ONE PIECE DAN KEMERDEKAAN YANG GAGAL


Oleh: Ainul Mizan
Peneliti LANSKAP

Pada momen HUT Kemerdekaan Indonesia ke-80 ini, muncul sebuah anomali yang menarik perhatian. Umumnya masyarakat menyambut hari kemerdekaan dengan mengibarkan bendera Merah Putih dan mengadakan berbagai perlombaan. Namun, anomali yang dimaksud adalah pengibaran bendera One Piece di sejumlah daerah.

Di beberapa wilayah, termasuk Jakarta, pengibaran bendera One Piece dilakukan oleh kalangan warga, terutama anak muda. One Piece merupakan simbol yang diadopsi dari serial anime Jepang. Karakter Monkey D. Luffy, sebagai pemimpin bajak laut, menggunakan bendera tersebut dalam kelompoknya.

Meskipun terdapat penyesuaian karakter masing-masing anggota dalam bendera itu, secara umum One Piece diadaptasi dari Jolly Roger, yakni bendera bajak laut yang melambangkan perlawanan terhadap pemerintahan dunia.

Dalam versi One Piece, Jolly Roger dimodifikasi dengan gambar tengkorak bertopi jerami dan ekspresi tersenyum. Simbol ini digunakan sebagai representasi perlawanan terhadap penindasan, serta simbol kebebasan dan persatuan.

Dalam konteks HUT ke-80 RI, pengibaran One Piece menjadi simbol kekecewaan rakyat. Sudah merdeka selama delapan dekade, namun rakyat masih hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Pemerintah dianggap gagal menyejahterakan rakyat.

Pada 2024, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara termiskin di dunia. Lebih dari 60 persen rakyat berada di bawah garis kemiskinan. Tak hanya itu, Indonesia juga menjadi negara terkorup ketiga di Asia. Gurita korupsi kian merajalela. Utang negara menumpuk hingga lebih dari Rp8.000 triliun. Akibatnya, pajak ditingkatkan dan diperluas.

Lebih parah lagi, di era pemerintahan Prabowo saat ini, kedaulatan negara dipertaruhkan. Demi mendapat keringanan tarif impor dari AS sebesar 19 persen, Indonesia rela menjadi pasar bebas dengan tarif 0 persen untuk produk-produk AS. Data pribadi warga dijual ke negara asing.

Kekayaan alam dikuasai oleh pihak asing, aseng, dan oligarki. Lantas, masihkah kita percaya diri meneriakkan kata “merdeka”? Bukankah sejatinya kita sedang dijajah kembali? Artinya, selama 80 tahun ini, rakyat justru menjadi korban dari kemerdekaan yang gagal.

One Piece digunakan oleh generasi muda untuk menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk ketidakadilan. Rakyat ingin bahagia. Rakyat sudah muak dengan kelicikan dan politik kotor yang dimainkan oleh penguasa dan para pejabat.

Simbol One Piece menjadi media pelampiasan aspirasi rakyat. One Piece bukan bentuk makar. Justru yang benar-benar makar adalah pengibaran bendera Bintang Kejora, yang ironisnya tidak mendapat tindakan tegas dari aparat.

Maka, jangan sampai para pejabat menilai One Piece sebagai upaya menggulingkan pemerintahan, memecah belah persatuan, atau mengancam keutuhan bangsa. Ini hanyalah bentuk ekspresi, dan melalui One Piece, rakyat bersuara.


One Piece dalam Kacamata Perubahan

One Piece mencerminkan aspirasi bahwa rakyat sejatinya menginginkan perubahan. Peringatan kemerdekaan bukan lagi menjadi momen pembawa keadilan dan kesejahteraan, tetapi justru menjadi pengingat bahwa negeri ini masih dijajah secara sistemik oleh dominasi asing.

Namun, One Piece hanya menjadi luapan emosi dan kekecewaan sesaat. Ia dianggap cocok dengan perasaan rakyat yang menderita dan tertindas oleh setiap kebijakan pemerintah. Di sinilah muncul energi dan suara perubahan yang berasal dari rakyat sendiri.

Sayangnya, perubahan yang tidak disertai dengan konsepsi sistem dan tatanan pengganti yang jelas hanya akan membawa rakyat ke jurang yang sama, bahkan lebih dalam. Bukankah rakyat negeri ini telah merasakan “angin” reformasi yang justru menyeret mereka ke dalam keterpurukan yang lebih parah?

Karena itu, edukasi kepada rakyat sangatlah penting. Perubahan tidak cukup hanya dengan semangat. Perubahan membutuhkan keistiqamahan dan konsepsi pengganti yang konkret. Tatanan pengganti terhadap sistem demokrasi sekuler yang berlaku saat ini hanyalah sistem Islam.

Rakyat negeri ini pernah mencoba berbagai bentuk demokrasi: dari sosialisme dalam demokrasi terpimpin, demokrasi serikat, hingga demokrasi liberal. Hasilnya? Nol besar. Justru Indonesia semakin terpuruk sebagai negara gagal.

Satu-satunya sistem kehidupan yang belum diterapkan di negeri ini adalah sistem Islam. Bukankah kemerdekaan sejati menurut Islam adalah pembebasan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan total hanya kepada Allah Ta‘ala?

Tatanan hidup buatan manusia (baik ideologi kapitalisme maupun komunisme) hanya melahirkan penjajahan, ketimpangan, dan kerusakan. Maka, hanya Islam yang mampu menyejahterakan negeri ini. Sejarah pun telah membuktikan selama lebih dari 1.300 tahun, Islam berhasil memayungi dunia dengan keadilan.

Menuju perubahan dengan Islam haruslah mengikuti metode yang juga digariskan oleh Islam. Terdapat kaidah: al-ghāyah lā tubarriru al-wasīlah — tujuan tidak membenarkan segala cara.
Metode perubahan dalam Islam harus meneladani langkah-langkah perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Beliau berhasil mengubah bangsa Arab dari bangsa jahiliyah menjadi bangsa beradab dan maju. Bangsa Arab bahkan menjadi pelopor dakwah, hingga Islam memayungi hampir dua pertiga dunia, termasuk wilayah Nusantara.

Semangat perubahan dari rakyat merupakan energi besar yang harus diarahkan ke dalam gelombang perubahan yang Islami, yakni perubahan yang mengadopsi metode Rasulullah ﷺ secara utuh tanpa penyimpangan sedikit pun.

Rakyat negeri ini, yang mayoritas adalah Muslim, seharusnya menyambut seruan dakwah: “Selamatkan Indonesia dengan Syariat Islam dan Khilafah.” Umat Islam tidak boleh berpaling kepada simbol, ideologi, konsepsi, dan tatanan asing yang tidak berasal dari Islam. Termasuk menggunakan simbol One Piece untuk memperjuangkan perubahan.

Sebab, mengadopsi simbol, ideologi, atau pemikiran asing justru akan menjauhkan kita dari perubahan hakiki, yakni perubahan menyeluruh menuju penerapan Islam secara paripurna.

Hanya dengan Islam, kehidupan yang adil dan sejahtera (baik lahir maupun batin) dapat diwujudkan.

Posting Komentar

0 Komentar