
Oleh: Desi Anggraeni
Penulis Lepas
Sungguh memilukan, berita kerusakan moralitas para generasi muda terus saja membanjiri media pemberitaan setiap harinya. Ada saja kasus-kasus amoral bermunculan. Seperti kasus pencabulan yang dialami oleh siswi sekolah dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Utara yang dilakukan oleh 26 orang, rata-rata masih di bawah umur alias masih pelajar.
Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk mengungkapkan, korban dicabuli oleh 26 orang pria dilakukan sebanyak tujuh kali sejak April dan baru dilaporkan pada bulan Mei 2024. Peristiwa pencabulan ini tidak dilakukan secara bersamaan, namun di tempat dan waktu terpisah. Kasus ini terjadi, terang Bungin, lantaran korban maupun pelaku sama-sama tidak dalam pengawasan dari orang tua. (CNN Indonesia, 23/6/2024)
Kasus semacam ini bukan lagi hal baru di Indonesia. Untuk kesekian kalinya citra buruk mencoreng wajah generasi muda. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan. Mengingat remaja adalah aset negara, sebagai calon pemimpin di masa mendatang. Bagaimana nasib suatu bangsa bila pemudanya adalah generasi liar yang syahwatnya tidak terjaga.
Dilihat dari banyaknya kasus penyimpangan moral para remaja seperti perilaku seks bebas, narkoba, tawuran antar pelajar, pemerkosaan, pembunuhan dan berbagai bentuk tindakan maksiat lainnya, cukup membuktikan betapa merosotnya nilai moralitas anak bangsa saat ini. Hal demikian sudah tidak bisa dikatakan sebagai kenakalan remaja lagi. Sebab, sudah terpampang nyata bahwa krisis moral generasi muda saat ini sudah sangat merebak hingga pada taraf yang mengenaskan.
Biang Rusaknya Moral Generasi
Secara pemikiran, usia remaja belasan tahun seharusnya sudah mampu membedakan mana baik dan mana buruk, mana benar mana salah. Tetapi, kenyataannya mereka terjebak pada perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan. Mereka seperti tidak menemukan arah menuju jalan keselamatan.
Keberadaan mereka seharusnya tidak boleh luput dari pengawasan para penguasa pemangku jabatan. Tetapi, kondisi di dalamnya tidak kalah miris dengan banyaknya praktik korupsi, perilaku hedonis, dan juga sibuk mempertontonkan kebijakan-kebijakan mencekik rakyat. Mereka yang diharapkan bisa menjadi teladan, justru memberi contoh perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan.
Ditambah dengan tontonan-tontonan yang tidak mendidik. Kasus di atas disebutkan pula bahwa mereka adalah anak-anak broken home. Hal ini menambah jelas bahwa kehidupan generasi muda sekarang kehilangan sosok teladan baik yang berperan pada kepribadiannya.
Adanya peristiwa dengan kejadiannya terus berulang, tentu penyebabnya bukan berasal dari satu faktor saja. Di dalamnya mencakup faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.
Rentetan penyebab yang saling berkaitan ini, akarnya akan berujung pada sebuah sistem. Sistem inilah yang menjadi biang dari segala masalah, termasuk masalah rusaknya generasi muda. Sekuler atau pemisahan agama dari kehidupan merupakan asas dari sistem kapitalis yang bercokol di negri ini. Di mana keberadaannya menjadi sumber dari suburnya kemaksiatan.
Siapa Yang Bertanggungjawab?
Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan moral anak. Namun nyatanya, benteng keluarga dalam sistem hari ini sangat rapuh. Kesulitan ekonomi yang menghimpit membuat para orang tua lebih terfokus pada kesibukan mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Sedangkan kebutuhan kasih sayang anak tidak cukup terpenuhi. Sehingga tidak jarang anak mencari perhatian di luar rumah. Masuk ke dalam pergaulan di lingkungan sekitar dan dunia maya, serta ditemani oleh tonton-tontonan yang menayangkan berbagai peragaan tanpa batas syar'i.
Luputnya fungsi pendidikan dari orang tua, memberi andil pada gaya hidup anak. Mereka cenderung terobsesi pada pemahaman liberalisasi dari Barat. Paham yang sengaja ditebarkan oleh kaum kafir Barat ini mengajarkan para generasi muda untuk bebas berpikir, berekspresi dan bertingkah laku.
Pendidikan yang mereka dapatkan dari sekolah-sekolahpun tidak cukup menjadi modal mereka membentengi diri dari perilaku-perilaku tidak terpuji. Sebab, kurikulum pendidikan yang ada berbasis liberal. Kental pula di dalamnya paham sekuler yang menjauhkan agama dari aspek-aspek kehidupan. Hal ini menjadikan para pelajar kering moral dan akhlak. Pencapaian pendidikan dalam sistem ini hanya bersifat materialistik. Seperti prestasi nilai, juara dalam lomba, kecerdasan pada ilmu dunia, gelar-gelar duniawi dan lain sebagainya.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat saat ini yang cenderung apatis. Tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Selama itu tidak menimpa keluarga mereka, maka itu bukan menjadi urusannya. Seolah urusan orang lain atau tetangganya bukan menjadi bagian dari tanggungjawabnya. Banyak pula kalangan yang mempertanyakan tanggungjawab dan peran negara dalam menyelesaikan masalah krisis moral generasi muda.
Memang benar, dalam hal ini negara memliki peran penting. Pemerintah selaku pemegang kebijakan dan kekuasaan, sudah seharusnya mengambil langkah untuk mencegah kemerosotan moral para generasi muda yang lebih parah. Sayangnya, negara saat ini seolah tidak serius menangani persoalan amoral generasi bangsa. Alih-alih memperkuat dasar pendidikan dengan nilai-nilai agama yang benar, justru pemerintah mengadopsi program deradikalisasi dan moderasi beragama untuk pelajar.
Harusnya, penguasa juga memiliki kewenangan untuk memblokade masuknya konten-konten atau tontonan-tontonan yang mengandung pornoaksi dan pornografi yang jelas merusak pemikiran dan moral anak bangsa.
Negara adalah benteng sesungguhnya. Namun dalam sistem yang mengusung liberalisme, fungsi negara sebagai pelindung hampir tidak ada. Dengan jargon kebebasan, negara tidak bisa mengikat rakyatnya. Sehingga seks bebas, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi menyebar begitu luas di tengah masyarakat. Atas nama hak asasi manusia, negara juga tidak bisa memberi hukum tegas kepada para pelaku kejahatan. Maka tidak heran jika kasus amoral seperti di atas terus saja terjadi.
Kembali Pada Sistem Yang Benar
Akar masalah dari segala problematika yang ada adalah sebab dari kesalahan sistem. Maka,solusinya harus mau mengganti sistem. Membuang sistem yang rusak, kemudian mengganti dengan sistem yang benar. Jika penerapan sistem sekuler liberalisme saat ini terbukti hanya menambah maraknya tindak amoral pada generasi muda, maka sudah selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh.
Tatanan semua aspek kehidupan harus dikembalikan pada syariat Islam. Sebuah sistem yang lahir berdasarkan wahyu dari Allah ﷻ kemudian dijalankan oleh Rasulullah ﷺ dan diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Hanya dalam sistem Islam negara menaungi dan menjaga generasi muda sesuai fitrah.
Islam memiliki sejumlah aturan yang komprehensif. Pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam, mampu menjadi benteng setiap individu dari kemaksiatan. Negara dalam sistem Islam menerapkan kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam, sehingga melahirkan individu yang bertakwa. Dari aspek sosial, negara juga mengatur sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai ketentuan syariat.
Serangkaian aturan dalam sistem Islam merupakan bentuk penjagaan sepenuh hati terhadap generasi penerus yang sudah terbukti selama ribuan tahun lamanya. Kegemilangan sistem Islam dalam naungan Daulah Islamiyah memang tidak diragukan lagi. Namun, sejak Daulah diruntuhkan tahun 1924, penjagaan itu lambat laun menghilang. Alhasil, setiap individu dan masyarakat berjuang sendiri melawan arus zaman yang terus menggerus nilai-nilai Islam. Maka, sudah menjadi tugas kita bersama untuk memperjuangkan tegaknya kembali Daulah Islam. Karena hanya dengan Islam saja kehidupan akan meraih keberkahan, rahmat dan rida dari Allah ﷻ.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'raf: 96)
Wallahu a'lam bissawab.
0 Komentar