KEKERASAN TERHADAP ANAK-ANAK TERUS MARAK


Oleh: Eulis Anih
Pemerhati Umat

Berita menyayat hati kembali menyelimuti negeri ini. Seorang balita berusia dua tahun di Kuantan Singingi, Riau, meregang nyawa di tangan pasangan suami istri. Bayi malang itu menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh keduanya selama diasuh, setelah dititipkan oleh ibunya.

Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Kuansing, AKP Shilton, kedua pelaku mengaku sakit hati karena korban sering menangis dan rewel. Alasan yang tragis, namun itulah kenyataan pahitnya: seorang anak dijadikan pelampiasan emosi oleh orang dewasa yang seharusnya melindunginya.

Di tempat lain, tragedi serupa terjadi di Surabaya. Seorang anak berinisial M disiksa oleh orang tuanya sendiri, hanya karena kekesalan sesaat. Tak berhenti sampai di situ, Satpol PP Kebayoran Lama juga menemukan kasus kekerasan terhadap anak di kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, saat patroli rutin pada Rabu pagi, 11 Juni 2025.

Rentetan kasus ini bukan sekadar catatan kriminal. Ini adalah cermin retaknya bangunan masyarakat yang kehilangan arah dan pegangan hidup.


Sistem Rusak yang Membentuk Manusia Rusak

Kekerasan demi kekerasan terhadap anak tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang membentuk perilaku masyarakat. Sistem kapitalisme sekuler yang dianut negeri ini hanya menilai manusia dari aspek materi. Di bawah sistem ini, perempuan bisa kehilangan naluri keibuannya. Bahkan, tak sedikit yang tega menyakiti hingga membunuh anak sendiri, anak yang semestinya menjadi amanah, anugerah, dan pelipur lara.

Beban ekonomi yang menghimpit pun ikut menambah tekanan. PHK di mana-mana, lapangan kerja yang sempit, dan harga kebutuhan yang kian melambung tinggi membuat kehidupan makin sulit. Di tengah tekanan seperti ini, tanpa bekal keimanan yang kuat, banyak orang akhirnya gagal mengelola emosi dan menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan.

Belum lagi pengaruh tayangan media yang penuh kekerasan, lingkungan keluarga yang tidak harmonis, dan pola asuh yang jauh dari tuntunan syariat. Semua itu menjadi bahan bakar yang menyulut bara kekerasan dalam rumah tangga.


Islam Menjawab Masalah Ini Secara Sistemik

Islam memandang anak sebagai karunia sekaligus amanah dari Allah ﷻ yang wajib dijaga dan dididik dengan kasih sayang serta ilmu yang benar. Dalam Al-Qur’an, Allah telah mencontohkan bagaimana Luqman mendidik anaknya, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.' " (QS. Luqman: 13)

Pelajaran pertama yang diajarkan adalah tauhid, bahwa anak harus mengenal Rabb-nya sejak dini. Di sinilah fondasi penting kepribadian Islam ditanamkan: pola pikir dan pola sikap anak harus dibentuk berdasarkan akidah Islam.

Islam bukan hanya agama dalam makna ritual. Islam adalah sistem hidup (ideologi) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh (kaffah), ia mampu membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa, keluarga yang harmonis, dan masyarakat yang saling menjaga.

Islam menjamin ketenteraman jiwa dan ketenangan hidup, bukan dengan iming-iming materi, tetapi dengan membangun keimanan dan kesadaran akan tanggung jawab di hadapan Allah ﷻ.


Penerapan Islam Secara Kaffah adalah Solusi

Selama sistem kapitalisme sekuler masih mendominasi, kasus kekerasan terhadap anak (bahkan terhadap anggota keluarga sendiri) akan terus terjadi. Karena sistem ini gagal menanamkan akidah, mengabaikan nilai-nilai spiritual, dan hanya mengejar keuntungan materi.

Solusi hakiki hanya bisa terwujud jika aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dan hal ini hanya akan sempurna dalam naungan sistem pemerintahan Islam, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Di bawah kepemimpinan yang bertakwa, negara bertanggung jawab memastikan pendidikan akidah di setiap rumah tangga, menjamin kesejahteraan rakyat, serta mengawasi media dan lingkungan agar tetap sehat dan mendidik.

Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh dalam dekapan kasih sayang, bukan dalam bayang-bayang kekerasan.

Wallahu a’lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar