
Oleh: Nasrudin Joha
Aktivis Dakwah Islam
Ketika publik sedang sibuk menuntut keadilan di MK agar memberikan putusan yang adil terhadap indikasi Pemilu curang, densus 88 kembali berulah. Densus 88 dikabarkan menangkap delapan orang yang diklaim teroris dari jaringan Jemaah Islamiyah (JI), di Sulawesi Tengah.
Karo Penmas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkap ada delapan anggota JI yang ditangkap dengan inisial G, DS, SK, A, MWDS, DK, H, dan RS. Para tersangka tersebut memiliki beberapa peran dalam organisasi itu, mulai dari jabatan bagian doktrin hingga rekrutmen.
"Secara struktur organisasi menjabat di berbagai bidang, seperti doktrin atau dakwah, kemudian bendahara keuangan, rekrutmen, dan lembaga pendidikan," ujarnya pada Jumat, 19 April 2024.
Brigjen Trunoyudo juga menambahkan bahwa dari delapan orang yang ditangkap oleh densus 88 mereka semua ada di beberapa wilayah yang berbeda pada hari Selasa (16/4) hingga Kamis (18/4). Menurutnya, para tersangka juga terlibat aktif dalam mengikuti pelatihan fisik paramiliter di wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Tanpa memikirkan suasana kebatinan umat Islam selepas perayaan Idul Fitri, penangkapan tersebut dilakukan dengan dalih adanya 'aktivitas dakwah' dalam organisasi. Padahal dalam Islam dakwah merupakan kewajiban agung, namun justru di monsterisasi seolah kegiata itu adalah doktrin sesat yang menakutkan.
Densus 88 hanya sibuk menangkapi umat Islam yang dinarasikan terkait terorisme, lalu mendeskripsikan sejumlah ajaran Islam seperti pendidikan dan dakwah sebagai ajaran yang menakutkan. Di sisi lain, densus 88 bungkam pada teroris OPM yang beragama kristen, padahal mereka jelas melakukan pembunuhan dan pembantaian terhadap anggota TNI, anggota Polri, bahkan warga sipil.
OPM yang jelas teroris, jelas membunuh, jelas menimbulkan ketakutan, merusak fasilitas strategis, fasilitas publik dan internasional, motifnya jelas politik ingin merdeka dan memisahkan diri dari NKRI, tidak diburu oleh densus 88. Sementara TNI, tidak berani mengambil sikap tegas karena masalah OPM dianggap sebagai isu penegakan hukum yang harus diselesaikan oleh Polri, bukan dengan pendekatan perang melalui kekuatan militer TNI.
Meskipun anggota TNI banyak yang dibunuh OPM, TNI tak dapat mengambil sikap tegas karena khawatir dianggap melanggar HAM. Otoritas politik Presiden Jokowi juga terus membiarkan OPM tak jelas status hukumnya, sehingga OPM dapat leluasa membunuh anggota TNI, sementara anggota TNI tidak dapat menuntut balas dengan menumpas OPM karena OPM tidak diklasifikasi sebagai ancaman bagi kedaulatan, melainkan hanya dianggap kriminal bersenjata yang penyelesaiannya harus dengan penegakan hukum, bukan dengan pendekatan perang.
Densus 88 yang punya tugas menegakkan hukum dan penyidik yang harusnya memburu teroris OPM malah membiarkan OPM merajalela, membiarkan OPM membunuh anggota TNI, Polri, juga warga sipil. Pada saat yang sama, densus 88 justru sibuk 'memproduksi' teroris yang dikaitkan dengan umat Islam dan ajarannya.
Pada kasus Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah, Ustadz Anung Al Hamat, densus 88 juga membabi buta menangkapnya, memframing negatif dakwah dan pendidikan Islam, menuduh melakukan tindakan terorisme. Parahnya setelah di persidangan, densus 88 gagal membuktikan tuduhan terorisme tersebut dan jaksa akhirnya mendakwa dengan mengatakan bahwa sikap tersebut adalah langkah densus 88 menyembunyikan informasi terkait terorisme.
Dalam isu terorisme, umat Islam selalu menjadi korban sekaligus dituduh sebagai pelakunya. Sungguh, umat Islam benar-benar seperti makanan di nampan yang jadi rebutan, darah dan nyawa umat Islam seolah tidak ada harganya. Nyatalah sudah ucapan Rasulullah ﷺ dalam hadisnya:
عَنْ ثَوْبَانَ بن بَجْدَد قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Dari Tsauban bin Bajdad, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih aliran sungai. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad)
War on terrorism sejatinya adalah war on Islam. Lihat saja, semua korban dari keganasan densus 88 adalah umat Islam, dan semua narasi terorisme selalu dikaitkan dengan ajaran Islam.
Karena itu umat Islam harus melawan narasi terorisasi Islam, umat Islam harus melawan dan jangan mau dijadikan tumbal dalam isu terorisme, serta umat Islam harus membuka wawasan terkait Islam sehingga dengan pemahaman Islam yang luas mencegah kita termakan narasi sesat dari kriminalisasi ajaran Islam, seperti halnya 'dakwah' yang sedang di citra burukkan.
Walahuallam.
0 Komentar