
Oleh: Darul Iaz
Aktivis Dakwah dan Perubahan
Presiden Bashar al-Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun digulingkan oleh pihak oposisi Hay'at Tahrir al-Sham pada 27 November 2024 dan diikuti oleh Tentara Nasional Suriah pada 30 November 2024 sehingga menguasai seluruh wilayah Idlib, kemudian Hama, Homs, dan sekarang Damaskus dalam waktu sepuluh hari. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di balik peristiwa yang dramatis ini? Berikut ini adalah analisisnya.
Menurut BBC, 28 November 2024, faksi-faksi yang berpartisipasi dalam “Ruang Operasi Al-Fath Al-Mubin” adalah Hayat Tahrir al-Sham dan Front Nasional Pembebasan yang didukung oleh Turki, Gish al-Izza, serta Tentara Nasional Suriah yang merupakan koalisi faksi-faksi pemberontak yang didukung Turki dan bukan bagian dari Al-Fath Al-Mubin. Dengan demikian, sebagian besar faksi yang berpartisipasi dalam serangan tersebut berafiliasi dan setia kepada Turki, karena Tentara Nasional Suriah adalah bentukannya, dan HTS berada di bawah pengawasan Turki, dan pemulihan hubungan antara HTS dan Turki dapat terlihat secara nyata.
Dikutip dari Deutsche Welle pada 30 November 2024, penggulingan tersebut bermula karena Bashar enggan menanggapi permintaan Erdogan untuk mempercepat negosiasi perdamaian. Hal ini di benarkan oleh Presiden Rusia Putin “Erdogan meminta percepatan normalisasi Ankara dan Damaskus serta agar Bashar menerima undangan pertemuannya...” Lavrov, mediator Rusia, mengkonfirmasi hal ini dan mengatakan kepada surat kabar Turki Hurriyet pada 1 November 2024, bahwa Bashar menuntut penarikan pasukan Turki, “... hambatan utama untuk ini adalah kehadiran pasukan Turki di Suriah utara.” Karena reaksi Bashar inilah Erdogan menjadi marah dan memberikan lampu hijau kepada HTS dan Tentara Nasional untuk bergerak.
Meskipun awalnya zona de-eskalasi di sekitar Idlib terjadi akibat Bashar menolak tawaran Turki dalam negosiasi politik dengan oposisi, namun mayoritas masyarakat yang selama ini menderita di bawah kepemimpinan Basar memanfaatkan hal tersebut dan melakukan gerakan masif di segala penjuru. Sehingga gerakan ini tidak berhenti pada batas-batas yang semula direncanakan, yaitu pada garis de-eskalasi di sekitar Idlib, tetapi justru menjalar ke berbagai daerah di Suriah.
Reaksi Pihak Regional dan Internasional
Iran dan Rusia: Kedua Negara ini terkejut dengan apa yang terjadi, dan Rusia segera memperkuat keamanan di pangkalan udara Khmeimim. (Dikutip dari Menteri Luar Negeri Iran Araqchi dan mitranya dari Rusia, 30 November 2024). Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi tiba di Ankara pada 2 Desember 2024 dan bertemu dengan mitranya dari Turki, Hakan Fidan. Dia berbicara dengan mitranya dari AS, Blinken, yang mengatakan: “Proses politik antara rezim dan oposisi harus membuahkan hasil positif bagi perdamaian dan ketenangan di Suriah.” Anadolu, 1 Desember 2024.
Turki: Keinginan Turki sebenarnya adalah perundingan damai seperti halnya Amerika, namun reaksi Bashar yang selalu mengulur waktu demi keuntungannya tanpa membuat Amerika marah membuat Erdogan tersinggung sehingga dia meminta persetujuan Amerika untuk memberikan pelajaran kepada Bashar sehingga solusi yang dirundingkan akan berada dalam suasana perang, yang seolah-olah menjadi kemenangan bagi Erdogan atas Bashar. Oleh karena itu, dia mendorong faksi-faksi oposisi untuk menyerang sambil mendukung mereka dengan senjata dan informasi intelijen yang diperlukan, seperti:
- Pada 25/10/2024, Erdogan mengatakan kepada wartawan setelah bertemu Putin di sela-sela konferensi BRICS di Kazan bahwa ia “... meminta Presiden Rusia Putin untuk mendorong pembicaraan normalisasi antara Ankara dan Damaskus dan agar Bashar menerima undangannya untuk menemuinya...” Reuters 25/10/2024).
- Mediator Rusia mengatakan bahwa Erdogan lebih dari sekali meminta Bashar Assad untuk bertemu dan melakukan normalisasi dengannya, termasuk penarikan pasukan Turki dari Suriah. Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan kepada surat kabar Turki Hurriyet pada 1/11/2024 bahwa “... baik Turki maupun Suriah menunjukkan minat serius untuk melanjutkan dialog untuk menormalkan hubungan, namun hambatan utama untuk hal ini adalah kehadiran pasukan Turki di Suriah utara.” Ini menunjukkan bahwa Bashar ingin mengambil keuntungan dari posisi Erdogan dalam normalisasi, dan juga mengambil keuntungan dari dukungan negara-negara Arab untuknya, ditambah menurut Bashar Amerika masih menginginkannya.
- Perundingan yang selalu diulur Bashar membuat rezim Turki putus asa, lalu Turki meminta persetujuan Amerika agar melakukan pendahuluan militer dengan menggerakkan faksi-faksi bersenjata di tanggal 27 November 2024 dalam rangka menekan Bashar. Sumber-sumber dari kubu yang berhubungan dengan intelijen Turki mengatakan bahwa Ankara memberikan lampu hijau untuk serangan tersebut dikutip dari Deutsche Welle, 30 November 2024. Selain itu, Presiden Turki Tayyip Erdogan menekankan pada hari Kamis bahwa Suriah memasuki fase baru. Arabi, 5 Desember 2024.
Amerika: Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan: “Kami tidak terkejut dengan eksploitasi oposisi Suriah yang memasuki fase baru,” lalu Jake Sullivan menambahkan “Kami tidak terkejut bahwa oposisi bersenjata Suriah mengambil keuntungan dari fase baru ini.” Al Jazeera Net, 1 Desember 2024, Gedung Putih juga ikut bereaksi dengan membuat pernyataan “Kami memantau situasi di Suriah dan telah melakukan kontak dengan ibu kota regional selama 48 jam terakhir.” Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Sean Savitt mengingatkan “Amerika Serikat, bersama dengan mitra dan sekutunya, mendesak de-eskalasi, perlindungan warga sipil dan minoritas, dan proses mengakhiri perang saudara ini untuk selamanya melalui penyelesaian politik yang konsisten dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254.” Pada 1 Desember 2024.
Al Jazeera melaporkan di situs webnya pada 2 Desember 2024 bahwa Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa “... eskalasi saat ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk solusi politik yang dipimpin Suriah untuk konflik, sejalan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254”, mengacu pada resolusi PBB 2015 yang menyetujui proses perdamaian di Suriah yang belum diimplementasikan hingga saat ini. Resolusi tersebut menetapkan dimulainya perundingan damai di Suriah pada bulan Januari 2016, sembari menekankan bahwa rakyat Suriah akan menentukan masa depan negara tersebut, menyerukan pembentukan pemerintahan transisi dan pemilihan umum di bawah naungan PBB, serta menuntut penghentian segera serangan-serangan terhadap warga sipil.
Al-Hurra menerbitkan di situs webnya pada 4 Desember 2024 bahwa Blinken menegaskan yang paling penting saat ini adalah mendorong proses politik berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB, dalam upaya untuk menyelesaikan dan mengakhiri perang saudara di Suriah. Kantor Berita Khabar mempublikasikan di situsnya pada 7 Desember 2024, bahwa Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan: “Kami mengatakan kepada Blinken bahwa pemerintah Suriah harus mengadakan dialog dengan oposisi...”.
Israel: Euro News Arabia pada 30 November 2024, melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa malam lalu mengumumkan kepada warga Israel bahwa ia akan menerima gencatan senjata dengan Hizbullah. Dalam pidatonya, Netanyahu tidak lupa menyinggung Presiden Suriah Bashar al-Assad, dengan mengatakan dalam pidatonya, “Assad bermain api.” Dalam beberapa jam setelah pidatonya, faksi-faksi Suriah melancarkan serangan terkoordinasi terhadap pasukan Assad di Suriah utara yang menimbulkan banyak pertanyaan.
Mengenai perkembangan di Suriah utara, Netanyahu mengadakan rapat yang tidak biasa dilakukan untuk masalah seperti itu, menurut media Israel. Al Jazeera Net juga melaporkan, pada 1 Desember 2024, dan surat kabar Yedioth Ahronoth mengatakan “Tentara (Israel) mencegah pesawat Iran mendarat di Suriah karena dicurigai membawa senjata untuk Hizbullah Lebanon,” di sini Israel ingin mencegah Iran mendapatkan momentum untuk ikut pada konflik Suriah dengan cara memecah hubungan Iran dan Suriah dengan dalih membawa senjata untuk Hizbullah di Lebanon sehingga konsentrasi militer Iran atau Hizbullah di Suriah dan Lebanon tidak terjadi.
Poin Hasil Analisis Perkembangan Suriah
Dari rangkuman peristiwa yang terjadi di atas maka berikut ini adalah kesimpulan yang dapat di ambil:
- Pihak yang mengendalikan dan memulai serangan terhadap zona de-eskalasi di Suriah adalah Turki dan AS.
- Mereka ingin memulai proses politik yang serius... fase baru... untuk mengatur rezim baru di Suriah. Beberapa pernyataan pejabat Amerika dan Turki menegaskan hal ini:
“Amerika Serikat, bersama dengan mitra dan sekutunya, mendesak de-eskalasi, perlindungan warga sipil dan minoritas, dan dimulainya proses politik yang serius dan kredibel yang dapat mengakhiri perang saudara ini untuk selamanya melalui penyelesaian politik yang konsisten dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, Sean Savitt (RT, 1 Desember 2024). Presiden Turki Tayyip Erdogan menekankan pada hari Kamis bahwa Suriah memasuki fase baru yang dikelola dengan tenang, Arabi, 5 Desember 2024.
Meskipun mereka tidak menjelaskan apa yang mereka maksud dengan solusi politik yang menjadi tujuan serangan-serangan ini namun menilai realitas dari banyaknya kekuatan yang sekarang bertempur di front-front tersebut dapat menunjukkan bahwa ada campur tangan Amerika dan para pengikutnya pada sistem koalisi Suriah untuk mengganti rezim setelah disingkirkan, di mana daerah-daerah otonom akan berjalan mirip dengan otonomi wilayah Kurdi di Irak.
- Amerika yang memegang kendali atas solusi tersebut membuat kepentingan Yahudi Israel dapat terjamin dalam perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Lebanon tanggal 27 November 2024 (hari yang sama dengan konfrontasi militer di Suriah) sehingga dapat mencegah Iran bergabung dengan Suriah di Lebanon.
Demikianlah analisis yang dapat di simpulkan dari beragam pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh para pejabat AS dan Turki dari sumber-sumber yang disebutkan di atas terkait serangan di Suriah.
Penutup
Akhirnya, apa yang sedang terjadi di Suriah saat ini adalah pertumpahan darah, rumah-rumah yang dihancurkan dan keluarga-keluarga yang terlantar adalah kenyataan pahit yang terjadi. Solusi politik yang diambil juga tidak lepas dari pengaruh rezim-rezim sekuler yang ada di negeri-negeri Muslim sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan keinginan kaum kafir penjajah dan agen-agennya yang dahulu berhasil melenyapkan sistem pemerintahan Islam (Daulah Khilafah Islamiyah) seratus tahun yang lalu.
Kemudian negeri-negeri kaum muslimin yang terpecah ini seperti buih di lautan sebagaimana di gambarkan Rasulullah ﷺ dalam hadisnya berikut ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seorang sahabat bertanya: “Apakah karena sedikitnya jumlah kami waktub: “Tidak, bahkan pada hari itu jumlah kalian banya itu?” Beliau menjawak, akan tetapi kalian seperti buih di lautan. Dan Allah akan menghilangkan rasa gentar dari dada musuh terhadap kalian. Dan Allah akan menimpakan wahn di dalam hati kalian” Seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud no. 4297)
Mereka yang memulai konfrontasi terhadap rezim ini sebagai pengikut Turki dan Amerika mengarahkan perubahan ke arah perubahan sekuler, hal tersebut seperti pribahasa “Keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya” dimana akar permasalahan berbeda dengan solusi yang ditawarkan. Hizbut Tahrir dalam hal ini menyerukan untuk umat muslim Suriah menolak solusi politik sekuler, dan mendukung upaya mendirikan pemerintahan Islam yang sesuai dengan prinsip Khilafah, sebagai alternatif atas pengaruh kolonial yang masih bertahan.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar