
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Selama tahun 2023 ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah menerima laporan sebanyak 2.738 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2022.
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kemen PPPA Indra Gunawan mengatakan bahwa pencegahan kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Karena keluarga adalah lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota untuk bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual.
Menurutnya peran keluarga bisa memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak, serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga. (IDN Times, 26-8-2023).
Padahal justru sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak (52%) adalah orang terdekat dalam lingkup keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak korban, paman, dan teman dekat.
Komnas PA pun menegaskan bahwa masih tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak adalah tanggung jawab bersama, baik dari unsur pemerintahan, penegak hukum, dan masyarakat luas, yakni dalam rangka melindungi anak-anak. Hanya saja masalahnya, berhubung pelakunya orang terdekat, sejauh ini penyelesaian kasus kekerasan seksual pada anak cenderung menggunakan cara kekeluargaan dibandingkan jalur hukum.
Pelaku orang terdekat ini juga sering kali menjadi alasan korban untuk takut melapor, terlebih pelaku biasanya terlihat sebagai orang baik. Selain itu, relasi kuasa pun menjadi faktor penyebab korban takut melapor. Maksudnya, ada hubungan kuat berupa kendali dari pelaku terhadap korban.
Kekerasan seksual pada anak adalah buah sesat akibat sistem sekuler yang diterapkan dinegeri ini.
Dan akibat dari pola pikir liberal (serba bebas), karena pola pikir liberal memang dibiarkan tumbuh subur sebagai konsekuensi tegaknya sistem demokrasi dengan akidahnya, yakni sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Bagi demokrasi, kebebasan berperilaku adalah salah satu pilarnya sehingga segala sesuatu yang lahir dari demokrasi tidak akan jauh dari warna sekuler.
Keberadaan media sosial juga diposisikan sebagai instrumen untuk menderaskan ide-ide liberal seperti pornografi dan pornoaks, ini adalah faktor yang turut mempercepat terjadinya kekerasan seksual. Begitu pula lemahnya filter media yang nyatanya diperparah oleh tipisnya kadar keimanan individu, menunjang abainya keterikatan mereka pada standar halal-haram.
Apalagi korbannya anak-anak, yang mereka itu masih lemah dan lugu. Semestinya orang terdekat justru menjadi pelindung utama mereka dari kebinasaan. Namun sekularisme yang begitu kuat menancap dalam benak pelaku, telah menyebabkannya begitu mudah meniru konten bejat di media sosial.
Mencermati pelaku yang mayoritas orang terdekat, mustahil mengandalkan keluarga sebagai tumpuan utama untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Tidak mungkin pelaku yang merupakan salah satu anggota keluarga yang sama malah diminta berperan melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Dan juga faktor ketakutan korban untuk melapor bisa menguntungkan pelaku. Sebab pelaku jadi leluasa untuk melakukan kekerasan seksual pada korban berkali-kali.
Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan. Di satu sisi, korban harus berani mengungkapkan tindakan kemaksiatan yang menimpanya, di sisi lain masyarakat di sekitar tempat tinggal korban juga harus peduli dan memiliki fungsi sebagai kontrol sosial masyarakat.
Kemudian perlu adanya peran penting dari penguasa, baik setempat maupun tingkat yang lebih tinggi hingga ke pemerintah pusat. Mereka harus menerbitkan kebijakan agar tindakan kekerasan seksual bisa dihentikan secara sistemis.
Demikian halnya keberadaan payung hukum yang akan memberikan keadilan bagi korban, harus menyajikan sanksi yang tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku sehingga terwujud keadilan yang nyata.
Seluruh narasi dalam rangka menanggulangi kekerasan seksual jelas tidak bisa lahir dari sistem liberal, yang menumbuhsuburkan tindakan bejat itu. Sebaliknya, kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal-haram yang hakiki. Dengan sistem sahih, yaitu sistem Islam Kaffah.
Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar.
Pertama, Individu yang bertakwa.
Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka.
Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.
Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam kaffah akan melahirkan orang-orang saleh yang selalu terjaga dari berlaku maksiat. Potret keluarga seperti inilah yang mampu untuk melindungi anak-anak dari kejahatan kekerasan seksual, termasuk menutup celah munculnya predator seksual dari keluarga sendiri.
Disamping keluarga, perlu juga lingkungan tempat tinggal yang nyaman dan kondusif. Suatu masyarakat harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu.
Solusi Islam
Negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah (Khilafah) akan mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya.
Sejatinya sistem Khilafah inilah yang mampu mewujudkan perlindungan hakiki bagi warga negaranya dari berbagai tindak kejahatan.
Demikianlah urgensi amar makruf nahi mungkar. Sebagai kaum mukmin, hendaklah kita mengambil berbagai kesempatan yang kita mampu dan miliki untuk senantiasa menyampaikan dakwah dan kebenaran.
Kekerasan seksual pada anak saat ini sudah mencapai tingkatan rantai setan hingga seolah begitu sulit memutusnya. Solusinya tentu saja dengan syariat Islam.
Dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah, yakin segala tindak kejahatan akan dengan mudah diatasi termasuk tindakan kekerasan seksual.
Dan seorang Khalifah akan mampu melindungi seluruh umat baik muslim maupun non muslim.
Waalahu 'alam bissowab.

0 Komentar