
Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengumumkan masyarakat Indonesia berada di urutan pertama di ASEAN soal 'membuang' makanan. Ironisnya di saat yang sama, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta orang pada 2023.
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut jumlah makanan yang dibuang oleh warga Indonesia setiap tahun setara dengan Rp551 triliun. Apabila tidak dibuang, jumlah makanan tersebut sebenarnya bisa untuk memberi makan seluruh warga miskin di Indonesia.
"Pemanfaatan sisa pangan yang masih layak konsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi bagi sedikitnya 62% penduduk yang kekurangan," (CNBC Indonesia, 04/07/2024)
Fenomena Sampah Makanan
Fenomena banjirnya sampah makanan tidak lepas dari kebiasaan buruk terkait porsi makanan dan perilaku konsumsi masyarakat. Budaya "lebih baik lebih daripada kurang" mendorong konsumsi makanan yang berlebih. Hingga berakhir terbuang.
Penyebab terbuangnya bahan pangan lainnya yaitu perlakuan tak layak dalam proses produksi. Khususnya cara penyimpanan, trial produk baru tanpa rancangan terarah dan cara pengolahan bahan baku yang salah. Hal ini menambah surplus sampah.
Problem sampah makanan makin tak terkendali dengan adanya regulasi pemerintah yang kurang efektif dalam memangkas sampah makanan. Misalnya penerapan kebijakan import oleh negara terhadap beberapa komoditi pangan. Hal ini bahkan seringkali dilakukan ketika kondisi dalam negeri sedang surplus karena panen raya. Publik tentunya masih mengingat kasus Bulog yang membuang stok beras rusak, karena lamanya penyimpanan. Sungguh miris bahan pangan terbuang saat banyak rakyat masih terancam kelaparan.
Problem Sistemik
Problem sampah makanan sejatinya bukan sekedar mengenai buruknya kebiasaan konsumsi masyarakat. Penerapan sistem kapitalisme sekuler memiliki andil dalam melahirkan kebijakan-kebijakan negara yang lebih mengutamakan teraihnya keuntungan. Sekulerisme telah menjauhkan agama dari kehidupan. Halal haram tak lagi jadi panduan.
Wajar jika industri makanan untuk terus didorong berinovasi dan meningkatkan produksi pangan. Meski produk tak dibutuhkan di pasaran. Selama masih ada harapan menghasilkan keuntungan. Kegiatan produksi terus berjalan. Akhirnya, banyak produk kadaluwarsa maupun tak laku dijual yang harus berakhir terbuang. Individu maupun korporasi dalam sistem ini nir-adab, dalam memperlakukan makanan. Seiring penguasa yang hanya peduli menghasilkan keuntungan.
Solusi Problem Sistemik
Islam memiliki aturan komprehensif dalam mengatur konsumsi dan distribusi makanan. Prinsip dasarnya tidak berlebihan dan tidak membuang makanan. Rasulullah ﷺ bersabda:
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما مرفوعاً: كُلُوا، وَاشْرَبُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَالْبَسُوا، غَيْرَ مَخِيلَة، وَلَا سَرَف
Dari Abdullah bin 'Amru bin 'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- secara marfū', "Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa sombong dan tidak berlebih-lebihan!" (Hadis hasan - Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah)
Dalam Islam, setiap individu diajarkan untuk bijak dalam mengelola konsumsi dan menghargai makanan sebagai wujud syukur terhadap nikmat Illahi.
Selanjutnya Islam mengatur distribusi dengan cermat melalui mekanisme zakat, infaq dan shodaqoh. Penerapannya yang tepat, akan memastikan distribusi pangan yang merata. Hingga tidak ada wilayah yang kelaparan sementara di wilayah lain berlebihan. Pengentasan kemiskinan pun terealisasi seiring problem food waste yang terhindari.
Sistem pendidikan yang disusun berdasarkan aqidah Islam akan menghadirkan penguasa yang peduli terhadap kepentingan rakyatnya. Melalui regulasi, negara mendorong masyarakat untuk tidak mudah membuang makanan. Seperti menggalakkan kebiasaan makan sesuai porsi makan atau membawa pulang sisa makanan saat makan di luar rumah. Industri makanan diwajibkan memproduksi makanan sehat nan bergizi dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan pasar dan diberi sanksi jika melanggar.
Demikian pengaturan Islam yang menyeluruh dalam menjaga ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan menjamin kesejahteraan. Problem sampah pangan dan kelaparan terhindarkan. Alhasil, kembali kepada aturan Islam dalam mengelola kehidupan adalah darurat untuk diwujudkan. Wallahualam.
0 Komentar