PELECEHAN ANAK BERULANG, KAPITALISME MALAPETAKA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA


Oleh: Erni
Muslimah peduli umat

Wanita pada hakikatnya sangatlah mudah menjadi korban para pelaku kejahatan, khususnya dari tindakan kesusilaan. Masalah tersebut semakin mencuat dengan munculnya masalah-masalah seperti pemerkosaan, pencabulan, dan eksploitasi seksual yang kemudian tidak hanya menimpa orang dewasa namun juga anak-anak yang masih di bawah umur.

Setiap anak membutuhkan pembinaan dan perlindungan untuk memastikan tumbuh kembang fisik, psikis, dan sosial secara menyeluruh. Tidak hanya itu anak juga perlu di dengar dan di hargai pendapatnnya, di berikan pendidikan yang layak serta pengetahuan agama Islam agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik juga menjadi generasi yang berakhlaqul karimah.

Mirisnya saat ini justru ada kejadian yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat dan viral di sosial media, seorang ibu muda di Tanggerang yang nekat mencabuli dan merekam aksi asusila terhadap anaknya yang berusia 5 tahun.

Dilansisr dari kompas, psikolog anak Novita Tanndri mengatakan, ada bahaya laten yang mengancam korban pencabulan oleh ibu kandung berinisial R (22) di Tanggerang Selatan, meskipun saat ini tidak ada indikasi trauma pada anak 5 tahun tersebut.

Novita menjelaskan, pada usia 0-6 tahun, otak manusia berada dalam masa penyerapan. Semua yang di serap oleh pancra indera akan di simpan informasinya pada otak. "Waktu remaja (setelah pubertas), semua yang sudah masuk di kepala itu akan sangat bisa di bangkitkan kembali,"ujar Novita saat di hubungi melalui telepon pada sabtu (8/6/24).

Efeknya pada setiap orang akan berbeda, namun bukan berarti kemungkinan bahaya ini dapat dibiarkan. "Semua yang diserap pada usia 0-6 tahun itu diserap tanpa filter. Jadi, engga bisa disetting, engga mau ini, engga mau itu semua (data) masuk," ucap dia.

Novita menjelaskan, anak kecil belum memahami apa yang terjadi pada dirinya, informasi benar atau salah, wajar atau tidak normal, semua masih belum terverifikasi.

Misalnya ketika seorang anak mengalami pelecehan seksual atau kekerasan, jika alat kelaminnya di remas kencang-kencang, anak hanya bisa memahami rasa sakit yang ia rasakan pada tubuhnya.

Ia belum paham kalau perbuatan menyentuh alat vitalnya adalah hal yang tidak wajar atau mungkin salah. Atas alasan ini Novita mengatakan pemantauan dan pedampingan kepada anak-anak korban pelecehan dan kekerasan seksual harus terus dilakukan, kondisi korban yang saat ini terlihat dalam kondisi normal tidak dapat menjadi pedoman.

Pencabulan atau kekerasan seksual merupakan tindakan yang melanggar kesusilaan di dalam masyarakat. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan dan kekerasan seksual terhadap anak merupakan prilaku yang timbul akibat rendahnya pendidikan, himpitan ekonomi, lingkungan, minuman keras (berakohol), tekhnologi, kejiwaan atau psikologis, kurangnya pemahaman agama yang kuat, faktor biologis, semua ini adalah penyebab paling dominan.


Lantas seperti apa upaya pencegahan yang bisa dilakukan?

Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya penerapan nilai-nilai etika dan agama, mengajarkan pada anak batasan bagian tubuh yang bersifat pribadi, mengajarkan anak untuk berkata TIDAK jika ada yang mengancam dirinya, meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap anak.

Masyarakat juga harus disadarkan bahwa dampak kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga kerusakan mental yang pemulihannya memakan waktu sangat lama.


Lantas bagaimana syari'at Islam mencegah bahkan menghentikan kekerasan seksual?

Islam adalah solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah pelecehan seksual. Dalam Islam, Allah ï·» telah menciptakan naluri seksual pada wanita dan laki-laki dan juga sekaligus menurunkan seperangkat hukum syari'at sebagai upaya pencegahan agar tidak terjadi kekerasan seksual. Secara garis besarnya, aturan Islam tersebut berupa:
  • Islam memerintahkan umatnya untuk menutup aurat dan menjaga kemaluannya, Islam memerintahkan bagi perempuan untuk memakai pakaian syar'i berupa jilbab/gamis tercantum dalam Q.S Ah-zab:59 dan Q.S an-nur:31.
  • Negara mengontrol ketat seluruh tayangan maupun materi pemberitaan media, di mana saat ini begitu mudah masyarakat mengakses situs-situs porno yang menayangkan adegan tidak senonoh, sebab tayangan seperti itu memiliki dampak pada maraknya pelecehan seksual dan sejenisnya.
  • Dalam Islam, pelaku pelecehan seksual dan sejenisnya wajib mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai syari'at Islam.

Inilah beberapa upaya dalam Islam untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual di semua lini kehidupan. Dengan ini Islam menjadi satu-satunya sistem yang mampu mencegah terjadinya kekerasan seksual dengan jaminan sempurna.

Sesungguhnya sistem sekuler menghasilkan pemikiran liberal yang mengakomodasikan kebebasan berekspresi dan berkeinginan, hal ini menjadi kontra produktif dengan tujuan mulia menghilangkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual karena jaminan kebebasan dijunjung tinggi oleh negara.

Pada satu sisi, negara menginginkan masyarakat terbebas dari kekerasan seksual, tetapi pada sisi lain negara justru mengkampanyekan kebebasan individu yang kerap menjadi pemicu bangkitnya naluri seksual.

Atas dasar inilah sulit untuk berharap pada sistem sekuler untuk dapat menyelesaikan berbagai kasus kekerasan seksual. Meskipu sejumlah regulasi telah terbit, namun tetap saja kekerasan seksual terjadi.

Regulasi yang hadir saat ini, mau sebanyak apapun itu tidak akan mampu menyelesaikan kasus, sebab pola berpikir sekularisme yang menjamin kebebasan individu hanya akan menyuburkan kekerasan seksual, bukan menghilangkannya.

Oleh karena itu sudah selayaknya kaum muslim tidak fobia lagi terhadap ajaran Islam. Bahkan seharusnya aturan Islam menjadi rujukan utama dalam pendidikan, niscaya jika hal tersebut dilakukan dalam kehidupan maka berbagai bentuk kekerasan seksual dan sejenisnya dapat dihilangkan.

WalLâhu a’lam bish shawâb

Posting Komentar

0 Komentar