Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Pemerintah mendorong Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah karena potensi penduduk Muslim terbesar di dunia dan produk syariah yang dimiliki. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 22 Oktober 2021.
"Indonesia harus menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah dunia," katanya. Menurutnya lagi, perkembangan ekonomi syariah Indonesia cukup pesat. Menurut data The State of Global Islamic Economy Indicator Report, ekonomi syariah RI mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun.
Tahun 2018 Indonesia berada di peringkat 10 besar dunia. Angka itu naik pesat di tahun 2019 menjadi peringkat 5. Dan ini menjadikan peran Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sangat penting dalam pengembangan ekonomi syariah Tanah Air. MES harus menjadi jembatan bagi seluruh pemangku kepentingan ekonomi syariah untuk membangun ekosistem ekonomi syariah yang inklusif dan mampu bertahan menghadapi berbagai macam krisis.
Jokowi juga mengatakan, untuk meningkatkan sektor ekonomi syariah, pemerintah akan mendorong munculnya lebih banyak wirausahawan dari kalangan santri dan lulusan pondok pesantren. Orientasi santri hari ini seharusnya bukan lagi mencari pekerjaan, tapi menciptakan kesempatan kerja bagi banyak orang.
Oleh karenanya, peran pendidikan di pesantren, madrasah, maupun pendidikan tinggi agama Islam sangat strategis untuk mencetak lulusan yang inovatif, berkewirausahaan, dan mampu bersaing di pasar kerja. Dan semangat entrepreneurship itu harus diikuti percepatan inklusi keuangan atau dukungan akses pembiayaan.
Pemerintah telah menyiapkan berbagai skema, mulai dari program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), kredit usaha rakyat (KUR), hingga Bank Wakaf Mikro. "Saya berharap pesantren dan para santri dapat memanfaatkan berbagai program pembiayaan ini dengan baik, sehingga pesantren dan para santri dapat semakin berperan dalam memperkuat ekonomi umat," kata Presiden (kompas.com,22/10/2021).
Sejalan dengan cita-cita Presiden, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan juga Menteri BUMN Erick Thohir mengajak seluruh pihak bergotong royong mendukung industri syariah dalam negeri. Proyeksi penduduk muslim dewasa Indonesia mencapai 184 juta pada 2025 merupakan potensi besar bagi institusi penyedia layanan syariah mengingat industri halal terus berkembang dan menyesuaikan dengan masyarakat, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim.
"Kini kita sudah memiliki BSI yang masuk tujuh bank terbesar di Indonesia yang modern, berdaya saing global, serta mewujudkan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan umat," ujar Erick saat Halal Trade Forum di Jakarta, Jumat (Republika.co.id,22/10/2021).
Kiblat Ekonomi Syariat, Jangan Hanya dikapitalisasi
Memang potensi kaum Muslim sangat luar biasa, terutama dari sisi jumlah. Namun jika potensi itu hanya dipandang dari segi ekonominya saja itu artinya negara hanya melihat potensi itu sebagai mesin uang, asas manfaat menjadi landasannya. Terlebih lagi, kenyataannya negara belum berdasarkan syariah. Sedang Islam bukan hanya mengatur masalah ekonomi, tapi juga aspek kehidupan yang lainnya. Dari mulai aturan bangun tidur hingga tidur lagi, dari mulai bangun rumah hingga bangun negara.
Maka kebijakan seperti yang diterapkan pemerintah hari ini, hanya dimungkinkan lahir dari cara pandang kapitalistik. Karena melihat peluang keuntungan negara dari sektor ekonomi saja. Dengan mayoritas penduduk muslim semestinya pemerintah tidak ragu mengimplementasi seluruh syariat termasuk sistem ekonomi islam karena dorongan iman.
Bagaimana kemudian kita bisa mengharapkan berkah? karena pemerintah sebagai pemangku kebijakan hanya mau menerapkan syariat di satu sisi, sisi yang lain justru mengambil hukum manusia. Contoh nyatanya ketika potensi pesantren dengan santrinya difokuskan pada "membuka lapangan pekerjaan" dengan tambahan kurikulum wirausaha, bahkan kemudian difasilitasi dengan sistem pembiayaan melalui riba, maka artinya sama dengan mencampur adukkan antara yang haq dan batil.
Sudah jelas, dalam setiap nafas santri diyakinkan bahwa riba adalah haram, mengapa justru ketika menjadi pengusaha, mencari nafkah dihadapkan kepada riba? Negara seharusnya berfungsi sebagai periayah sekaligus junnah, agar masyarakat, bisa tenang mencari nafkah dengan cara yang halal. Terlebih lagi, sejarah munculnya pondok pesantren adalah jawaban dari kegelisahan para ulama terkait pemahaman generasi muda yang makin jauh dari Islam.
Maka, di dalam pondok difokuskan pada pendidikan syaksiyah (kepribadian) Islam. Agar para santri sebagai hasil outpun pendidikan pesantren mampu menjadi rujukan umat ketika ingin memperdalam Islam. Bersama negara, pondok pesantren dan ulama seharusnya terjadi sinergi yang luar biasa, yaitu memperkokoh akidah agar sebagai kaum Muslim tidak mudah terpengaruh oleh ide-ide asing, salah satunya ya kapitalisasi syariat Islam, pondok pesantren dan simbol-simbol Islam lainnya.
Pondok pesantren adalah penangkal sekulerisme yang kini mengakar dalam masyarakat, para ulama berharap muncul jihad fi sabilillah dalam diri santrinya bukan di kooptasi, dihilangkan pemahaman Islamnya yang benar sehingga hilang pula semangat untuk membela kaum Muslim dan agamanya. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, tentu Indonesia memiliki peluang untk menjadi negara adidaya. Bukan justru tunduk di bawah kaki penjajah.
Seharusnya, negara dan rakyat mendapat maslahat (keuntungan, kesejahteraan) melalui penerapan syariat Kaffah, tidak tertinggal satupun. Sebagaimana yang Allah swt perintahkan dalam Quran surat Al Baqarah: 208 yang artinya,"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
Dengan terterapkannya syariat secara totalitas, dimana sistem ini adalah jaminan Allah sendiri sebagai pencipta manusia dan alam semesta, maka akan menjadi gravitasi atau kiblat ekonomi global secara alamiah. Bahkan jauh dari unsur kapitalisme yang hanya mencari untung semata tanpa memperhatikan dampak negatifnya. Wallahu a' lam bish showab.
0 Komentar