
Oleh: Sartika Ummu hafidz
Penulis Lepas
Awal Mei 2024, layar lebar Indonesia menyuguhkan salah satu film horor yang diangkat dari kisah nyata, berjudul Vina: Sebelum 7 Hari. Film ini disutradarai oleh Anggy Umbara, diambil dari tragedi pembunuhan sepasang kekasih di Cirebon pada tahun 2016 yang lalu.
Kisah Pilu Kematian Vina
Pada 27 Agustus 2016 sekitar pukul 22.00 WIB, Vina (16) dan kekasihnya Rizky, ditemukan tergeletak tak bernyawa di flyover atau jalan layang di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. (detikJabar.com, Selasa, 14/5/2024)
Fakta Terungkap
Awalnya kematian Vina dan Rizky ini seperti kecelakaan, namun dari kecurigaan keluarga, penyelidikan polisi juga adanya keterangan dari saksi Linda sahabat Vina sendiri yang membersamai pulangnya Vina terungkap bahwa kematian mereka adalah pembunuhan. Motif dari pembunuhan ini didasari dendam karena korban meludahi pelaku setelah menolaknya mentah-mentah.
Aksi brutal kelompok geng motor yang menewaskan sejoli Vina dan Rizky itu berakhir di meja hijau. Dalam kasus pembunuhan disertai pemerkosaan ini, tujuh terdakwa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut mereka dengan hukuman mati. Sedangkan Saka Tatal dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Delapan orang diamankan terkait dengan kejadian ini. Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal. Mereka merancang agar aksi kejahatannya tidak diketahui polisi.
Dikutip dari laman resmi Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, dalam isi dakwaan untuk pelaku Rivaldi Aditya Wardana dan Eko Ramadhani, tertera ada tiga nama pelaku yang berstatus sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron. Mereka adalah Andi, Dani, dan Pegi alias Perong.
Salah satu narasi yang beredar di medsos yaitu polisi disebut ikut andil menyembunyikan salah satu DPO tersebut lantaran berstatus anak dari anggota Polri.
Narasi itu kemudian ditepis Polda Jabar. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Jules Abraham Abast menegaskan, anak dari anggota polisi justru adalah Rizky atau Eky yang menjadi korban pembunuh bersama Vina.
"Jadi perlu saya sampaikan, hasil pemeriksaan maupun fakta di persidangan yang sesungguhnya bahwa salah satu korban yang merupakan pacar atau rekan dari saudari Vina yaitu saudara Rizky adalah anak dari anggota kami, anggota kepolisian," katanya, Selasa (14/5/2024).
Hal lain yang sedang menjadi perbincangan publik karena film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari rilis di bioskop sejak 8 Mei 2024. Salah satu hal yang disoroti adalah behel dan rambut sambung Vina digambarkan menjadi 'penghalang' di alam kubur.
Bagaimana Islam memandang kasus ini?
Anak muda generasi milenial cenderung lebih senang dengan kebebasan. Buah dari sistem sekuler kapitalis saat ini yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Diantaranya bebas berpacaran, asal suka sama suka. Kurangnya ilmu agama yang seharusnya di tanamkan orangtua sejak dini, membuat anak terbawa arus pergaulan yang bebas. Padahal agama Islam menjelaskan dalam Al Qur'an Surat Al Isra Ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Artinya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”
Rasulullah ﷺ juga bersabda “Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.” (HR.Bukhari)
Selain itu Islam juga mengajarkan adab sebelum ilmu. Maksudnya adalah seseorang harus belajar adab dulu sebelum ilmu. Karna setinggi apapun ilmu yang dimiliki tanpa adab maka sia-sia. Imam Malik pun pernah berkata kepada salah seorang pemuda Quraisy tentang pentingnya mendahulukan adab sebelum mempelajari ilmu.
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Mempelajari adab dan etika membutuhkan proses waktu yang lama. Faktor terpenting yang mempengaruhi baik buruknya perilaku yaitu lingkungan, baik keluarga ataupun masyarakat. Banyak ulama dalam mempelajari adab itu lebih lama ketimbang mempelajari ilmu. Memiliki sedikit adab justru lebih penting daripada mempunyai banyak ilmu. Mengapa demikian, sebab orang yang berilmu tinggi belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab sudah pasti berilmu, karena mampu menempatkan ilmu tersebut sesuai dengan semestinya.
Nah, dari kasus Vina ini bisa kita lihat kurangnya adab terhadap orang lain, sehingga karna kesal ia bisa meludahi pelaku. Tanpa berfikir hal tersebut menyakiti hati orang lain dan menimbulkan perasaan dendam yang menjadikan malapetaka bagi dirinya sendiri.
Terkait dengan penggunaan behel, sambung rambut palsu dan juga bulu mata, maka Islam mempunyai aturan tersendiri. Penggunaan behel diperbolehkan selama penggunaannya memiliki gharadlun shahih (tujuan yang benar), yaitu tujuan medis/pengobatan. Misalnya, meratakan gigi yang maju dan tidak rata. Bukan tujuan untuk mempercantik diri.
Sedangkan untuk sambung rambut dan juga bulu mata maka, menurut jumhur ulama, hal tersebut dianggap haram dan dilarang. Sebab, ini termasuk dalam perbuatan mengubah ciptaan Allah yang disebutkan dalam surat an-Nisa ayat 119:
وَلَاٰمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِ ۚ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِيْنًا
“Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Rasulullah ﷺ bersabda: “Dari Ibnu Umar, Rasulullah ﷺ, melaknat perempuan yang menyambung rambutnya (wig, konde, atau sanggul) dan tukang sambungnya, (serta) perempuan yang bertato dan tukang tatonya”.
Sempurnanya Islam membuat aturan bagi kaum wanita sehingga bagi yang menjalankan syariat ini kemuliaannya terjaga hingga akhir hayat. Begitupun dengan hukum Islam yang jika di terapkan dalam kehidupan akan memberikan efek pencegah, membuat jera dan penghapus dosa.
Sayangnya hukum di negeriku ini tak membuahkan efek jera, terbukti dari kasus demi kasus terus saja bertambah setiap hari. Sistem kapitalis sekuler memberikan sanksi kepada para pelaku pembunuhan dengan hukuman penjara seumur hidup. Dimana hal itu tidak membuat mereka kapok untuk mengulangi kesalahannya. Karna dalam penjara mereka makan dan tidur gratis. Belum lagi ada potongan masa tahanan dan kebijakan lain dari pemerintah, seolah penjahat mendapat perlindungan dari negara.
Perempuan di dalam Islam sangat dijaga kehormatannya. Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kejahatan seksual. Allah ﷻ berfirman,
وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“… Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.” (QS. An-Nur: 33).
Kapabilitas sistem Islam dalam melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan dapat dilihat dari rekam sejarah peradaban Islam. Pada tahun 837 M, Al-Mu’tashim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.
Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah, “di mana kau Mutashim… tolonglah aku!” Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), karena besarnya pasukan.
Negara yang menerapkan hukum Islam, menerapan sanksi yang berat bagi pelaku pelecehan. Misalnya, pelaku pemerkosaan akan dihukum had zina (QS. Al-Maidah: 33). Jika pelakunya belum pernah menikah maka dicambuk 100x, jika sudah pernah menikah dirajam hingga mati.
Kemudian bagi pembunuh maka hukumannya adalah dibunuh (Qishash). Penerapan sanksi yang lain juga dihukum ta’zir maupun membayar denda (diyat) jika terjadi penganiayaan fisik. Hukuman ini akan menimbulkan efek jera bagi para pelakunya dan akan meminimalisir tindak kejahatan yang sama terulang lagi.
Dari kasus Vina ini kita bisa memetik ibroh, diantaranya pelanggaran syariat adalah awal dari munculnya kejahatan. Peran orangtua dan kontrol masyarakat sangat perlu di lakukan. Namun, hal itu tidak akan membuahkan hasil maksimal selama negara ini belum menerapkan syariat Islam sebagai ideologi. Karena hanya dengan mengembalikan kehidupan Islam seperti dulu kejahatan tak akan berkembang.
Wallohu'alam bissowab.
0 Komentar