang.

Sebuah studi oleh Oxfam International menemukan bahwa 82% kekayaan dunia hanya dimiliki oleh 1% orang. Sementara itu, kekayaan dari kelompok termiskin dunia tidak bertambah sama sekali.

Oxfam mengatakan, temuan tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada sistem. Dan inilah efek dari penerapan sistem kapitalis yang rakus.

Kapitalisme menggunakan konsep kebebasan kepemilikan untuk membenarkan eksploitasi sumber daya oleh segelintir kapitalis dan memblokir akses publik terhadap manfaat yang ada di alam. Coba lihat, sebagian besar tambang di dunia ini dikuasai oleh sekelompok kecil kapitalis.

Padahal jika dalam Islam hukum kepemilikan dibagi menjadi beberapa tipe, seperti:
  • Kepemilikan Individu (Private Property);
  • Kepemilikan Umum (Public Property); dan
  • Kepemilikan Negara (State Property).

Konsep kepemilikan ini telah mengatur kepemilikan sumber daya sesuai dengan kehendak Allah ï·». Sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti berbagai tambang yang kaya, digolongkan sebagai milik umum dan dilarang untuk dikuasai oleh perseorangan, perusahaan swasta asing, dan penanam modal aseng.

Konsep ini akan mendistribusikan kekayaan secara adil di antara manusia. Tidak ada eksploitasi investor minoritas yang menguasai barang atau properti publik dan dieksploitasi untuk mengumpulkan kekayaan pribadi.

Sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, digolongkan sebagai milik umum, dikelola oleh negara Khilafah, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya. Gagasan ini akan mendistribusikan kekayaan secara adil dan menghilangkan eksploitasi individu karena kepemilikan modal.

Adapun masalah kemiskinan, selain konsep kepemilikan untuk mendistribusikan aset di atas, Khalafah juga menangani secara langsung dan individual bukan secara kolektif. Ketika mekanisme distribusi kekayaan ekonomi telah dilaksanakan, tetapi kemiskinan masih ada, panglima perang akan langsung turun tangan.

Bentuk intervensi langsung ini adalah implementasi ekonomi politik Khilafah yang berupaya memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar individu, sekaligus mencari peluang bagi setiap individu untuk terpenuhinya kebutuhan sekundernya dalam ekonomi. Sesuai dengan taraf hidup masyarakat di tempat tinggalnya.

Kemiskinan dapat diatasi melalui campur tangan langsung dari penyaluran harta zakat, harta Iqto' Daulah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Khilafah tanpa imbalan balik.

Pada saat ini isu kepedulian lingkungan adalah dampak langsung dari ekstraksi sumber daya alam, terutama yang berorientasi pada keuntungan komersial dengan mengabaikan dampak ekstraksi terhadap alam, lingkungan dan masyarakat sekitar. Kasus pembangunan PT Freeport di Papua merupakan contoh nyata keserakahan korporasi kapitalis yang mengeksploitasi alam dengan mengabaikan faktor keamanan dan kesehatan lingkungan masyarakat sekitar.

Pada 2017, PT Freeport Indonesia diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit yang dipublikasikan pada Maret 2018 menunjukkan, limbah PT Freeport Indonesia di Papua memiliki dampak kerusakan bernilai Rp 185 triliun yang menyebabkan kerusakan ekosistem.

Angka 185 triliun ini dihitung bersama oleh Balai Penelitian Pertanian Bogor dan Lembaga Penerbangan dan Astronotika Nasional. Nilai ini menghitung dampak langsung pembangunan PT Freeport terhadap ekosistem alam dan lingkungan hidup.

Salah satu penyebab utama dari masalah kerusakan lingkungan ini adalah karena tambang tersebut dikelola oleh pihak swasta bahkan pihak asing. Jika emas di Papua dikelola oleh negara (BUMN), tentunya arah penambangan tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan faktor dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

Sayangnya UU Cipta Kerja (UU No 1/2020) dan UU Minerba (UU No 3/2020) tidak memperbaiki model pertambangan menjadi berwawasan lingkungan, justru didesain sangat pro-finansial (kapitalis) mengabaikan Kesehatan dan Keamanan Lingkungan.

Sedangkan dalam Islam, Khilafah diberi wewenang untuk mengeksploitasi tambang karena diklasifikasikan sebagai milik umum (al Milkiyatul Ammah) dan tambang akan dikelola untuk kepentingan rakyat. Artinya, selain meraup keuntungan material, pembangunan juga harus memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

Padahal, konsep SGDs adalah konsep sistem kapitalis yang dirakit untuk menyembunyikan kebobrokan kapitalisme rakus, yang mengeksploitasi alam untuk menimbun pundi-pundi para kapital.

Konsep SGDs mirip dengan konsep CSR, tujuannya hanya untuk memberikan permen kepada masyarakat agar tidak marah pada keserakahan kapitalis dan melanggengkan eksploitasi dan penindasan.

Rencana yang diumumkan oleh SGDs tidak lebih dari taktik licik ideologi kapitalis untuk menenangkan kemarahan dunia ketiga yang disedot habis sumber daya alam dan rakyatnya ditindas oleh negara-negara kapitalis.

Referensi:
  • Resolusi PBB 21 Oktober 2015
  • UNDP-Kompas Gelar Diskusi Panel tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan UNDP Indonesia: Agenda pembangunan berkelanjutan yang baru (Inggris) Siaran Pers - Majelis Umum PBB proposal mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. 19 Juli 2014
  • "The Global Goals For Sustainable Development".

Posting Komentar

0 Komentar