
Oleh: Uni
Penulis Lepas
“Ada uang abang sayang, tak ada uang abang ku tendang.”
Kutipan dari lagu diatas sangat tepat menggambarkan kondisi pasutri hari ini. Terdengar banyak berita tentang kasus perceraian yang didominasi istri menggugat suaminya karena masalah ekonomi. Di Jakarta Utara, ada 1.300 lebih kasus perceraian sepanjang enam bulan pertama tahun 2024. Sebagian besar penyebabnya adalah masalah ekonomi, imbas dari jeratan judi online dan pinjaman online. Dikutip dari Tribun Jakarta, Koja (10/7).
Berdasarkan data Pengadilan Agama Jakarta Utara sejak Januari hingga awal Juli 2024, ada sebanyak 1.349 perkara perceraian yang didaftarkan. Jumlah itu meningkat sekitar 10 persen dibanding tahun 2023 di angka 1.200 kasus. Humas Pengadilan Agama Jakarta Utara Syawarni mengatakan, kasus perceraian sekarang ini didominasi istri yang menggugat suaminya karena masalah ekonomi. Dari fakta persidangan, terungkap banyak istri yang buka suara bahwa suami mereka tidak sanggup memberikan nafkah karena uangnya habis dipakai berjudi online lalu berhutang pada aplikasi pinjaman online.
Maksiat Yang Terfasilitasi
Masalah kehidupan masyarakat yang semakin rumit hari ini tidak lepas dari fasilitas-fasilitas kemaksiatan yang ada. Bagaimana tidak, kemudahan dalam mengakses aktifitas ribawi misalnya, yang telah menjamur di tengah-tengah masyarakat. Bahkan sudah menjadi sesuatu yang wajar dan abu-abu, bahkan sampai kalangan ulama. Ada segelintir ulama yang menyebutkan jika bunga dalam riba itu sedikit maka dibolehkan. Fatwa itu menjadi pegangan masyarakat bahwa tak mengapa mengambil riba dengan syarat bunga sedikit. Padahal, dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 menerangkan:
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
"... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".
Jelas sekali bahwa riba adalah haram, entah itu jumlahnya banyak atau sedikit. Begitu pun dengan judol, yang hari ini sedang menggila di masyarakat. Untuk mengakses judol itu sendiri sangatlah mudah, bahkan untuk anak-anak, mereka bisa memanipulasi data email menjadi data orang dewasa.
Tercatat, pada sumber data demografi, 3 persen anak di bawah 10 tahun yaitu 80.000 anak menjadi pelaku judol, dan usia 10-20 tahun sebanyak 440.000. Dan segar terdengar lebih dari 1.000 anggota dewan dari DPR RI dan DPRD menjadi pemain judi online. Sungguh miris, bagaimana dengan masa depan bangsa, jika orang tua, anak-anak, bahkan anggota legislatif yang seharusnya menjadi pengayom justru rusak karena fasilitas-fasilitas maksiat.
Biang Kerok Kerusakan Umat
Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan negara demokrasi yang di dalamnya ada kebebasan yang keblabasan. Sebagian besar masyarakat menganut paham sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Dan sekuler melahirkan suatu sistem yang bernama kapitalisme. Dalam sistem ini, keberhasilan hakiki adalah keberhasilan fisik (materialisme). Tolak ukur kebahagiaan dalam sistem ini adalah materi. Sehingga, pada prakteknya banyak orang merasa punya masalah jika yang dimiliki tidak sesuai dengan tren yang ada. Menganggap judol ini bisa menjadi jalan pintas untuk meraih kesuksesan.
Tapi nyatanya, justru menyeret sebagian besar penikmat masuk kedalam kubangan penuh kesengsaraan. Lihatlah, karena kehabisan modal untuk deposit, mereka lantas memutuskan untuk mengambil pinjol. Dan akhirnya bagai jatuh tertimpa tangga pula, banyak masalah yang timbul dari sebuah aktifitas maksiat. Dan seperti biasa, negara yang harusnya hadir sebagai pemutus rantai kemaksiatan, justru hanya melakukan upaya pencegahan. Seperti obat yang tidak sesuai dengan penyakit, negara berperan sebagai penyegar tanpa efek sembuh untuk pengidap maksiat.
Keberanian Menegakkan Kebenaran
Dalam Islam, maksiat harus ditindak tegas agar memberi efek jera (jawazir) dan penebus dosa (jawabir). Dan ini menjadi PR besar negara kita karena sistem yang dianut sekarang adalah sistem yang batil. Maka seharusnya pemerintah segera hijrah menuju sistem Islam yang akan membawa kemaslahatan untuk seluruh umat.
Pemerintah dalam Islam akan menyajikan pendidikan untuk membentuk personal yang bertakwa. Sehingga, terbentuklah keluarga yang bisa menjadi benteng akan bahaya dari luar. Pada prakteknya, masyarakat juga ikut andil dalam mengontrol jika ada suatu pelanggaran syariat. Keluarga dan masyarakat harus saling melengkapi agar terbentuk ekosistem yang sehat.
Pada tingkat negara, Islam akan menjamin masyarakat secara ekonomi yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Agar rakyat tidak menjadikan maksiat sebagai alasan untuk mencari nafkah. Dalam kepemimpinannya, negara juga bisa mengendalikan politik luar negerinya yaitu memutus kerjasama-kerjasama yang batil.
Penerapan pada era modern ini, negara akan memblok apa-apa saja yang didalamnya terdapat ide-ide barat yang merusak. Pada hakikatnya, negara harus berperan sebagai pengatur, pengayom, dan pemberi pelayanan kepada masyarakat. Negara hadir sebagai penuntas masalah sampai ke akar, bukan hanya menyajikan wacana-wacana semu yang justru menimbulkan masalah baru.
Pastilah, kita rindu akan sistem Islam yang bukan hanya membawa kemaslahatan tapi juga menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat kelak. Maka, jangan lelah menyeru kepada kebenaran. Jangan takut membongkar kebobrokan sistem sekuler kapitalis yang ada sekarang. Dan rangkul para pemimpin-pemimpin kita dengan ide Islam, agar sistem Islam dapat diterapkan di puncak kepemimpinan negara kita.
Allahu 'alam bishawab
0 Komentar