
Oleh: Ela Laela sari
Muslimah Peduli Umat
Kemiskinan masih menjadi problem kronis di berbagai belahan dunia. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun terkena imbas akibat masalah menahun ini, terdapat 1,4 miliar anak di dunia hidup tanpa perlindungan sosial.
Berdasarkan data PBB dan badan amal Inggris save the children International, miliaran anak ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun. Akibat tidak adanya akses perlindungan sosial, anak-anak Renta terpapar penyakit gizi buruk dan kemiskinan. Direktur Global United Nations Children's Fund (UNICEF) Natalia winder Rossi, mengatakan bahwa secara global terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari USD 2,15 atau setara dengan Rp 33,565 per hari dan hampir 1 miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi.
Data tersebut membuktikan bahwa dunia terutama anak-anak sedang tidak baik-baik saja dalam dekapan kapitalisme. jika kita cermati, ancaman kemiskinan ekstrem, gizi buruk, hingga kelaparan yang dihadapi anak-anak, bukan karena rendah atau tingginya cakupan tunjangan anak, melainkan lebih kepada penerapan sistem kapitalisme secara global.
Dalam sistem kapitalisme, ada istilah negara berpendapatan tinggi dan negara berpendapatan rendah, bahkan ada juga julukan negara maju dan negara berkembang. Negara maju mengatur ekonomi secara global, dan negara berkembang mengikuti aturan main yang diterapkan negara maju selaku pengemban ideologi kapitalisme.
Mengapa ada negara yang berpendapatan tinggi dan rendah yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di negara tersebut? Pada dasarnya, sistem kapitalisme meniscayakan hal itu terjadi. Karena sistem ini sifatnya eksplosif dan destruktif. Eksplosif karena eksistensi ideologi ini tidak bisa dilepaskan dari cara penyebarannya, yakni penjajahan atau imperialisme.
Destruktif artinya sistem ini memiliki daya rusak yang dahsyat. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu bisa menguasai suatu negara. Inilah yang disebut oligarki kapitalisme. Kondisi ini merupakan konsekuensi dari reinventing government yang mana negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.
Government berarti wirausahakan birokrasi yakni mentransformasi dan fasilitator. Reinverting government berarti mewirausahakan birokrasi, yakni mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik sesuai definisinya. Negara diurus layaknya mengurus perusahaan. Inilah kecacatan kapitalisme yakni mengukur kemiskinan dengan otak-atik angka, sedangkan angka tersebut belum menjelaskan dengan benar kondisi rakyat yang sesungguhnya. Hal ini sangat membahayakan generasi pada masa mendatang.
Oleh karenanya, untuk menyelamatkan generasi dari ancaman kemiskinan ekstrem, kita tidak bisa menyolusinya dengan paradigma kapitalisme. Generasi dapat terselamatkan dari problem ini jika Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan, Islam telah memiliki solusi Sistem dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini.
Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam Islam itu ada tiga yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah.
Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil bukan Non real.
Ketiga, distribusi kekayaan oleh individu masyarakat dan negara. sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya atau kebutuhan primer.
Keempat, negara atau Khilafah wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. seperti, sandang pangan, papan, pendidikan kesehatan dan keamanan.
Hanya dengan diterapkannya sistem Islam secara Kaffah kemiskinan dapat dicegah dan diatasi. Jika masyarakat sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan asasi mereka, generasi akan terbebas dari bayang-bayang penyakit, kelaparan, gizi buruk dan kemiskinan.
Wallohua'lam bisshowab

0 Komentar