MENJADI IBU BERVISI IDEOLOGIS


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Ibu adalah sosok perempuan yang diberikan amanah oleh Allah ﷻ sebagai pendamping sosok laki-laki. Di samping itu, ibu mempunyai peran strategis dalam mendidik dan mencetak generasi yang bertakwa serta tangguh dalam menghadapi segala ujian, serta siap berjuang untuk membela Islam dan mendakwahkannya ke seluruh alam. Namun, perjalanan seorang ibu tidaklah mudah, sehingga dibutuhkan bekal agama untuk mengarungi tugasnya.

Dengan bekal agama, langkahnya akan dipermudah oleh Allah ﷻ. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang ibu memiliki teladan yang dapat memberikan inspirasi dalam mendidik dan membina generasi penerus peradaban Islam. Teladan tersebut bisa diambil dari Ummul Mukminin, sahabiyah, yang menjadi contoh terbaik bagi umat Islam. Islam membutuhkan sosok ibu yang dapat mencetak generasi pemimpin dan penakluk yang tidak takut oleh apapun dan siapapun kecuali kepada Allah ﷻ. Mereka adalah generasi visioner yang mampu menembus langit menuju surga.

Sebuah cita-cita yang tinggi harus dihadirkan oleh seorang ibu, yaitu menjadi ibu generasi ideologis, suatu perpaduan antara peran sebagai ibu dan kewajiban berdakwah, yang didasari oleh kesadaran politik yang tinggi untuk menyiapkan generasi ideologis. Dengan kesadaran politik yang tinggi, seorang ibu mampu memberikan nyawa dan menghiasi perannya sebagai ibu dengan cita-cita besar, yaitu memimpin umat. Sosok ibu dapat mencontoh keberhasilan ibu mendidik generasi terdahulu.

Beberapa teladan ibu dalam mendidik anak-anaknya antara lain:
  • Siti Hajar (ibu Nabi Ismail) mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang, serta menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah ﷻ.
  • Siti Fatimah binti Asad (ibunda Ali bin Abi Thalib) mendidik Ali dengan nilai-nilai keimanan, kesabaran, dan keberanian.
  • Ummu Ad-Darda mendidik Bilal bin Abdullah menjadi seorang ulama dan ahli ibadah yang terkenal.
  • Fatimah binti Abdul Al Malik, ibunya Imam Syafi'i, mengantarkan anaknya menjadi seorang ulama dan ahli fiqih.
  • Shalahuddin Al-Ayyubi mendapatkan peran dari kedua orang tua dan guru yang mengantarkannya untuk membebaskan Al-Aqsa.
  • Muhammad Al-Fatih juga mendapatkan peran besar dari kedua orang tua dan gurunya, sehingga bisyarah Rasul tentang penaklukan Konstantinopel tercapai di tangannya.

Di era sekarang, serta dalam sistem sekuler yang ada, banyak tantangan yang harus dihadapi seorang ibu dalam memberikan perannya untuk mencetak generasi ideologis. Serangan pemikiran dan budaya seperti kesetaraan gender, HAM, dan moderasi beragama menciptakan lingkungan yang rusak, sehingga peran ibu akan teralihkan dan menuntut persamaan.

Ditambah lagi, serangan digital memaksa ibu menjadi konten kreator dengan mengeksploitasi ruang privat keluarga untuk dikonsumsi publik demi mendapatkan materi. Banyak ibu berlomba-lomba, bukan untuk mendidik generasi dalam Islam, tetapi demi keuntungan. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang semakin menambah beban perempuan, menjadikan banyak ibu berperan ganda sebagai tulang punggung keluarga sekaligus pendidik anak.

Dengan keadaan yang sulit dan sistem yang tidak mendukung, seorang ibu seharusnya tidak mudah menyerah dan berpangku tangan tanpa ada upaya yang bisa dilakukan untuk merubah kondisi saat ini dengan Islam Kaffah. Maka, peran riil seorang ibu saat ini adalah menetapkan visi pendidikan bagi anak-anaknya sebagai hamba Allah, Khalifah fil ardh, dan Khairu ummah. Ibu harus bisa menjadi teladan dan dibarengi dengan upaya mengubah sistem kapitalisme sekuler yang rusak dengan sistem yang benar dan menyejahterakan, yaitu sistem Islam.

Maka, sangat penting bagi seorang ibu untuk mengemban Islam sebagai pondasi dan kekuatan dalam mengarungi kehidupan dengan sistem yang rusak, yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sungguh, dengan menjadikan Islam sebagai way of life, seorang ibu akan tangguh dan kemudian menularkan ketangguhan tersebut kepada generasi penerus serta pelopor pejuang Islam Kaffah. Allah ﷻ berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpegangteguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kamu, sehingga dengan nikmat-Nya kamu menjadi bersaudara. Dan kamu dahulu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari situ. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (QS. Ali Imran: 103)

Posting Komentar

0 Komentar