
Oleh: Lathifa Rohmani
Penulis Lepas
Program Sekolah Rakyat (SR) menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menanggulangi tingginya angka putus sekolah. Diresmikan langsung oleh Menteri Sosial, Tri Rismaharini, SR digadang-gadang sebagai solusi agar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem tetap bisa mengenyam pendidikan. Namun, apakah program ini benar-benar mampu menyelesaikan masalah pendidikan secara menyeluruh?
Alih-alih memberikan harapan, program ini justru menimbulkan polemik. Salah satunya terjadi di Bandung, ketika SR menggunakan gedung milik SLBN A Pajajaran. Akibatnya, kegiatan belajar-mengajar siswa berkebutuhan khusus terganggu (Pikiran Rakyat, 18-07-2025). Di sisi lain, para siswa SR juga belum sepenuhnya memperoleh fasilitas pendidikan yang layak.
Pemerintah berdalih bahwa SR merupakan langkah darurat, sebagai bagian dari upaya memutus rantai kemiskinan. Namun, bukankah hal ini justru menunjukkan bahwa sistem pendidikan nasional tidak mampu menjamin hak pendidikan bagi anak-anak miskin secara permanen?
Kapitalisme Mengabaikan Keadilan Pendidikan
Masalah pendidikan ini sesungguhnya bukan hanya masalah teknis semata. Akar permasalahannya terletak pada sistem yang mendasarinya: kapitalisme. Dalam sistem ini, negara berperan hanya sebagai fasilitator, bukan penyelenggara utama. Pendidikan dijalankan dengan prinsip untung-rugi, yang membuat sebagian besar tanggung jawab berada di tangan masyarakat dan sektor swasta.
Akibatnya, pendidikan menjadi mahal, berjenjang, dan diskriminatif. Sekolah berkualitas hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi, sementara mereka yang terperangkap dalam kemiskinan sistemik hanya mendapat pendidikan alternatif seperti SR yang minim fasilitas, tenaga pengajar terbatas, dan masa depan yang tidak pasti.
Lebih jauh lagi, sistem kapitalisme membuat negara kesulitan dalam menjamin pembiayaan pendidikan secara menyeluruh. Privatisasi sumber daya dan ketergantungan pada utang membuat APBN semakin sempit. Oleh karena itu, wajar jika solusi yang muncul cenderung bersifat parsial, temporer, dan terkesan politis.
Negara Islam Bertanggung Jawab Penuh atas Pendidikan
Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan mendasar yang wajib dijamin oleh negara. Negara Islam tidak hanya memfasilitasi, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan secara langsung, gratis, dan bermutu bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi.
Dalam sistem Islam, negara mengelola kekayaan alam untuk kemaslahatan rakyat. Dana yang berasal dari pos-pos seperti kharaj, jizyah, dan pengelolaan milik umum digunakan untuk membiayai kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan. Negara tidak bergantung pada pajak rakyat, apalagi utang luar negeri.
Negara juga berkewajiban menyediakan sarana pendidikan yang layak dan memuliakan peran guru. Tenaga pendidik diberi upah yang memadai dan dihormati kedudukannya karena mereka adalah pilar pembangunan peradaban. Tak ada dikotomi antara kota dan desa: semua mendapat hak pendidikan yang sama.
Khatimah
Sekilas, Sekolah Rakyat tampak menjanjikan. Namun, jika ditilik lebih dalam, program ini hanya merupakan solusi tambal sulam dalam sistem kapitalisme yang rusak. Ia hadir sebagai jawaban darurat atas kegagalan negara dalam menjamin hak pendidikan rakyatnya secara utuh.
Islam tidak hanya menawarkan perbaikan program, tetapi juga perubahan sistemik yang menyentuh akar persoalan. Dalam naungan sistem Islam, pendidikan adalah tanggung jawab negara, bukan sekadar proyek sosial. Oleh karena itu, pendidikan berkualitas, gratis, dan merata bukan lagi utopia, melainkan keniscayaan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
0 Komentar