WAJAH ASLI DEMOKRASI TERSINGKAP, SUDAH SAATNYA RAKYAT SADAR!


Oleh: Diaz
Pengamat Politik dan Perubahan

Situasi politik Indonesia semakin panas, isu pembangkangan konstitusi kembali menjadi sorotan. Meskipun rapat paripurna DPR RI yang direncanakan untuk mengesahkan perubahan Undang-Undang Pilkada batal dilaksanakan, upaya rezim Jokowi bersama sekutunya di DPR untuk mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus berlanjut. Langkah-langkah ini menunjukkan keinginan kuat dari pihak-pihak berkuasa untuk mengamankan posisi politik mereka, bahkan jika itu berarti mengabaikan prinsip-prinsip konstitusional yang mendasari demokrasi Indonesia.


Motif di Balik Pembangkangan Konstitusi

Ada dua motif utama yang mendorong upaya DPR dan pemerintah untuk terus mendorong RUU Pilkada, meskipun ini berarti membangkang dari dua putusan MK yang telah dikeluarkan. Pertama, Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) telah merancang strategi untuk memastikan kemenangan dalam Pilkada 2024. Strategi ini akan terganggu jika syarat 20% kursi dan 25% suara Pilkada untuk mendaftarkan pasangan calon (Paslon) dibatalkan. Dengan mempertahankan syarat ini, partai-partai dalam KIM Plus dapat meredam kritik internal dan eksternal, serta membenarkan keputusan politik mereka untuk tetap berada dalam koalisi meskipun kehilangan legitimasi moral.

Contoh nyata dari dinamika ini adalah PKS, yang akan kehilangan mukanya jika putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 dijalankan. Jika patuh pada putusan MK, PKS tidak perlu bergabung dengan KIM Plus dan bisa maju sendiri dalam Pilkada Jakarta, misalnya dengan mengusung Anies - Sohibul Iman tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain. Namun, dengan adanya norma yang mengabaikan putusan MK, PKS dapat tetap berada dalam barisan KIM Plus dengan dalih 'istikomah.'

Motif kedua yang lebih signifikan adalah mandat dari Jokowi untuk mengusung Kaesang Pangarep dalam Pilkada Jawa Tengah. Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menetapkan syarat usia minimal 30 tahun untuk calon Gubernur/Wakil Gubernur, yang secara otomatis menggugurkan Kaesang karena usianya yang belum mencukupi. Oleh karena itu, KIM Plus akan berusaha keras untuk mengabaikan putusan MK agar dapat melaksanakan perintah Jokowi dan menaikkan Kaesang ke posisi kekuasaan.


Strategi Licik Mengabaikan Putusan MK

Untuk mewujudkan ambisi politik mereka, rezim Jokowi dan koalisinya di DPR menggunakan dua strategi utama. Pertama, mereka berusaha mengesahkan RUU Pilkada yang kembali memberlakukan syarat 20% kursi dan 25% suara Pilkada untuk mendaftarkan Paslon serta menghitung usia 30 tahun calon Gubernur/Wakil Gubernur saat pelantikan. Dalam melaksanakan modus operandi ini, DPR dan pemerintah bermain kucing-kucingan dengan rakyat, berusaha mengelabui publik dengan rapat paripurna tertutup untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang tanpa pengawasan yang memadai.

Kedua, pemerintah dan DPR berusaha mengganjal putusan MK dengan tidak menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang baru, yang seharusnya menyesuaikan dengan putusan MK. Jika PKPU yang mengacu pada putusan MK tidak ditetapkan hingga tenggat waktu, PKPU lama yang didasarkan pada putusan Mahkamah Agung (MA) akan tetap berlaku. Konsekuensinya, Kaesang Pangarep tetap dapat mencalonkan diri di Pilkada 2024 karena memenuhi syarat usia 30 tahun saat dilantik, bukan saat mendaftar.


Wajah Asli Kapitalis

Manipulasi yang dilakukan oleh rezim dan DPR ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi merupakan sifat sejati dari ideologi kapitalisme yang menjadi pondasi dari demokrasi. Pembangkangan terhadap putusan MK, yang seharusnya menjadi penjaga terakhir konstitusi, mencerminkan upaya sistematis untuk merusak tatanan hukum demi mempertahankan kekuasaan dan kontrol politik.

Rakyat Indonesia tidak boleh lengah menghadapi situasi ini. Warga negara harus waspada terhadap manuver-manuver yang dilakukan oleh mereka yang berada di puncak kekuasaan. Pembangkangan konstitusi yang telah, sedang, dan akan terus dilakukan ini harus dihadapi dengan keberanian dan keteguhan. Dari awal lahirnya Demokrasi memanglah sudah cacat, dengan dalih 'dari rakyat untuk rakyat' namun nyatanya pemegang kekuasaan tertinggi adalah oligarki dan elit politik yang menggunakan stempel 'demi kepentingan rakyat'.

Sejatinya rakyat memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan menuntut keadilan. Jangan biarkan hak-hak konstitusional diabaikan oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung konstitusi. Rakyat harus bersatu untuk melawan setiap upaya pembangkangan yang mengancam tatanan hukum. Waspadalah, rakyat Indonesia! Jangan biarkan pembangkangan konstitusi ini terus berlanjut tanpa perlawanan.


Syariat dan Khilafah sebagai Solusi Hakiki

Kegagalan sistem demokrasi dalam menjaga integritas dan keadilan menunjukkan bahwa solusi sejati tidak dapat ditemukan dalam sistem ini. Manipulasi politik dan pembangkangan konstitusi hanya akan terus merugikan rakyat. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah. Hanya dengan kembali kepada hukum Allah ﷻ, keadilan dan kemaslahatan umat dapat terwujud. Karena itu, mari bersatu untuk menegakkan syariat dan Khilafah sebagai solusi hakiki bagi semua permasalahan yang kita hadapi. Allah ﷻ berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'raf Ayat 96)

Wallahualam Bissawab

Posting Komentar

0 Komentar