FENOMENA BULLYING MERUSAK GENERASI MUDA


Oleh: Anisa Putri Firdaus
Muslimah Peduli Umat

Aksi bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban. Ada pula pembullyan oleh siswa sekolah dasar di Sumatera Selatan. dan ditambah pula kasus pelajar yang berasal dari Tapanuli Selatan menendang seorang perempuan lansia yang diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hingga terjungkal. Kasus-kasus pembullyan tersebut merupakan beberapa kasus yang terekspos dari sekian banyak kasus pembullyan yang lainnya.

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama periode 2016—2020, KPAI menerima aduan dari 480 anak yang menjadi korban perundungan di sekolahnya. Angka ini adalah yang terdata, sedangkan angka riilnya diprediksi jauh lebih besar karena banyak yang masih menganggap perundungan bukanlah persoalan sehingga merasa tidak perlu melaporkannya.

Padahal, perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan 'verbal maupun fisik' yang dilakukan untuk menyakiti secara sengaja dan terang-terangan. Korbannya bisa mengalami gangguan fisik dan psikis, bahkan sudah banyak yang meninggal akibatnya.

Salah satunya seperti yang terjadi di Singaparna, Tasikmalaya. Dalam video yang beredar, terlihat anak kelas 5 SD berusia 11 tahun dipaksa oleh teman-temannya untuk berhubungan badan dengan kucing. Saat mengetahui videonya viral, ia tidak mau makan sehingga kondisi fisiknya terus menurun. Akhirnya, korban meninggal setelah mengalami guncangan psikis yang luar biasa.

KPAI menilai perundungan seperti ini tergolong berat dan kompleks sebab korban mengalami kekerasan fisik, seksual, hingga psikologis. Betapa tragis kematian anak tersebut, ia harus meregang nyawa karena beban psikis.

Perundungan yang ternyata sudah berulang ini seharusnya tidak cukup dengan pemberian sanksi oleh pihak sekolah ke para pelaku. Sudah lama hukuman tersebut diterapkan, tetapi kasus perundungan malah semakin marak.

Permasalahannya sangatlah kompleks dan faktor pendorongnya pun beragam, sedangkan solusi tidak menyentuh ke akar persoalan.

Pengamat pendidikan dan isu generasi, Yusriana, merespon masalah bulliying ini dengan mengatakan, “Berulangkali kasus bullying (perundungan) terjadi di kalangan pelajar, bahkan sampai merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa pendidikan kita memang tidak dalam keadaan baik-baik saja,” ungkapnya dalam sebuah podcast, Ahad, (3/7/2022).

Yusriana menilai, sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan perilaku seseorang. “Jadi agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit dalam mendidik generasi,” jelasnya.

Ia mengatakan, negara sekuler membolehkan agama mengatur tapi hanya dalam urusan privat, sedangkan dalam ruang publik peran agama itu sangat dibatasi. “Inilah yang menjadi penyebab generasi saat ini mengalami krisis moral karena kehidupan sekuler memberikan kebebasan berperilaku pada setiap individu,” tambahnya.

Kebebasan itu, lanjutnya, yang membentuk mereka menjadi manusia yang bebas dalam arti jauh dari norma dan nilai-nilai agama, sehingga naluri mereka tidak terarah dan tidak terdidik dengan norma-norma agama.

Memang benar, karena jika ditelisik, akar persoalannya adalah adanya nilai-nilai yang disadari atau tidak menjadi pakem masyarakat dalam bertingkah laku. Pakem itu adalah nilai-nilai kehidupan yang lahir dari paham sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme mendogma masyarakat untuk hidup tidak di bawah aturan Allah Taala.

Celakanya lagi, sekularisme ini bukan hanya diemban oleh individu, melainkan juga oleh negara. Lihat saja betapa sistem pendidikan hari ini dijauhkan dari agama, mulai dari pelajaran agama yang sangat sedikit, seragam muslimah yang dipersoalkan, hingga rohis di sekolah yang dianggap sebagai bibit terorisme.

Akhirnya, pelajar pun kian jauh dari agama. Mereka terus terdidik untuk pintar dalam akademik agar bisa menjadi individu hebat yang bekerja di tempat bonafide, serta memiliki upah tinggi agar bisa hidup bahagia. Mereka pun tumbuh pintar tanpa disertai takwa. Dari sinilah bibit-bibit kejahatan besar ditanam.

Pendidikan yang menjauhkan agama juga akan melahirkan perilaku amoral. Anak dididik untuk liberal melakukan apa pun asal ia senang. Sudahlah agama tidak diajarkan, pornografi dan kekerasan menjadi teman bermain mereka. Ini pula yang menjadi bibit maraknya kasus perundungan. Ditambah dengan keluarga yang acuh, ayah dan ibu sibuk bekerja sehingga anak-anak kekurangan kasih sayang, jadilah mereka mencari eksistensi dan kesenangan di luar rumah.

Sungguh nestapa nasib anak-anak hari ini. Mereka diserang dari segala lini. Sekolah hanya bertumpu pada akademik, keluarga alpa terhadap pengasuhan, industri pornografi seolah didukung penguasa, dll. Semua inilah yang menjadi faktor pendorong terjadinya perundungan.

Maka hanya Islam sebagai agama paripurna yang akan mampu menghilangkan semua penyakit sosial yang lahir dari Barat, termasuk perundungan. Seluruh elemen bekerja secara simultan berdasarkan satu asas, yaitu aturan Islam. Setidaknya, ada empat faktor yang menjadikan sistem sosial dalam masyarakat Islam kuat.

Pertama, hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan aturan Allah Taala. Seseorang yang paham Islam akan menjauhkan perbuatan yang dilarang agama, termasuk perundungan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujuraat: 11)

Kedua, sistem pendidikan yang berbasis akidah akan mampu melahirkan individu yang berkepribadian Islam. Sedari awal ia sudah memahami tujuan hidup, yaitu untuk beribadah kepada Allah Taala. Tujuan ia belajar semata untuk Allah semata.

Jadilah ia pribadi yang menyenangkan dan bermanfaat untuk sesama. Jangankan menghilangkan potensi perundungan, corak pertemanan pun akan menggairahkan satu sama lainnya sebab semua berlomba-lomba dalam kebaikan.

Ketiga, fungsi keluarga dalam Islam yang nantinya akan mengukuhkan iman seseorang sedari masa buaian. Mereka akan kenyang kasih sayang dan ilmu dari orang tuanya, khususnya para ibu, sebagai bekal hidup.

Keempat, internet menjadi media yang menaburkan maslahat, bukan mudarat. Industri pornografi dan game online tidak akan tumbuh karena selain anak-anaknya sibuk belajar, negara juga memiliki aturan ketat mengenai izin penerbitan media.

Game online atau aplikasi apa pun yang itu nirfaedah, bahkan mudarat, tidak akan mendapatkan izin. Ini karena tujuan adanya media untuk menciptakan jawil imani (suasana keimanan) di tengah umat.

Karena itu, untuk menghilangkan perundungan ini tidak cukup dengan menindak pelaku atau pihak sekolah, ataupun bimbingan psikologi dan edukasi seks pada pelaku. Walhasil, kaum muslim wajib berusaha mendepak peradaban Barat dan menggantinya dengan sistem Islam.

Wallahu'alam bi shawab.

Posting Komentar

0 Komentar