PELAJAR MENGOLOK PALESTINA, BIKIN MURKA


Oleh: Desi Anggraeni
Penulis Lepas

Viral sebuah video yang menayangkan beberapa remaja perempuan mengolok-olok Palestina sambil menikmati makanan cepat saji di sebuah restoran yang tengah diboikot. Dalam video tersebut mereka membuat pernyataan yang sangat tidak sensitif dengan penderitaan rakyat Palestina.

Mereka menyantap sambil menganalogikan makanan tersebut bagian tubuh anak Palestina. Saling bersautan menyebut "tulang anak Palestina", "daging anak Palestina", "darah anak Palestina". Disertai gelak tawa candaan yang sangat menyinggung hati yang masih punya naluri kemanusiaan. Jelas saja perbuatan mereka mengundang kecaman luas dari berbagai pihak.

Sungguh miris, di saat masyarakat luas berusaha keras untuk memboikot produk-produk zionis, pelajar SMP ini malah menikmati produk tersebut sambil meledek penderitaan anak-anak Palestina.

Padahal, cukup menjadi manusia untuk paham penderitaan yang dialami warga Palestina. Duka mereka akan sama terasa sakit bagi yang menyaksikan. Tidak heran, banyak kalangan melakukan aksi bela Palestina, mendoakan keselamatan warga Palestina, dan berbagai macam bentuk pembelaan terhadap Palestina, termasuk hujatan netizen Indonesia yang sempat viral karena berhasil merusak mental tentara zionis laknatullah.

Kabar depresinya tentara Yahudi membawa kepuasan tersendiri, bahkan do'a-do'a tentang kehancuran mereka melangit tinggi. Tetapi sebaliknya, ketika ada yang bersebrangan seperti yang dilakukan remaja-remaja SMP di atas, sungguh itu sangat melukai dan membuat murka.

Tidakkah mereka paham, genosida yang terjadi di sana membawa penderitaan bertubi-tubi. Kejahatan Israel sudah sangat jelas melanggar hak asasi manusia. Bahkan kejahatannya lebih dari itu.

Dilansir dari laman republika.co.id, Ustazah Amalina Rakhmani Syadid Pegiat Perempuan Cinta Keluarga (Percik) mempertanyakan, tidakkah wanita remaja pelajar tersebut merasakan penderitaan wanita di Gaza, Palestina. Minimal jika tidak mau mendukung rakyat Palestina untuk merdeka dan mendapatkan haknya, ya tidak perlu mengolok-olok anak-anak Palestina korban kejahatan Israel.

Atas perilaku mereka, banyak pihak mempertanyakan pendidikan semacam apa yang diperoleh mereka di sekolah dan di rumah.

"Guru harus terus berbenah diri dan kreatif dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa, karena tantangan dari internet dan lingkungan anak yang uneducated," kata Jejen kepada Republika, Kamis (13/6/2024).


Akar Masalah

Jika ditelaah, dari tahun ke tahun dan banyaknya kasus yang terjadi pada remaja calon generasi penerus bangsa, yang menjadi akar masalahnya adalah sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Pendidikan yang ada pun berbasis sekuler. Sekuler merupakan asas dari sistem kapitalisme yang bercokol di negri ini. Dari sistem ini, lahirlah paham liberalisme yang berpengaruh pada kerusakan mental. Sehingga didapati para generasi muda lemah akhlak dan nirempati.

Disadari atau tidak, faktanya paham ini mengajarkan generasi untuk berbuat semau sendiri. Bebas berpendapat atau berbicara sekehendak hati walaupun dengan menjelek-jelekan. Bebas mengekspresikan diri dengan menjadikan penderitaan Palestina sebagai bahan candaan.

Saat generasi mengadopsi ide sekulerisme, hawa nafsulah yang akan menguasai. Maka, tidak heran jika kaum muda saat ini lebih banyak menyibukkan diri demi popularitas, memburu kesenangan fisik, mengejar sesuatu yang bernilai materi, serta perilaku yang berorientasi dunia lainnya. Tanpa peduli halal haram atau baik buruknya. Dampak positif negatif pun tidak lagi menjadi pertimbangan dalam mengambil tindakan. Apalagi sampai konsekuensi jangka panjang hingga akhirat, sepertinya tidak terfikir sama sekali.

Sudah jelas sistem ini membawa hidup pada lubang kehancuran dan keterpurukan. Diperparah lagi dengan sistem sanksi yang tidak tegas dan tidak memberi efek jera bagi pelaku juga masyarakat umum. Sehingga, kekejaman semakin merajalela.

Jika diakumulasi, tindakan nyleneh para remaja sudah tidak bisa dihitung jari. Begitupun dengan kasus-kasus kenakalan remaja, nge-drug, tindak asusila, aborsi, pembullyan, tawuran, serta tindak kejahatan lainnya, jumlahnya sudah sangat-sangat banyak sekali. Apakah kondisi ini bisa disebut sebagai kenakalan remaja biasa? Tentu tidak. Jika kejadian demikian terus berulang, maka, hal ini terindikasi sebagai kesalahan sistem.


Lalu, Bagaimana Seharusnya?

Dahulu, dunia pendidikan pernah mengalami masa-masa kecemerlangan pada saat dipimpin oleh Islam. Kemajuan pendidikan Islam pernah menjadi kiblat peradaban lainnya. Seperti Eropa, bisa dikatakan Islam yang menjadi dinamo atas kemajuan peradaban mereka.

Pendidikan dalam Islam yang berbasis akidah Islam, bisa diartikan sebagai proses pembentukan manusia menjadi hamba Allah ï·» dan meneladani Rasulullah Muhammad ï·º. Sehingga mampu melahirkan generasi-generasi muda berakhlak mulia, berkepribadian Islam dan mampu menguasai ilmu-ilmu kehidupan, seperti ilmu matematika, sains, tekhnologi dan ilmu lainnya.

Segala tolak ukur perbuatan adalah syariat. Sehingga, individu dan masyarakat terjaga keimanan dan ketakwaannya. Di dalamnya ditegakkan amar makruf nahi mungkar dan tersebar luas dakwah Islam. Secara otomatis tidak akan ada yang seenaknya berbicara yang bernada hinaan atau ledekan seperti yang dilakukan oleh para pelajar di atas. Seandainya hal serupa terjadi, pasti akan segera ditangani dengan memberikan edukasi, pembinaan dan sanksi tegas yang memberi efek jera.

Selain itu, di bawah kekuasaan Islam dalam bingkai negara Khilafah, nyawa umat akan terjaga. Begitupun dengan harta dan kehormatannya. Termasuk genosida di Palestina. Al-Quds akan kembali dibebaskan seperti yang dilakukan oleh Kholifah Umar bin Khattab.

Maka, sudah waktunya mengganti sistem pendidikan sekuler dengan sistem pendidikan Islam. Yang sudah terbukti mampu melahirkan generasi-generasi unggul berkepribadian Islam.

Wallahu a'lam bishshawwab.

Posting Komentar

0 Komentar